(Vibiznews – Economy & Business) – Hari ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
PTIJK merupakan wadah penyampaian arah kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Industri Jasa Keuangan. Serta sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi kinerja OJK kepada publik.
Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2023 mengambil tema “Penguatan Sektor Jasa Keuangan Dalam Menjaga Pertumbuhan Ekonomi”.
Pemulihan perekonomian Indonesia selama tahun 2022 dinilai akan terus berlanjut. Peningkatan aktivitas perekonomian domestik dari sisi konsumsi dan juga investasi menjadi penopang pertumbuhan. Hal itu diperkuat oleh pengumuman Pemerintah mengakhiri tanggap darurat pandemi, yang akan menjadi modalitas utama bagi pertumbuhan ekonomi tahun 2023.
OJK yakin sebagian besar risiko transmisi pelambatan pertumbuhan ekonomi global di tahun ini dapat dimitigasi dengan tepat. Termasuk di dalamnya dampak penurunan harga komoditas, penurunan permintaan ekspor dan pengetatan likuiditas global karena sudah dipahami.
Bagaimana Perkembangan Sektor Jasa Keuangan dan Outlook ke Depan?
Tingginya optimisme terhadap prospek perekonomian nasional tercermin dari:
1. Perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten tahun lalu. Ini pencapaian yang terbesar selama ini.
2. Pertumbuhan kredit perbankan dan piutan pembiayaan yang masing-masing tumbuh 11,4% dan 14,2%. Lebih tinggi dari rerata 5 tahun sebelum pandemi sebesar 8,9% dan 4,4%.
3. Besarnya investasi nonresiden pada SBN di Januari 2023 yang mencatatkan pembelian netto sebesar Rp 49,7 triliun.
4. Premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh sebesar 13,9% mencapai Rp 119 triliun. Namun, premi asuransi jiwa tahun lalu mengalami kontraksi 7,8%. Hal ini berarti harus ada penyelesaian sejumlah masalah yang dihadapi perusahaan asuransi jiwa dalam waktu dekat.
Jadi stabilitas sektor keuangan tetap terjaga dan semakin kondusif. Hal ini tidak terlepas dari sinergi yang kuat antara Kemenkeu, BI, OJK dan LPS dalam KSSK maupun masing-masing.
Ke depan, ruang pertumbuhan LJK masih terbuka lebar mengingat terjaganya profil risiko yang didukung kecukupan likuiditas dan permodalan.
Risiko kredit perbankan dan Perusahaan Pembiayaan konsisten dalam tren membaik. Hal ini tercermin dari rasio NPL gross perbankan menjadi 2,4% (2021:3%) dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan menjadi 2,3% (2021:3,5%)
Sepanjang tahun 2022, kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan turun signifikan menjadi sebesar Rp 469 triliun dari puncaknya sebesar Rp 830 triliun pada Oktober 2020. Hal ini didukung dengan meningkatnya coverage pencadangan 24,3% dari total kredit restrukturisasi Covid-19.
Artinya kita siap mengakhiri masa restrukturisasi pada Akhir Maret 2023, kecuali untuk beberapa sektor padat karya yang akan diperpanjang hingga Maret 2024.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting