Wamenkeu: TPPU Dapat Ditindaklanjuti Jika ada Tindak Pidana Asal

329
Wamenkeu : TPPU Dapat Ditindaklanjuti
Sumber: Kemenkeu

(Vibiznews – Economy & Business) – Lembaga keuangan sangat rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hal ini karena tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam upaya melancarka n tindak kejahatannya.

Melalui berbagai pilihan transaksi tersebut, seperti transaksi pengiriman uang, lembaga keuangan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana. Atau merupakan pendanaan kegiatan terorisme ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan.

Misalnya untuk pelaku pencucian uang, harta kekayaan tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah. Sehingga tidak lagi dapat dilacak asal usulnya. Sedangkan untuk pelaku pendanaan terorisme, harta kekayaan tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan tindak pidana yang bisa didalami dan ditindaklanjuti. Syaratnya, jika terdapat tindak pidana asal atau predicate crime.

“Undang-undang mengenai TPPU itu mendaftar apa saja yang bisa menjadi tindak pidana asal tersebut. Banyak sekali. Ada dua yang terkait sama Kementerian Keuangan, tindak pidana pajak dan tindak pidana kepabeanan dan cukai,” kata Wamenkeu. Hal tersebut disampaikan dalam acara Economic Challenges Metro TV, Selasa (14/03).

Wamenkeu mengatakan Kementerian Keuangan meneliti dan mendalami tindak pidana pajak dan kepabeanan dan cukai. Ketika tindak pidana tersebut dikembangkan menjadi tindak pidana pencucian uang, basisnya adalah laporan intelijen. Laporan tersebut berasal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Berupa laporan transaksi dan analisis terkait tindak pidana pajak atau kepabeanan dan cukai.

“Ini yang dilakukan oleh wajib pajak yang kita teliti ini ke siapa saja, ke pihak-pihak mana saja, baik orang maupun badan. Dilihat seluruhnya itu, kalau istilahnya itu spider web. Jadi dilihat itu keterkaitan dengan siapa saja, jejaringnya ke mana saja. Dan itu kemudian yang dipahami sebagai berapa uang yang beredar itu,” ujar Wamenkeu.

Terkait pemberitaan mengenai transaksi Rp300 triliun yang beredar di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Wamenkeu menegaskan bahwa bukan masalah jumlahnya. Tetapi masalah ditelisik satu per satu keterkaitan antara pidana pajak dan kepabeanan dan cukai dengan siapa saja yang menerima uang.

“Itu sebenarnya memang betul bisa ratusan triliun. Tetapi cara kita melakukan ini kan benar-benar harus didalami. Sejak tahun 2010, Ditjen Pajak telah melakukan 17 kasus tindak pidana pencucian uang. Terbukti sudah masuk ke pengadilan dan sudah ada vonisnya,” kata Wamenkeu.

Sejak adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Wamenkeu mengatakan dalam proses pembuktian. Apabila ditengarai melakukan pencucian uang, maka pihak-pihak terkait harus membuktikan bahwa harta dan aset yang diperoleh bukan dari hasil pencucian uang.

“Kalau ternyata dia enggak bisa buktikan, maka aset yang tadi kita tengarai itu bisa diambil. Ini sudah Rp7 triliun yang bisa diambil karena tidak dapat dibuktikan. Bahwa ini adalah bukan bagian dari pencucian uang oleh pihak-pihak terkait itu. Ini pun sudah dilaporkan juga oleh PPATK, dilaporkan juga oleh Ditjen Pajak. Karena memang kita kerja sama dengan dengan sangat erat,” ujar Wamenkeu.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting