Apakah Perbankan AS Masih Rawan?

(Vibiznews – Banking) Apakah perbankan di AS masih rawan? Untuk menjawab hal ini maka kita perlu lihat apakah akar permasalahannya masih belum diatasi?

Artikel ini adalah lanjutan dari: Mencermati Perbankan AS yang Rawan, Investasi Apa yang Aman? – Vibiznews.com

 

Permasalahan Ekonomi AS

Ekonomi AS mengalami masalah karena dampak dari permasalahan global, sehingga selama masalah ini masih terjadi maka masalah inipun akan juga masih bercokol pada ekonomi AS, diantaranya:

  1. Inflasi global yang belum menunjukkan trend menurun, dimana inflasi global ini menjadi masalah bagi semua negara. Inflasi global ini disebabkan oleh kenaikan harga-harga pangan dan energi. Dan salah satu penyebab utama dari permasalahan ini adalah perang Rusia-Ukraina, yang kita juga melihat bahwa sampai hari ini tidak kunjung selesai dan bahkan belum ada tanda-tanda menuju selesai.
  2. Masalah global ini diperburuk dengan masalah domestik AS berkaitan meningkatnya harga pangan dan energi, diantaranya:
    1. Tingkat rawan pangan memburuk, karena banyak keluarga AS sudah kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya, karena harus membayar ongkos bahan bakar, listrik, sewa rumah, kehilangan pekerjaan. Satu dari 5 orang dewasa AS mengalami kerawanan pangan pada musim panas 2022, meningkat 6% dibanding 2021. 
    2. Sedang masalah energi sebenarnya AS kaya dengan energi, tetapi ketika krisis energi 2022 perusahaan minyak AS seperti Exxon mendapatkan banyak keuntungan dari ekspornya, sehingga kebutuhan domestik tidak tercukupi karena kepentingan ini.

Dari masalah-masalah seperti ini maka kita lihat bahwa masalah inflasi ini menjadi agenda utama yang masih harus dihadapi oleh pemerintah AS dan The Fed.

 

Apa Kaitannya Inflasi dengan Perbankan AS:

Inflasi AS pada Februari 2023 mencapai 6% dan kemudian menurun menjadi 5% pada Maret 2023, tetapi target pemerintah adalah 2% per tahun.

Untuk mengendalikan inflasi ini maka The Fed terus melakukan kebijakan uang ketat, dengan terus menaikkan suku bunga.

Rapat FOMC pada Kamis (4/5/2023) kembali memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5% – 5,25%. Ini adalah kenaikan suku bunga The Fed tertinggi selama 10 bulan berturut-turut sejak 2007.

 

Efek Sampingan Obat Melawan Inflasi

Kita lihat bahwa peningkatan suku bunga yang dilakukan oleh The Fed memang berhasil menahan inflasi, dan tingkat inflasi cenderung melandai setelah The Fed berturut-turut menaikkan suku bunga.

Tapi obat melawan inflasi ini ada efek sampingannya yang tidak murah akibat kerusakannya, yaitu perbankan yang tergoncang dan beberapa bank sudah gulung tikar akibat dari dampak ini.

 

Mengapa bank gulung tikar akibat peningkatan suku bunga?

Ketika suku bunga rendah atau mendekati nol, maka bank-bank di AS banyak menempatkan kelebihan dana yang dihimpun dari masyarakat ke portofolio obligasi. Obligasi relatif aman, namun ketika bank sentral AS The Fed menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, obligasi tersebut menurun nilainya. Ketika suku bunga naik, obligasi yang baru diterbitkan mulai membayar dengan tingkat bunga yang lebih tinggi kepada investor. Obligasi yang lebih tua tingkat bunganya lebih rendah dibanding yang baru diterbitkan, sehingga menjadi kurang menarik dan harganya turun. Hasilnya adalah sebagian besar bank memiliki sejumlah kerugian yang belum direalisasi dalam pembukuan mereka.

Unrealized losses ini merupakan kerugian akibat penurunan asset portfolio yang dicatat dalam pembukuan, namun portfolio tersebut belum dicairkan. Unrealized lossess ini akan menghilang ketika portfolio mendekati jatuh tempo, karena harga akan menuju pada face valuenya. Namun bila kondisi mendesak maka asset portfolio tersebut harus dicairkan sebelum jatuh tempo.

 

Penarikan Deposit Bank secara Panik

Kasus penarikan deposit oleh masyarakat karena panik ini yang mengancam perbankan AS.

Ada beberapa latar belakang peristiwa tetapi kasus-nya adalah mirip. Silvergate Bank dan Signature Bank kehilangan kepercayaan masyarakat karena profil nasabahnya banyak berbasis crypto currency, dengan jatuhnya bisnis crypto ini maka terjadi penarikan dana yang besar pada kedua bank tersebut, sehingga bank mengalami kesulitan likuiditas.

Sedang Silicon Valley Bank (SVB) karena profil nasabahnya banyak di bidang startup company yang jatuh karena dampak tingginya suku bunga, menyebabkan banyak nasabah melakukan penarikan dana, dan sama halnya maka bank mengalami kesulitan likuiditas sehingga ambruk.

Bagi nasabah yang memiliki deposit di atas batas penjaminan yaitu USD 250.000, maka jatuhnya bank ini menjadi kekhawatiran bila bank-nya tutup, maka dana simpanannya tidak bisa ditarik. Kekhawatiran ini yang menyebabkan panik, dan banyak bank mengalami money rush.

Kita lihat pada chart, bahwa deposit perbankan merosot demikian drastisnya akibat kepanikan ini.

Berapa Nilai Unrealized Losses Perbankan AS?

Menurut FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation) bahwa Perbankan AS pada akhir tahun 2022 membukukan unrealized Losses mencapai USD 620 milyar. Diprediksikan bahwa nilai ini sudah mencapai USD 1,7 triliun per Maret 2023.

 

Apa kaitannya Unrealized Losses ini dengan Kebangkrutan Bank

Kalau kita telusuri permasalahan yang terjadi pada bank-bank yang bangkrut pada 2023 ini maka bisa kita lihat bahwa baik Silvergate Bank, Signature Bank, Silicon Valley Bank dan terakhir adalah First Republic Bank.

  1. Masing-masing bank tersebut memang sudah ada potensi kejatuhan dengan adanya unrealized losses.
  2. Ketika terjadi penarikan dana besar-besaran secara bersamaan atau yang dikenal dengan bank run atau money rush, maka bank-bank tersebut terpaksa mencairkan portofolio surat berharga yang belum jatuh tempo, sehingga unrealized losses tersebut direalisasikan menjadi kerugian yang besar. Untuk menutup kerugian ini maka bank-bank menjual sahamnya, atau mencari suntikan dana dari investor. Yang terjadi adalah tidak ada investor baru untuk menopang dana, tetapi justru berita bahwa bank tersebut sedang bermasalah.
  3. Bila bank dipandang oleh publik sedang bermasalah, maka akan semakin bermasalah lagi, karena memicu money rush oleh nasabah, dan di pasar modal akan terjadi panic selling sahamnya, sehingga sahamnya akan merosot tajam.
  4. Ketika bank mengalami kesulitan likuiditas yang tidak bisa diatasi maka disinilah bank mengalami kebangkrutan. Yang terakhir First Republic Bank diupayakan disuntik dana oleh 11 bank untuk menjaga reputasi perbankan, tetapi upaya 11 bank menyuntik dana hingga 30 Miliar USD atau sekitar Rp 462 Triliun tetap saja ambruk.
  5. Jadi selama tidak ada kepercayaan masyarakat terhadap perbankan maka potensi untuk bank lain menyusul adalah sangat memungkinkan. Hal ini karena setiap bank masih memegang surat berharga yang posisinya sudah unrealized losses, dan dasar dari bisnis perbankan adalah memang dana masyarakat akan ditempatkan pada kredit dan selebihnya pada portofolio. Jika terjadi penarikan mendadak dalam jumlah yang besar, tentunya akan mengalami kesulitan.
  6. Upaya perbankan menjaga kepercayaan masyarakat. Dari sisi pemerintah yaitu FDIC maka beberapa bank yang bangkrut, dimana seharusnya hanya yang dijamin saja yang dibayarkan, yaitu simpanan tidak lebih dari USD 250.000, namun kenyataannya yang di atas nilai penjaminan tersebut juga nasabah bisa menarik dananya.
    Sedang dari bank-bank sendiri juga berupaya seperti yang dilakukan terhadap First Republic Bank, maka mereka berupaya menyuntikkan dana sekalipun di luar penjaminan supaya First Republic Bank jangan ambruk, sehingga reputasi perbankan terjaga.

 

Apakah Masyarakat Sudah Percaya pada Perbankan AS?

Dari survey Gallup, kita lihat bahwa masyarakat AS masih tidak percaya pada reputasi perbankan AS. 

Apa yang mereka temukan: Survei Gallup dilakukan dari 3-25 April 2023, setelah kegagalan Silicon Valley Bank dan Signature Bank. Berita tentang kegagalan First Republic terjadi setelah setelah jajak pendapat selesai.

48% responden mengatakan mereka sangat khawatir atau cukup khawatir tentang keamanan uang yang disimpan di bank dan lembaga keuangan lainnya.

Pada bulan September 2008, 45% mengatakan mereka sangat atau cukup khawatir.

Jadi menurut survey ini, kondisi sekarang hampir setengah masyarakat AS khawatir dengan dananya yang tersimpan di perbankan, bahkan lebih tinggi dari krisis tahun 2008.

 

186 Bank Terancam Bangkrut

Sebuah studi baru menemukan bahwa 186 bank di AS berisiko gagal karena kenaikan suku bunga dan tingginya proporsi simpanan yang tidak diasuransikan. Penelitian tersebut, diposting di Social Science Research Network berjudul ‘Pengetatan Moneter dan Kerapuhan Bank AS pada 2023: Kerugian Mark-to-Market dan Deposan yang Tidak Diasuransikan?’ memperkirakan kerugian nilai pasar aset masing-masing bank selama upaya kenaikan suku bunga Federal Reserve. Aset seperti Treasury Bills dan pinjaman hipotek dapat menurun nilainya ketika obligasi baru memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi.

Studi ini juga meneliti proporsi pendanaan bank yang berasal dari deposan yang tidak diasuransikan dengan rekening senilai lebih dari $250.000. Semakin banyak dana nasabah yang lebih dari pagu penjaminan akan semakin berisiko bagi bank.

Chart berikut menunjukkan bahwa 3 bank yang mengalami kegagalan pada tahun 2023 ini nilainya asset-nya sudah mirip dengan bank-bank yang bangkrut pada tahun 2008. 

Bank Apa Saja yang Paling Rawan?

Aksi jual saham terjadi pada PacWest Bancorp dan Western Alliance Bancorp, dua bank regional yang lebih kecil yang sahamnya terus tertekan sejak Silicon Valley Bank gagal pada pertengahan Maret dan memicu krisis saat ini. PacWest turun 51% setelah mengakui sedang mempertimbangkan untuk menjual banknya.

PacWest menjadi sasaran kepanikan karena tingginya simpanan besar yang tidak diasuransikan dari modal ventura dan nasabah teknologi, jenis nasabah yang sama yang memicu bank runs di Silicon Valley dan First Republic. Diperkirakan sekitar 23% simpanan PacWest berasal dari modal ventura dan pebisnis bidang teknologi.

Di regional Midwest seperti Comerica dan KeyCorp bahkan turun lebih dari 20% minggu ini. Hal ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran tentang pinjaman real estat dalam jumlah besar, khususnya di pasar properti perkantoran, yang terus menderita dampak pandemi.

PacWest, yang berbasis di Los Angeles, dan Western Alliance, di Phoenix, masing-masing mengeluarkan pernyataan bahwa terjadi penarikan simpanan yang tidak biasa setelah jatuhnya First Republic. 

Investor mungkin khawatir nasib PacWest bisa mencerminkan nasib First Republic, yang menghabiskan waktu berminggu-minggu mencari pembeli sebelum gagal. First Republic juga berbasis nasabah kaya, banyak yang dengan cepat menarik simpanan ketika Silicon Valley gagal. 

Tanda-tanda adanya potensi masalah lain juga terlihat. TD Bank Group dan First Horizon Corp. mengatakan mereka membatalkan rencana merger, dengan alasan kendala regulasi. Toronto-Dominion Bank telah mengatakan pada bulan Februari bahwa mereka membeli bank regional First Horizon dalam kesepakatan tunai senilai $13,4 miliar. Pembatalan ini diperkirakan karena terjadi perkembangan yang memburuk karena kondisi perbankan saat ini.

 

Apakah Benar-benar Rawan?

  1. Perpindahan dari Perbankan ke Money Market.
    Kalau kita lihat pergerakan dana hasil penarikan deposit dari perbankan larinya adalah ke Money Market. Maka bisa kita lihat bahwa pergerakan ini tidak keluar dari sistem perekonomian AS. Sehingga bisa dikatakan bahwa ini hanyalah pergerakan sementara akibat ketidak-percayaan pada perbankan, juga karena memanfaatkan suku bunga yang lebih menarik di money market.
    Sehingga bila kondisi perbankan sudah mulai mendapatkan kepercayaan kembali, maka dana tersebut sangat memungkinkan untuk kembali ke dalam bentuk simpanan di perbankan.

2. Selain itu dana simpanan di perbankan juga lari ke pasar komoditi, terutama emas yang dianggap sebagai safe haven.  Harga emas naik $150 per troy ons pada Maret 2023. Pasar emas Maret ditutup dengan harga tepat di bawah $2.000 per ons. Ini naik 7% dalam sebulan dan 9% tahun ini — kinerja bulanan terbaik sejak Juli 2020 dan gain kuartalan terbaik sejak Q2 2020. Perilaku pasar emas ini juga sebagai pelarian dana dari perbankan yang sedang goncang, ketika perbankan mulai stabil ada banyak kemungkinan dana ini juga kembali ke perbankan.

3. FDIC Masih Mempertimbangkan Risiko Sistematik Kegagalan Perbankan
Menurut aturan penjaminan maka hanya simpanan maksimal USD 250.000 yang akan dibayar oleh FDIC bila bank mengalami kegagalan. Namun menurut S&P Global Market Intelligence bahwa simpanan di atas USD 250.000 di SVB berkisar 94%. Namun ketiga bank ini mengalami kegagalan, demikian juga Signature Bank maka nasabah bisa menarik dananya sekalipun di atas pagu penjaminan.
Hal ini karena FDIC mempertimbangkan adanya risiko kegagalan sistematik perbankan bila deposan tidak bisa menarik dananya, sehingga terjadi kepanikan melanda seluruh dunia perbankan AS.

Data berikut adalah 10 bank dengan dana simpanan yang melewati pagu penjaminan dari FDIC.

4. Politisasi Dunia Keuangan
Berita-berita politik dan juga agenda global seperti climate change, telah mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan AS. Dengan politisasi ataupun mencampurkan agenda global menjadi berita sektor keuangan akan membuat kegoncangan terutama karena masalah kepercayaan masyarakat. Dunia perbankan sangat sensitif dengan money rush yang diakibatkan karena panik akibat kekhawatiran keamanan simpanannya di bank.
Bila media tidak mencampur aduk dunia keuangan dengan politisasi agenda global akan membuat sektor perbankan lebih stabil.

5. Dedolarisasi Tidak Menggoncang US Dollar
Baru-baru ini, di akhir Maret 2023, kelompok negara-negara yang tergabung dalam aliansi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) merencanakan untuk membuat mata uang tunggal yang akan digunakan untuk mengurangi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional. Tapi berita ini tidak mengguncang USD, dan memang USD memang masih terlalu sulit untuk digeser dominasinya dalam perdagangan internasional.
Bisa lihat: Dedolarisasi Betulkah Terjadi? Akan Ke Mana Dollar Nantinya? – Bagian 1 – Vibiznews.com

6. Ekonomi Secara Keseluruhan Masih Mendukung
Pengaruh dari peningkatan suku bunga dan juga goncangan perbankan belakangan ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi AS. Pertumbuhan PDB riil diperkirakan akan melambat menjadi 0,7 persen pada tahun 2023, dan kemudian turun menjadi 0,4 persen pada tahun 2024. Karena konsumsi masyarakat dan investasi menurun dengan pengetatan moneter.
Namun kekurangan tenaga kerja yang menjadi masalah pasca pandemi justru menjadi penyangga ekonomi sehingga tidak anjlok lebih jauh, karena angka pengangguran masih rendah.

Apakah ini Juga Permasalahan Perbankan di Indonesia?

Pengaruh langsung gejolak perbankan Amerika terhadap sektor perbankan Indonesia terpantau terbatas, mengingat hubungan operasionalnya dengan bank-bank bermasalah tersebut kemungkinan minimum atau tidak ada. 

Di pasar modal, indeks perbankan di IHSG sempat terpengaruh sentimen negatif pada saat gejolak dimulai, tetapi setelah itu pergerakan harga sahamnya terpantau cenderung kembali normal. Secara umum, indeks perbankan di IHSG sampai 15/5 hanya terkoreksi sekitar 2% secara ytd-nya. 

Dari sisi arus modal asing masuk (net capital inflow), data Bank Indonesia menunjukkan ytd sampai 11/5, investor asing melakukan beli neto sebesar Rp 64,59 triliun di pasar SBN, dan beli neto Rp 15,29 triliun di pasar saham. Total net inflow di pasar keuangan sekitar hampir Rp80 triliun sampai pertengahan tahun 2023. 

Namun hal yang perlu menjadi pelajaran bagi pebisnis, bahwa kondisi global ini sedang terjadi dan tidak ada satu negarapun yang dapat mengelak dari pengaruhnya. Kondisi yang bagus pada awal tahun 2023 bisa berubah drastis hanya dalam 1 kuartal, sehingga memang perlu terus memantau apa yang terjadi secara global dan melihat dampak risiko pada bisnis kita masing-masing.