(Vibiznews – Banking & Insurance) – Serangan siber di sektor lembaga jasa keuangan dunia mengalami peningkatan di tengah tren melemahnya perekonomian global dan aktivitas intermediasi perbankan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung mengungkapkan, permasalahan serangan siber ini menjadi risiko yang ditangani bank sentral di berbagai negara, termasuk BI. Sebab, intensitas dan keberhasilan gangguannya semakin tinggi.
“Insiden-insiden siber terus meningkat baik dari sisi frekuensinya, tingkat kejadiannya maupun, dari sisi kecanggihan dalam sisi serangannya,” ungkap Juda. Ia menyatakan hal tersebut dalam acara Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 41 di Solo, Senin (23/10/2023).
Juda mengaku, telah bertemu dengan berbagai deputi gubernur bank sentral kawasan Asean beberapa hari lalu di Bali. Seluruhnya mengatakan, menghadapi permasalahan serupa sehingga turut menyedot perhatian mereka untuk meningkatkan keamanan siber.
Mengutip laporan Akamai Technologies yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat berjudul The High Stakes of Innovation: Attack Trends in Financial Services. Adapun industri layanan keuangan di Asia Pasifik dan Jepang (APJ) menjadi target utama serangan siber sejak tahun lalu.
Industri keuangan di wilayah itu mengalami hampir 50% dari semua serangan aplikasi web. Dan API selama 18 bulan terakhir dari Januari 2022 hingga Juni 2023. Hal ini setara dengan 3,7 miliar dari total 7,4 miliar serangan siber di semua vertikal di APJ. Ini merupakan peningkatan 36% dari tahun ke tahun jika membandingkan Kuartal II-2022 dengan Kuartal III-2023.
“Kemarin saya bertemu di Bali dengan beberapa deputi gubernur di kawasan ASEAN ini. Mereka mengalami hal yang sama, banyak sekali insiden dalam satu tahun terakhir ini. Sehingga semua dalam mode penguatan cyber security ini,” ujar Juda Agung.
Dampak dari serangan siber ini, menurut Juda Agung akan memengaruhi sentimen kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan yang telah terdigitalisasi. Dan pada gilirannya juga akan mengganggu layanan sistem keuangan yang kini tengah diminati karena mempermudah transaksi.
“Keberhasilan serangan siber pada infrastruktur sistem keuangan yang terus terjadi pada gilirannya bisa menyebabkan turunnya kepercayaan pada sistem keuangan kita. Dan tentu saja terganggunya layanan sistem keuangan kita,” tegas Juda Agung.
Oleh sebab itu, dia mengatakan, untuk memperkuat ketahanan siber ini. BI akan mendorong penguatan ketahanan siber baik dari sisi BI sendiri maupun industri keuangan. Sebab, kelancaran penyelenggaraan sistem pembayaran dan keamanan data menurutnya penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
“Saat ini kami sedang formulasikan kebijakan ketahanan dan keamanan siber atau KKS yang bersifat end to end. Dimulai dari tata kelola ketahanan siber di industri, bagaimana langkah-langkah prevention, bagaimana langkah-langkah resolusinya jika terjadi serangan. Termasuk mekanisme koordinasi dengan otoritas industri dengan BI dan OJK,” ungkap Juda Agung.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting