Ada 12 BPR yang Ditutup OJK Karena Bangkrut

1128
Dana Pensiun Anda Tidak Bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun, Mulai Oktober 2024

 

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Berdasarkan laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhitung ada 12 bank BPR di negeri kita yang gulung tikar pada tahun ini. Hal ini terhitung sejak awal tahun 2024 ini.

OJK sendiri telah berupaya melakukan terobosan dalam meningkatkan perbankan di Indonesia. Salah satu upayanya dengan menggabungkan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) sejak Januari-Mei 2024.

Adapun, penutupan hingga 12 BPR oleh OJK sejak awal 2024 tercatat sudah melampaui angka tahun lalu. Bahkan, di atas rata-rata sepanjang 18 tahun terakhir. Angka ini sudah 3 kali lipat dibandingkan tahun 2023.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa setiap tahun ada sebanyak 6 hingga 7 BPR bangkrut.

Alasan utama bank-bank yang jatuh bangkrut itu disebabkan oleh kesalahan manajemen pemiliknya. Dan setelah diberikan kesempatan oleh OJK untuk melakukan upaya penyehatan, rata-rata Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR.

Berikut daftar BPR yang tutup:

1. BPR Wijaya Kusuma
BPR yang terletak di Madiun itu dicabut izinnya oleh OJK pada tanggal 4 Januari 2024. Hal itu disebabkan karena bank itu tidak dapat melakukan penyehatan sesuai ketentuan.

2. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
BPRS yang terletak di Mojokerto itu dicabut izinnya oleh OJK terhitung sejak tanggal 26 Januari 2024. Kondisi BPRS Mojo Artho sebelum ditutup telah masuk daftar pasien LPS dan kondisinya status terus memburuk. Hal ini karena bank tidak dikelola berdasarkan pada prinsip kehati-hatian.

3. BPR Usaha Madani Karya Mulia
BPR yang terletak di Surakarta itu dicabut izinnya oleh OJK pada 5 Februari 2024. Setelah gagal melakukan para pengurus dan pemegang saham gagal untuk melakukan penyehatan.

4. BPR Pasar Bhakti Sidoarjo
BPR yang terletak di Sidoarjo, Jawa Timur ini dicabut izin usahanya oleh OJK pada 16 Februari 2024.

5. BPR Purworejo
Berada di Purworejo, Jawa Tengah, BPR Purworejo dicabut izinnya oleh OJK sejak 20 Februari 2024.

6. BPR EDC Cash
BPR yang bertempatan di Tangerang Banten itu dicabut izinnya oleh OJK pada tanggal 27 Februari 2024.

7. BPR Aceh Utara
BPR Aceh Utara dicabut izinnya oleh OJK terhitung sejak tanggal 4 Maret 2024. Sebelumnya, BPR itu telah menyandang status Bank Dalam Resolusi (BDR) pada 12 Januari 2024.

Sekretaris LPS Dimas Yuliharto mengatakan ini disebabkan karena kondisi keuangan BPR Aceh Utara kian memburuk. Dan tidak mampu disehatkan kembali oleh pemiliknya. Sehingga LPS kemudian mengambil alih kepengurusan BPR tersebut.

8. PT BPR Sembilan Mutiara
OJK mencabut izin usaha BPR Sembilan Mutiara yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 1, Kelurahan Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas. Di Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatra Barat pada tanggal 2 April 2024. Setelah tanggal 21 Maret 2024, OJK menetapkan PT BPR Sembilan Mutiara dalam status pengawasan BDR.

9. PT BPR Bali Artha Anugrah
BPR Bali Artha Anugrah terletak di Denpasar, Bali. Proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah dan pelaksanaan likuidasi bank dilakukan setelah izin PT BPR Bali Artha Anugrah, dicabut oleh OJK. Hal ini terhitung sejak tanggal 4 April 2024.

Sebelumnya, 19 September 2023, OJK telah menetapkan BPR tersebut dalam status Bank Dalam Penyehatan. Kemudian, pada 19 Maret 2024, OJK mengubah status BPR tersebut menjadi dalam status pengawasan BDR karena tidak ada perbaikan kondisi bank tersebut.

10. PT BPRS Saka Dana Mulia
OJK mencabut izin usaha PT BPRS Saka Dana Mulia yang beralamat di Ruko Pramuka Square Blok A1 & A4 Jl. Pramuka Nomor 368 Mlati Lor. Di Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pada 19 April 2024.

Sejak 10 April 2023, OJK telah menetapkan BPRS Saka Dana Mulia dalam status Bank Dalam Penyehatan. Selanjutnya pada 12 Januari 2024, OJK mengubah statusnya menjadi pengawasan BDR.

11. BPR Dananta
PT BPR Dananta beralamat di Jalan Ronggolawe Ruko Nomor 19 A, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Dalam keterangan resmi OJK, dijelaskan pada 13 Desember 2023, otoritas telah menetapkan PT BPR Dananta dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan. Dengan pertimbangan Tingkat Kesehatan (TKS) memiliki predikat Tidak Sehat.

Kemudian pada 28 Maret 2024, OJK menetapkan PT BPR Dananta dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR). Dengan pertimbangan bahwa OJK telah memberikan waktu sesuai ketentuan kepada Direksi dan Dewan Komisaris BPR termasuk Pemegang Saham.

12. BPR Bank Jepara Artha
PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) beralamat di Jalan A.Yani No. 62 RT 001 RW 005 Pengkol, Kecamatan Jepara. Di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.

Pada 13 Desember 2023, OJK telah menetapkan PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) dalam status pengawasan Bank Dalam Penyehatan. Dengan pertimbangan TKS memiliki predikat Tidak Sehat.

Kemudian pada 30 April 2024, OJK menetapkan PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi. Hal ini karena belum ada upaya penyehatan yang dilakukan Direksi maupun Pemilik Modal.

Selanjutnya, OJK mencabut izin usaha BPR berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner LPS tanggal 13 Mei 2024 yang tidak dapat menyelamatkan BPR tersebut dari status BDR.

Target 2024
Purbaya mengatakan, LPS telah mendapat anggaran untuk menyelamatkan sebanyak 12 BPR tahun ini. Artinya, kemungkinan alokasi anggaran untuk BPR yang jatuh bangkrut itu sudah terpenuhi.

Namun dia menilai, hal itu tergantung dengan keadaan, bisa saja lebih sedikit atau lebih banyak yang akan jatuh bangkrut. Belum lagi, ada program konsolidasi BPR dari OJK.

Analis Vibiz Research Center melihat ada beberapa hal yang menyebabkan BPR bangkrut:

1. Masalah Kredit Macet:
BPR biasanya memberikan pinjaman kepada usaha kecil dan menengah serta individu yang umumnya memiliki risiko kredit lebih tinggi. Hal ini jika kita bandingkan dengan nasabah korporat besar. Ini termasuk pengusaha mikro yang memiliki akses terbatas terhadap sumber daya finansial dan mungkin rentan terhadap fluktuasi ekonomi.

BPR mungkin memiliki akses terbatas terhadap informasi kredit yang komprehensif tentang nasabah mereka, terutama nasabah yang beroperasi di wilayah pedesaan atau tidak memiliki jejak kredit yang jelas. Hal ini bisa membuat penilaian risiko kredit menjadi lebih sulit dan meningkatkan risiko kredit macet.

Jika terlalu banyak kredit macet yang diakibatkan pinjaman yang tidak dapat dilunasi, maka hal inilah yang dapat mengurangi modal bank. Dan akhirnya menyebabkan kebangkrutan.

2. Manajemen Risiko yang Buruk:

BPR yang tidak memiliki sistem manajemen risiko yang efektif, tentunya menyebabkan gagal mengelola risiko kredit, operasional, atau pasar dengan baik. Ini bisa menyebabkan pengambilan keputusan kredit yang kurang hati-hati atau pengawasan yang tidak memadai terhadap portofolio kredit.

Hal ini dapat menyebabkan kerugian besar yang akhirnya mengancam kelangsungan hidup bank. Memang untuk memiliki sistem manajemen risiko yang efektif memerlukan biaya yang cukup tinggi, sehingga seringkali hal ini diabaikan karena menyangkut soal anggaran biaya yang tinggi.

3. Kurangnya Likuiditas:
Bank BPR membutuhkan likuiditas yang cukup untuk memenuhi kewajiban kepada nasabah yang menarik kembali simpanan atau untuk membiayai pinjaman baru. Jika bank mengalami kesulitan dalam memperoleh atau menjaga likuiditas yang memadai, ini dapat menyebabkan masalah keuangan yang serius. Dan masalah likuiditas ini memang bukan saja dialami oleh BPR tetapi juga oleh bank umum konvensional lainnya di negara kita.

4. Regulasi yang Ketat atau Pelanggaran Hukum:
Pelanggaran regulasi atau hukum dapat mengakibatkan sanksi yang mahal atau kehilangan kepercayaan dari nasabah dan investor. Yang pada gilirannya dapat mempengaruhi keuangan bank secara negatif.

5. Manajemen yang Tidak Efektif:
Kurangnya pengawasan dan pengendalian internal yang tepat dari manajemen eksekutif dapat menyebabkan keputusan strategis yang buruk atau penyalahgunaan kepercayaan. Yang pada akhirnya dapat merugikan keuangan bank.

6. Perubahan Ekonomi yang Tidak Terduga:
Krisis ekonomi atau perubahan tiba-tiba dalam kondisi pasar dapat memberikan tekanan tambahan pada bank BPR. Terutama jika bank tersebut tidak memiliki cadangan yang cukup atau strategi mitigasi risiko yang memadai.

Kombinasi dari faktor-faktor di atas sering kali berkontribusi terhadap kebangkrutan bank BPR. Penting untuk bank BPR untuk memiliki manajemen risiko yang kuat, kepatuhan yang baik terhadap regulasi. Dan pengelolaan keuangan yang hati-hati untuk meminimalkan risiko keuangan dan menjaga keberlangsungan operasional mereka.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting