Modal Asing Banjiri Indonesia, Apa Saja Jurus BI untuk Menarik Modal Asing

251

 

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), minggu pertama Agustus 2024, terdapat capital inflow (aliran modal asing masuk) cukup besar di Indonesia. Aliran modal asing tersebut masuk di pasar SBN, SRBI dan saham.

Bahkan selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen sampai dengan 1 Agustus 2024 tercatat asing jual neto sebesar Rp28,04 triliun di pasar SBN. Lalu jual neto Rp2,20 triliun di pasar saham dan beli neto Rp173,32 triliun di SRBI.

Jadi berdasarkan data BI tersebut, ada aliran dana asing yang cukup besar masuk di pasar SBN, SBRI dan saham.

Data Aliran Modal Asing di Indonesia Q2 2021 – Q1 2024

Aliran Modal Asing dari Q2 2022 - Q1 2024
Sumber: Bank Indonesia, Trading Economics

Jika kita lihat data historis 3 tahun terakhir, maka aliran modal asing ke Indonesia sudah dimulai sejak Q2 2021. Kemudian bergerak naik dan meningkat cukup besar di Q3 2021. Lalu terjadi aliran keluar (capital outflow) di Q4 2021 sampai Q3 2022. Kemudian terjadi lagi capital inflow di Q4 2022 sampai Q1 2023. Selanjutnya, capital outflow di Q2 dan Q3 2023. Dan terjadi capital inflow yang cukup besar di Q4 2023, dilanjutkan ke Q1 2024 dengan jumlah yang mengecil.

Dari data historis maka aliran modal asing berfluktuatif masuk dan keluar dari Indonesia. Masuknya aliran modal asing ke Indonesia ini tentunya berkaitan dengan stabilitas nilai tukar Rupiah.

Gejolak nilai tukar pada paruh pertama tahun ini mulai mereda saat arus dana asing mulai membanjiri sistem pasar uang Indonesia. Bank Indonesia mencatatkan ada capital inflow sebesar Rp120 triliun pada semester I/2024.

Namun di tahun ini juga Indonesia mengalami capital outflow yang cukup besar sehingga dikenal dengan nama Tsunami Capital Outflow. Hal itu dinyatakan oleh Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso.

Ia mengungkapkan Indonesia sempat mengalami capital outflow dalam jumlah besar pada periode April-Juni 2024. Ia menyampaikan gejolak nilai tukar rupiah yang menembus Rp16.000 per dolar Amerika Serikat pada Mei-Juni 2024 disebabkan oleh arus keluar dana untuk pembayaran dividen.

“Setiap tahun memang peak season arus dana keluar mulai April, peak pada Mei-Juni 2024, karena share dividen. Kita enggak kaget [dengan fenomena] seperti ini, repatriasi dividen. Yang kita khawatirkan ketika periode ini terjadi berbarengan dengan sentimen risk off di global. Ini akan terkompensasi jika ada inflow di portofolio kita,” ujar Denny dalam diskusi dengan media di Waingapu, Dikutip dari financial.bisnis.com Senin (23/7/2024).

Perlu diketahui, risk off adalah fenomena investor yang cenderung menghindari risiko dari sebuah investasi. Pada Mei 2024, imbal hasil investasi pada surat utang Amerika, US Treasury Bonds, tenor 2 tahun, melesat mendekati 5%. Angka tersebut tercatat tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Akibatnya, pasar uang dan pasar saham bergejolak, dan banyak yang memilih menempatkan dana pada surat utang Amerika tersebut.

Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar tercermin kenaikan imbal hasil US Treasury Bonds. Nilai tukar rupiah sempat melemah hampir menyentuh level Rp16.500 per dolar AS.

Namun jika kita lihat data BI maka pada akhir Juni sampai awal Agustus terjadi capital inflow yang cukup besar masuk lagi ke Indonesia.
Lihat data Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah di bawah ini

Aliran Modal Asing Januari - Minggu 1 Agustus 2024
Sumber: Bank Indonesia, Data Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah Januari – Agustus Minggu 1 2024

Dari data di atas maka capital outflow terjadi dari tanggal 18 April – 7 Mei 2024 dengan nilai total 84,3 triliun. Sedangkan capital inflow terjadi dari 16 Mei – 2 Agustus 2024 dengan nilai total 748,86 triliun Rupiah.

Dan capital inflow terbesar terjadi pada tanggal 18 Juli 2024 dengan nilai 128.07 triliun Rupiah. Dan pembelian terbesar pada SRBI pada tanggal 18 Juli 2024 sebesar 162.15 triliun Rupiah.

Mengapa asing begitu memburu SRBI? Karena imbal hasil yang ditawarkan instrumen operasi moneter BI, SRBI ini lebih tinggi dibanding deposito perbankan.

Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, imbal hasil atau yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 yang tercatat masing-masing 7,30%, 7,39%, dan 7,43%.

Yield SRBI yang tinggi inilah yang menarik bagi pihak asing untuk menanamkan dananya di Indonesia dibandingkan menanamkan dananya di US Treasury.

Apa yang menyebabkan Modal Asing masuk lagi ke Indonesia?

Menurut Analis Vibiz Research Center ada beberapa hal yang menyebabkan aliran dana asing masuk ke Indonesia

1. Pertumbuhan Ekonomi yang Positif:

Di tengah ketidakpastian global ekonomi Indonesia masih tumbuh positif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2024 tumbuh sebesar 5,05% (yoy).

Hal ini dikonfirmasi oleh IMF. Dalam laporannya, IMF memproyeksikan kinerja ekonomi Indonesia akan tetap tinggi, yaitu 5.0% dan 5.1% di tahun 2024 dan 2025. Yakni di tengah beberapa risiko yang perlu diwaspadai seperti volatilitas harga komoditas, perlambatan pertumbuhan negara mitra dagang utama. Dan juga spillover akibat kondisi high-for-longer pada keuangan global.

2. Kebijakan Ekonomi:
Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan yang lebih ramah investasi, seperti reformasi regulasi, insentif pajak, atau kemudahan dalam berbisnis, yang membuat lingkungan investasi menjadi lebih menarik.
IMF memberikan apresiasi atas kebijakan yang telah ditempuh oleh otoritas Indonesia, yaitu komitmen Indonesia terhadap disiplin fiskal. Dikutip dari hasil ercermin IMF atas perekonomian Indonesia Laporan Article IV Consultation tahun 2024 (7/8/2024).

Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menurunkan inflasi sesuai dengan kisaran target yang telah ditetapkan yaitu dalam kisaran sasaran 2,5±1%.
Hal ini terbukti dari data BPS inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. IHK Juli 2024 secara tahunan tercatat 2,13% (yoy)

Ini dia upaya/jurus BI yang dilakukan untuk menarik modal asing.

Kebijakan moneter Bank Indonesia yang pro-stability. Misalnya untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dan pencapaian sasaran inflasi, Bank Indonesia terus mengoptimalkan berbagai instrumen moneter pro-market. Yaitu SRBI, SVBI, dan SUVBI.

Kebijakan ini juga dibuat BI untuk mempercepat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung aliran masuk modal asing ke dalam negeri.

Penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) telah mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri, tercermin dari kepemilikan nonresiden pada bulan Juli 2024 yang mencapai Rp220,35 triliun (28,42% dari total outstanding).

Implementasi Primary Dealer (PD) sejak Mei 2024 juga memperkuat efektivitas SRBI sebagai instrumen moneter dalam mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah dan pengendalian inflasi.

Hal kedua yang juga dilakukan oleh BI adalah penjualan SBN di pasar sekunder. ”Upaya untuk menjaga nilai tukar rupiah kami melakukan penjualan SBN di pasar sekunder dan akan berdampak pada kenaikan yield di pasar, kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, (Sumber: CNBC Indonesia, Kamis (21/7/2022)).

Karena Indonesia membutuhkan yield yang kompetitif untuk menarik investor bertahan dan masuk kembali ke Indonesia.

Mengingat aliran modal bergerak deras keluar alias (outflow) seiring dengan pengetatan kebijakan moneter global, terutama Amerika Serikat (AS). Jadi sementara dalam rangka mempersempit selisih yield dengan US Treasury, dilaksanakan kebijakan penjualan SBN.

Jadi dapat disimpulkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang resilien, dengan menariknya instrumen pro-market seperti SRBI akan menarik bagi investor asing untuk menanamkan dananya di Indonesia. Apalagi dengan adanya rencana pemangkasan suku bunga The Fed yang direncanakan bulan September 2024 mendatang, hal ini akan diikuti oleh bank sentral negara lain.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting