Bank-bank Asing Hengkang dari Indonesia, Pengaruh dari Digital Banking?

370
Bank-bank Asing Hengkang dari Indonesia, Pengaruh dari Digital Banking?

 

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Penulis mengamati adanya fenomenal satu persatu bank asing meninggalkan Indonesia. Ada apa gerangan yang terjadi dalam perbankan di Indonesia?

Beberapa faktor tentunya menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Ada yang berpendapat bahwa bank-bank asing itu dinilai kalah bersaing dengan bank-bank lokal.

Daftar Bank Asing yang hengkang dari Indonesia (sumber: CNBC Indonesia, 7 September 2024) dengan segala alasannya

1. PT Bank Commonwealth
Berita terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyetujui PT Bank Commonwealth (PTBC) bergabung menjadi bagian dari PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP).

Perlu diketahui, OCBC Indonesia telah melakukan penandatanganan Sale and Purchase Agreement (SPA) dengan Commonwealth Bank of Australia (CBA). Untuk membeli 99,00% saham unit usahanya di Indonesia, PTBC. OCBC Indonesia bermaksud untuk mengakuisisi sisa 1,00% saham PTBC dari pemegang saham lainnya. Nilai akuisisi tersebut diestimasikan mencapai Rp2,2 triliun.

Penggabungan kedua perbankan tersebut telah efektif terhitung sejak 1 September 2024. Dan kedua bank tersebut kini telah bersatu di bawah entitas OCBC Indonesia. Dengan menyatukan kekuatan, OCBC siap melayani basis nasabah yang lebih luas dengan solusi perbankan yang lebih komprehensif di Indonesia

2. Citi Indonesia

Citibank, N.A. Indonesia (Citi Indonesia) telah resmi menutup bisnis consumer banking setelah melakukan penjualan aset dan liabilitas kepada PT Bank UOB Indonesia. Tepatnya pada Senin (20/11/2023).

Pengalihan aset dan liabilitas consumer banking Citibank ke UOB Indonesia berlaku efektif mulai tanggal 18 November 2023.

Citi Indonesia menjual lini bisnis consumer banking untuk melakukan refocusing bisnis, di mana bank akan fokus dalam bisnis institutional banking di Indonesia. Citi Indonesia juga akan mengembangkan lini bisnis, seperti investment banking, corporate banking, commercial banking, transaction banking, market & treasury, custody hingga security services.

Usai penjualan ini, Citi Indonesia ke depannya akan fokus ke bisnis corporate banking. Dan tetap akan menyalurkan kredit consumer secara tidak langsung.

3. Rabobank Indonesia

Pada bulan April 2019, PT Rabobank Internasional Indonesia mulai menghentikan operasinya, setelah 29 tahun berbisnis di Indonesia. Tepatnya, Rabobank Indonesia berdiri pada tahun 1990.

Keputusan ini merupakan bagian dari strategi global dari Rabobank Group asal Belanda itu. Yakni, terkait dengan visi Banking for Food yang berfokus pada rantai pasokan internasional untuk sektor pangan dan agrikultur.

Rabobank memutuskan hengkang dari Indonesia karena alasan kerugian yang dialami selama bertahun-tahun. Berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan perseroan, hingga Maret 2019, perseroan melaporkan kerugian Rp 9,78 miliar.

Pada Desember 2019, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mengumumkan keputusan untuk mengakuisisi Rabobank Indonesia. Pembelian ini dilakukan melalui anak usaha BCA, BCA Finance.

4. Bank RBS Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha kantor cabang asing The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS) di Indonesia pada Februari 2018. Pencabutan ini dilakukan atas permintaan kantor pusat RBS di Belanda yang disampaikan pada OJK pada 1 November 2016.

RBS berhenti beroperasi karena induk usaha merubah strategi bisnis perusahaan, Selain menutup bisnis di Indonesia, RBS pusat juga menutup operasi di 24 negara lainnya. RBS Indonesia mulai beroperasi pada tahun 1969.

5. Bank ANZ Indonesia

Pada tahun 2018, PT Bank ANZ Indonesia asal Australia, resmi melepas bisnis ritel mereka di Indonesia kepada PT Bank DBS Indonesia asal Singapura. ANZ Indonesia sendiri telah berdiri di RI sejak tahun 1973.

Lini bisnis yang dilepas melingkupi kredit ritel dan layanan dana nasabah kaya atau wealth management. Tidak hanya di Indonesia, ANZ menjual lini bisnis miliknya itu di Singapura, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.

Penjualan ini mengakibatkan kerugian bagi ANZ sebesar US$ 265 juta atau sekitar Rp3,4 triliun. Langkah ini berkaitan dengan perubahan strategi dan fokus usaha ANZ di kawasan Asia.

6. Bank Barclays Indonesia

Barclays merupakan bank asing yang paling cepat meninggalkan Indonesia. Bank asal Inggris ini masuk Indonesia pada 2008 dengan mengakuisisi Bank Akita dan mengganti nama perusahaan jadi Bank Barclays Indonesia.

Ini sejalan dengan strategi raksasa bank di Inggris itu untuk reorganisasi melalui 3 divisi terpisah yakni Global Retail Banking (GRB). Corporate and Investment Banking and Wealth Management (CIBWM) dan Absa.
Absa adalah salah satu kelompok usaha finansial terbesar di Afrika Selatan.

Langkah ini menelan biaya hingga 100 juta pound atau sekitar US$ 150 juta. Barclays juga berniat menjual Bank Akita atau Bank Barclays Indonesia pada waktu yang tepat.

7. Bank Credit Agricole Indosuez

Ada juga bank asal Prancis yang memutuskan hengkang dari Indonesia. Dikutip dari Bank Indonesia, izin usaha Bank Credit Agricole Indosuez dicabut pada 27 Januari 2003.
Pencabutan izin itu atas permintaan pemegang saham.

Alasan utama bank hengkang dari Indonesia adalah memburuknya kinerja perseroan. Upaya restrukturisasi kredit dan penambahan modal yang sudah dilakukan tidak mampu menyelamatkan bank tersebut.

8. Standard Chartered Bank

Pada awal tahun 2023, Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI) juga menjual lini bisnis konsumer mereka kepada PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN). Di antara portofolio kredit yang dilepas SCBI adalah kredit pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit. Kredit perorangan (personal loan) dan auto loan milik SCBI pun akan dialihkan ke Bank Danamon.(sumber: Bisnis.com, 20 November 2023)

Dari ke-delapan bank tersebut maka sebagian besar bank-bank asing itu hengkang karena mengalami kerugian, bisa saja kalah bersaing dengan bank lokal khususnya untuk segmen retail banking. Namun juga karena strategi dari kantor pusat untuk fokus pada bisnis investment banking. Beberapa bank asing memang menilai bahwa lebih aman mereka bersaing di bisnis institutional banking dibandingkan konsumer banking.

Namun jika kita lihat dengan perkembangan zaman yang serba digitalisasi maka bisa saja bank-bank itu hengkang karena makin banyak nasabahnya beralih ke digital banking. Sehingga banyak kantor cabang yang harus ditutup, termasuk kantor regional di suatu negara.

Tak dapat dipungkiri arus digitalisasi di dunia ekonomi dan keuangan mengubah perilaku agen ekonomi. Kini masyarakat semakin menuntut layanan keuangan yang serba cepat, murah, dan aman.

Mencermati transformasi digital tersebut, maka disrupsi perbankan terjadi besar-besaran. Dulu masing-masing bank punya produk andalan untuk saling bersaing, namun kini tidak demikian, karena terjadi evolusi dalam dunia perbankan.

Kemajuan teknologi membantu bank untuk lebih efisien dan aman, dan layanan perbankan sebagian mulai beralih dari konvensional banking menjadi internet banking, dan munculnya fintech di negara kita.

Digital Banking bisa saja sebagai salah satu alasan mengapa bank-bank asing itu hengkang dari Indonesia selain strategi dari masing-masing bank tentunya.

Dampak digital banking pada perbankan pada umumnya

Digital banking telah memberikan dampak yang signifikan baik pada cabang fisik maupun ukuran keseluruhan bank.
Berikut adalah dampaknya:

Dampak pada Cabang Fisik

1. Pengurangan Cabang: Dengan meningkatnya penggunaan digital banking, banyak bank mengurangi jumlah cabang fisik mereka. Nasabah dapat melakukan sebagian besar transaksi perbankan secara online atau melalui aplikasi mobile, mengurangi kebutuhan untuk kunjungan langsung.

2. Rekonfigurasi Cabang: Bank yang tetap mempertahankan lokasi fisik seringkali mengubahnya menjadi pusat layanan khusus. Cabang-cabang ini mungkin fokus pada penyediaan layanan keuangan yang kompleks, nasihat pribadi, atau dukungan pelanggan, daripada menangani transaksi rutin.

3. Penghematan Biaya: Mengurangi jumlah cabang menurunkan biaya operasional, termasuk sewa, utilitas, dan tenaga kerja. Ini memungkinkan bank untuk mengalokasikan sumber daya ke infrastruktur digital dan pengembangan teknologi.

4. Integrasi Teknologi yang Ditingkatkan: Beberapa cabang didesain ulang untuk mengintegrasikan teknologi canggih, seperti kios layanan mandiri, alat manajemen akun digital. Dan fasilitas konferensi video untuk konsultasi jarak jauh.

Dampak pada Ukuran Bank

1. Skalabilitas dan Efisiensi:

Digital banking memungkinkan bank untuk mengembangkan operasinya dengan lebih efisien. Mereka dapat menangani basis pelanggan yang lebih besar tanpa perlu meningkatkan infrastruktur fisik secara proporsional. Dan menghasilkan model bisnis yang lebih ramping dan dapat diskalakan.

2. Kemunculan Neobank:

Munculnya bank yang hanya beroperasi secara digital (neobank) memperkenalkan pesaing baru di sektor keuangan. Bank-bank ini beroperasi tanpa cabang fisik, fokus sepenuhnya pada layanan digital. Yang seringkali memungkinkan mereka untuk menawarkan biaya yang lebih rendah dan suku bunga yang lebih kompetitif.

3. Konsolidasi:

Beberapa bank tradisional telah mengkonsolidasikan operasional mereka, bergabung dengan atau mengakuisisi institusi lain untuk memperluas kemampuan digital dan meningkatkan efisiensi. Tren ini telah menghasilkan pertumbuhan entitas perbankan yang lebih besar dan lebih maju secara teknologi.

4. Investasi dalam Teknologi:

Bank-bank berinvestasi besar-besaran dalam teknologi dan infrastruktur digital untuk mendukung platform online dan mobile mereka. Pergeseran investasi ini mencerminkan langkah strategis menuju kemampuan digital daripada memperluas ruang fisik.

5. Fleksibilitas Operasional:

Digital banking memungkinkan bank untuk beradaptasi lebih cepat terhadap perubahan kondisi pasar dan preferensi pelanggan. Mereka dapat memperkenalkan produk dan layanan baru lebih cepat serta merespons tren dengan lebih gesit.

6. Jangkauan Global:

Digital banking memungkinkan bank untuk memperluas layanan mereka melampaui batas geografis. Juga menjangkau audiens global tanpa perlu memiliki cabang fisik di setiap lokasi. Ini dapat meningkatkan ukuran pasar potensial dan basis pelanggan bagi bank.

Ringkasan Keseluruhan

Digital banking telah memicu perubahan dalam cara pandang cabang secara fisik dan ukuran suatu bank. Sementara banyak bank tradisional mengurangi jaringan cabang mereka dan merekonfigurasi ruang fisik, mereka juga memperluas kehadiran dan kemampuan digital mereka.

Pergeseran menuju digital telah memungkinkan efisiensi yang lebih besar, penghematan biaya, dan skalabilitas. Serta mendorong pertumbuhan model perbankan baru yang hanya berbasis digital.

Sehingga tidak heran, demi efisiensi banyak bank asing yang memilih untuk menutup cabangnya di Indonesia. Atau mengalihkan unit bisnis retailnya kepada bank lain.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting