(Vibiznews – Banking & Insurance) – Stabilitas sistem keuangan (SSK) pada semester I 2024 terjaga di tengah peningkatan tekanan eksternal seiring berlanjutnya ketidakpastian global.
Indeks SSK pada level yang terjaga didukung ketahanan perbankan dan Industri Keuangan Nonbank (IKNB). Serta terjaganya kinerja korporasi dan Rumah Tangga (RT).
Peningkatan tekanan eksternal berdampak terbatas pada sektor keuangan, sebagaimana tecermin pada akselerasi pertumbuhan intermediasi dan permodalan.
Kebijakan makroprudensial akomodatif memberikan ruang bagi pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, prospek intermediasi perbankan tetap kuat, outlook pertumbuhan kredit pada akhir tahun 2024 diprakirakan terjaga dalam sasaran 10-12%. Dan terus meningkat pada tahun 2025 dalam kisaran 11-13%.
Demikian fokus utama buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43, September 2024 yang bertema “Menjaga Resiliensi, Melanjutkan Momentum Pertumbuhan”.
Yang diluncurkan bersamaan dengan Kalkulator Hijau.
Peluncuran dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), di Jakarta pada hari Rabu (02/10).
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menekankan bahwa terdapat 3 tantangan SSK yang perlu menjadi perhatian bersama.
Pertama, adanya pergeseran lansekap perekonomian dunia sejalan dengan semakin meredanya ketidakpastian kebijakan moneter negara maju dan melambatnya tekanan inflasi global.
Tentunya siklus keuangan global yang melonggar ini dapat kita manfaatkan untuk mendorong pembiayaan ekonomi di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan ekonomi domestik.
Kedua, risiko operasional yang muncul dari digitalisasi keuangan dalam bentuk ancaman siber, risiko fraud. Dan risiko operasional dari layanan penyedia teknologi kritikal.
Ketiga, risiko perubahan iklim yang termaterialisasi menjadi risiko fisik dan risiko transisi. Laporan Risiko Global 2024 menunjukkan bahwa risiko iklim merupakan risiko terbesar kedua dalam jangka 2 tahun ke depan. Dan akan menduduki risiko terbesar dalam 10 tahun ke depan.
Oleh karena itu, BI bersinergi dengan Kemenko Marves menginisiasi Kalkulator Hijau sebagai langkah nasional dalam mencapai target net zero emission.
Kalkulator Hijau menyediakan pendekatan yang mudah dan sistematis dalam menghitung emisi dari aktivitas ekonomi. Sekaligus membantu perusahaan memahami dan mengurangi dampak lingkungannya.
Sejalan dengan itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Marves, Nani Hendiarti menyampaikan pentingnya meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi. Dimana perbankan berperan sentral.
Dalam rangka pengakuan emisi karbon debitur lembaga keuangan dan investor, maka laporan keberlanjutan yang berisi informasi emisi karbon debitur. Tentunya dapat menjadi pertimbangan pemberian pembiayaan di masa depan.
Kehadiran Kalkulator Hijau menjadi media penghitungan dan pemantauan emisi karbon yang bisa digunakan oleh sektor perbankan. Dan pelaku usaha sangat penting dalam upaya menuju keuangan berkelanjutan.
Langkah bersama ini, akan mendorong partisipasi aktif perbankan dan pelaku usaha berkontribusi dalam pencapaian target National Determine Contribution (NDC) pada 2030 (32% reduksi CO2). Dan Net Zero Emission pada 2060, serta meningkatkan pembiayaan pembangunan dalam proses transisi ke depan.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting