(Vibiznews – Economy & Business) – “Ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat disertai risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo. Yang dinyatakan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu (18/12/2024).
Penyebabnya, kata Perry adalah rencana kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor komoditas dan cakupan negara yang lebih luas sehingga menimbulkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
Perkembangan ini disertai eskalasi ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah dunia mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 mendatang diperkirakan akan melambat. Menjadi 3,1% padahal sebelumnya ekonomi global diperkirakan mampu tumbuh 3,2%.
Demikian juga inflasi dunia juga akan meningkat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok supply dunia. (Sumber: CNBC Indonesia, 18/12/2024)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ekonomi dunia diperkirakan akan menghadapi tantangan berat pada tahun depan. Proyeksi IMF pun menunjukkan pertumbuhan ekonomi dunia akan stagnan di kisaran 3,2% pada 2025.
Hal ini diungkapkan oleh Menkeu dalam Annual International Forum of Economic Development and Public Policy (AIFED) ke-13 di Bali, Senin (2/12/2024).
“Hambatan ini akan menimbulkan kewaspadaan serta respons dari kami, Indonesia, sebagai ekonomi terbuka untuk terus berinteraksi dengan ekonomi global, baik melalui perdagangan dan investasi,” ujar Sri Mulyani. (Sumber: CNBC Indonesia, 2/12/2024).
Di sisi lain, konflik geopolitik terus meningkat dan arah kebijakan moneter semakin kompleks. Mengenai suku bunga, gambaran tahun lalu menunjukkan tren suku bunga tinggi.
Namun, tahun ini, suku bunga bisa tinggi, rendah dan mungkin semakin tinggi atau bahkan sedikit menurun di beberapa wilayah. Keberagaman kebijakan moneter akan menciptakan lingkungan yang kompleks bagi kita semua.
Pertumbuhan Ekonomi Global 2022-2025

Bagaimana Kondisi Ekonomi Global Tahun 2025?
Menurut IMF
Pada 2025, situasi ekonomi global diperkirakan masih akan menghadapi tantangan besar. Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,2% pada 2025. Awalnya, IMF memberikan prediksi angka 3,3% untuk pertumbuhan ekonomi global pada 2025. Namun, prediksi tersebut dipangkas menjadi 3,2% karena adanya peringatan meningkatnya risiko perang dan proteksionisme perdagangan. (Sumber: Media Keuangan, 2/12/2024)
Morgan Stanley
Proyeksi Ekonomi Global 2025: Kebijakan AS Mungkin Membatasi Pertumbuhan Global
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan sekitar 3% pada 2025 dan 2026. Karena kebijakan tarif dan imigrasi mulai memperlambat perekonomian AS pada akhir tahun depan. Dan kinerja China yang buruk membatasi pasar berkembang. (Sumber: Morgan Stanley, 27 November 2024
Berikut adalah beberapa perkembangan ekonomi di seluruh dunia yang akan penting bagi para investor di tahun yang akan datang.
Poin-poin penting
- Perekonomian global diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,0% pada 2025 dan 2,9% pada 2026, mengalami pelemahan secara moderat seiring dengan meningkatnya ketidakpastian dan kebijakan tarif serta imigrasi di AS yang mulai memperlambat aktivitas.
- Inflasi terus menuju normal, meredakan kekhawatiran utama bagi pembuat kebijakan dan investor, tetapi kemajuan mungkin melambat dan dapat bervariasi antar negara.
- Pertumbuhan Eropa mungkin mencapai kecepatan stabil sekitar 1%, namun gangguan perdagangan global dapat menjadi hambatan.
- China terus berjuang melawan deflasi karena tarif menjadi risiko bagi sektor manufaktur negara yang terlalu banyak berinvestasi, sementara konsumsi dan stimulus mungkin tetap tidak mencukupi.
- Jepang terus menjauh dari dekade-deflasinya, dengan tren inflasi upah yang terjalin dan inflasi sekitar 2%.
Dua narasi mendominasi pasar pada 2024: pemilu dan inflasi di Amerika Serikat. Ke depan, dampak dari keduanya seharusnya terus bergema melalui perekonomian global dengan tingkat yang bervariasi dalam beberapa tahun mendatang.
Inflasi, yang telah menjadi kekhawatiran bagi pembuat kebijakan dan investor dalam beberapa tahun terakhir, terus menormalkan. Namun, rincian spesifiknya akan bervariasi antar negara.
Di AS, inflasi mungkin kembali naik pada akhir 2025 karena harga dan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Akibat kebijakan tarif dan imigrasi baru, sebelum kembali melanjutkan tren penurunan pada 2026 seiring melambatnya pertumbuhan. Di kawasan euro dan Inggris, inflasi seharusnya mereda secara bertahap di tengah risiko pertumbuhan yang mendasari.
Di Jepang, di mana deflasi telah menjadi masalah ekonomi dominan selama beberapa dekade. Inflasi mungkin turun sedikit di bawah target 2% Bank of Japan pada 2026. Sementara itu, China terus berjuang melawan deflasi.
Ekonom Morgan Stanley memperkirakan deflator PDB di China akan nyaris pulih ke wilayah positif. Hal ini seiring dengan munculnya kembali pasokan berlebih akibat gangguan perdagangan.
Sementara itu, di AS, penurunan Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut. Federal Reserve Kamis 19/12/2024 dinihari mengumumkan keputusannya untuk menurunkan suku bunga seperempat poin lagi pada pertemuan terakhir mereka tahun 2024.
Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi. Baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang. Yield UST tenor 2 tahun di triwulan IV 2024 sebesar 4,2% bisa menjadi 4,5% di akhir tahun 2025. Sementara yield UST tenor 10 tahun yang sekarang 4,3% akan naik menjadi 4,7% pada akhir tahun 2025.
Demikian juga penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut terlihat dari Dollar Index yang saat ini mencapai 108,42. (Sumber: Laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah BI per 20 Desember 2024). Dan diperkirakan akan naik lebih tinggi di tahun 2025. Hal ini disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
Hal ini tentunya meningkatkan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang.
Perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global tersebut memerlukan respons kebijakan yang kuat.
Kesimpulan
Pertumbuhan Ekonomi Global tahun 2025 cenderung melambat dipicu oleh ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat yang disebabkan oleh:
- Eskalasi ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah dunia seperti perang Rusia dan Ukraina yang masih berlanjut, konflik di Timur Tengah yang berkepanjangan.
- Rencana kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor komoditas dan cakupan negara yang lebih luas sehingga menimbulkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
- Inflasi dunia juga akan meningkat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok supply dunia.
Oleh karena itu diperlukan respons kebijakan yang kuat, terutama untuk memitiasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Indonesia memerlukan kebijakan antara lain untuk menarik investor yang akan melakukan realokasi pabrik-pabrik dari China. Akibat kebijakan tarif yang dikenakan Amerika terhadap China.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting



