Outlook Investasi SBN di Tahun 2025, Apa Daya Tarik dan Tantangannya?

308
Outlook Investasi SBN di Tahun 2025
Sumber: Instagram DJPPR

 

(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Surat Berharga Negara (SBN) terus menunjukkan daya tarik sebagai instrumen investasi yang aman dan menguntungkan. Karena SBN adalah instrumen yang diterbitkan pemerintah dan terbukti bebas risiko, menjadikannya pilihan menarik bagi para investor.

SBN memiliki berbagai jenis, dari obligasi ritel hingga surat utang negara, baik konvensional maupun syariah. Imbal hasil yang ditawarkanpun sangat menarik.

SBN juga berfungsi menjadi penopang pendanaan oleh pemerintah untuk membiayai kebutuhan negara pada tahun 2025. Kenaikan penerbitan Surat Utang Negara diperkirakan dapat melampaui surat utang yang dikeluarkan perusahaan untuk kebutuhan ekspansi bisnis dan pembayaran utang jatuh tempo.

Di tengah tantangan global dan optimisme domestik, Surat Berharga Negara (SBN) termasuk SBN ritel menjadi salah satu pilihan investasi yang menarik untuk tahun 2025.

Bahkan pada tanggal 27 Desember 2024 terdapat kesepakatan BI dan Kemenkeu merencanakan penerbitan SBN di pasar domestik sebagai salah satu upaya untuk membiayai defisit APBN 2025 sebesar Rp 616 triliun.

Demikian juga untuk menjaga kecukupan likuiditas Bank Indonesia akan melakukan operasi moneter dengan melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder pada tahun 2025.

Selanjutnya ada SBN ritel yang merupakan instrumen ideal bagi individu yang mengutamakan keamanan aset namun tetap menginginkan imbal hasil menarik.
Dengan imbal hasil kompetitif, keamanan tinggi, serta dukungan kebijakan pemerintah, instrumen ini cocok untuk investor berbagai profil risiko.

Pertumbuhan investor SBN

Berdasarkan Laporan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat pertumbuhan investor Surat Berharga Negara (SBN) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Pertumbuhan Investor Periode 2021 – Nov 2024

Pertumbuhan Investor SBN Periode 2021-Nov 2024
Sumber: KSEI

Berdasarkan data di atas maka terlihat pertumbuhan investor SBN dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Pada akhir 2021, jumlah investor SBN sebanyak 611 ribu, kemudian naik menjadi 831 ribu di akhir 2022, lalu menjadi 1 juta di akhir 2023
Kemudian, data KSEI per Oktober 2024 kembali mengalami peningkatan mencapai 1,17 juta investor dan November 2024 meningkat menjadi 1,18 juta.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Bibit, Hilmawan Kusumajaya berharap di tahun 2025 jumlah investornya akan meningkat lagi, sehingga bersama-sama dapat memperkuat pasar keuangan domestik. (Sumber: Tribunnews, 13 Desember 2024)

Tabel Komposisi Investor Lokal-Asing Akhir November 2024

Komposisi Investor Lokal-Asing SBN Nov 2024
Sumber: KSEI. Akhir November 2024

Berdasarkan data di atas kepemilikan asing atas SBN per akhir November 2024 sebesar 1,64%

Pertumbuhan SBN Ritel

Perlu diketahui, penjualan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel sepanjang 2024 mencapai Rp148,36 triliun dan berhasil menjaring 450.191 investor. Meskipun nilai penjualan hanya naik tipis dibandingkan 2023 yang senilai Rp147,4 triliun, namun cukup positif di tengah gejolak pasar modal sepanjang 2024.

Realisasi Penjualan SBN Ritel 2024 dan Jumlah Investor

SBN Ritel      Penjualan Jumlah      Investor      Total Investor Baru
ORI025         Rp 23,92 triliun            65.589            22.582
SR020          Rp 21,36 triliun            63.009            16.039
ST012          Rp 19,65 triliun            76.371            19.308
SBR013        Rp 19,45 triliun            60.508            17.775
SR021          Rp 24,22 triliun            63.622            14.778
ORI026        Rp 19,36 triliun            50.625            15.830
ST013          Rp 20,40 triliun            70.467            17.391
Total            Rp148,36 triliun          450.191          123.703

Sumber : Kemenkeu, diolah Bareksa, 27 Desember 2024

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto menyatakan di tengah gejolak pasar akibat ketidakpastian global. SBN Ritel terbukti masih mampu menjaring minat investor.

Hal ini tampak dari banyak investor baru yang berinvestasi di SBN Ritel sepanjang 2024. Ini karena SBN Ritel menawarkan imbal hasil menarik dan kebutuhan investor akan instrumen aman di tengah gejolak pasar.

“Penambahan jumlah investor menjadi salah satu indikator positif yang sejalan dengan berbagai tujuan penerbitan SBN Ritel, yaitu untuk pendalaman pasar, mewujudkan masyarakat investment society, serta mendukung pembangunan nasional,” ujar Suminto (Sumber: Bareksa, 27 Desember 2024).

Sepanjang tahun 2024, realisasi penjualan SBN Ritel menunjukkan pertumbuhan meskipun di tengah tantangan pasar. Realisasi penjualan SBN Ritel 2024 sebesar Rp148,36 triliun yang mengalami peningkatan signifikan (297,7%) dibanding lima tahun lalu (Rp49,89 triliun).

Serta peningkatan jumlah investor, termasuk investor baru (122.769 investor baru di tahun 2024 dibandingkan 76.315 investor baru di tahun 2019). Hal ini menandakan semakin baiknya literasi keuangan masyarakat.

Juga mencerminkan efektivitas program literasi dan upaya pemerintah dalam memastikan aksesibilitas instrumen investasi yang aman dan menarik.

Kepala Divisi Riset Pefindo Suhindarto memproyeksikan, rata-rata kupon SBN ritel di tahun depan berkisar antara 5,7% – 6%, meski juga tergantung dari tenor. Proyeksi tersebut didasarkan pada spread wajar antara kupon SBN dengan yield 10 tahun yang merupakan benchmark di pasar keuangan.

Adapun sepanjang tahun 2024, kisaran kupon SBN ritel berada dalam kisaran 6,3%-6,5%. Kupon terendah di 6,25% dan kupon tertinggi di 6,55%. Meski terjadi penurunan, Suhindarto melihat SBN ritel akan tetap laris manis di tahun depan. Imbal hasil yang lebih tinggi daripada bunga deposito menjadi faktor penarik bagi investor ritel. (Sumber: Kontan.co.id, 10 Desember 2024)

Selain itu, SBN memiliki tingkat risiko yang sangat rendah dan karena itu, dianggap sebagai aset bebas risiko (risk-free assets).

Peluang dan Tantangan SBN di tahun 2025

Prospek Investasi SBN tahun 2025

Beberapa faktor kunci:

1. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 berdasarkan laporan RDG BI 18/12/2024 berada dalam kisaran 4,8–5,6%, hal ini didorong kebijakan fiskal agresif pemerintah. Inflasi juga diperkirakan terkendali di bawah 2,6 persen.

2. Bank Indonesia (BI) berpeluang menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin, yang akan mendukung penguatan harga obligasi. Secara global, The Fed diprediksi melonggarkan kebijakan moneter, memberikan sentimen positif tambahan.

3. Selain prospek pertumbuhan, pajak kupon SBN yang hanya 10 persen memberikan daya tarik lebih besar dibandingkan instrumen keuangan lainnya. Ini menjadikan SBN pilihan efisien bagi investor, terutama yang ingin mendukung pembangunan nasional.

4. Rencana penerbitan surat berharga negara (SBN) pada 2025 yang meningkat diperkirakan menjadi salah satu faktor imbal hasil yang ditawarkan pemerintah naik.

5. Pajak lebih rendah dari deposito yakni 10% berbanding dengan 20%.

Tantangan SBN

SRBI lebih diminati karena suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kembali meningkat di tengah melemahnya nilai tukar rupiah. Meski begitu, efeknya diperkirakan tidak akan terlalu mempengaruhi pasar obligasi.

Sebagai informasi, tren penerbitan SRBI cenderung mengikuti pergerakan mata uang rupiah. Ketika nilai tukar rupiah cenderung tertekan, maka terjadi tren kenaikan nominal penerbitan SRBI serta diikuti oleh imbal hasil SRBI yang cenderung lebih tinggi.

Dengan naiknya suku bunga SRBI maka instrumen SRBI akan menjadi lebih menarik dibandingkan surat berharga negara (SBN). Namun, jika jangka panjang dan melihat arah suku bunga ke depan yang akan turun, maka SBN dinilai tetap lebih menarik karena harganya ke depan akan naik.
Selain itu, untuk hold to maturity juga SBN akan cukup menguntungkan karena kupon yang tinggi.

Menurut Analis Vibiz Research Center secara konsep, SRBI merupakan subtitusi dari SBN. Meski mendukung untuk menyerap likuiditas, tetapi, karena sama-sama instrumen bebas risiko dan saling menggantikan, maka suku bunga SRBI yang tinggi akan membuat investor institusi lebih memilih SRBI dibandingkan SBN.

Jadi jika suku bunga SRBI per 17 Desember 2024 berada di kisaran level 7,14% – 7,24%, tenor 6-12 bulan, akan berdampak negatif terhadap permintaan SBN. Karena yield SBN lebih rendah, di mana imbal hasil SBN tenor 2 tahun dan 10 tahun, masing-masing adalah 6,87% dan 7,04%. Ini sejalan dengan tingginya yield UST tenor 10 tahun. (Sumber: Rapat Dewan Gubernur BI, 18 Desember 2024)

Prospek SBN

Untuk jangka pendek ini, yield SBN diperkirakan akan bergerak volatile karena gejolak yang terjadi di pasar keuangan global. Meski begitu, pada akhir tahun 2024, beberapa analis memperkirakan yield akan kembali melandai mengasumsikan suku bunga kembali dipangkas.

Sementara menurut laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah (27 Desember 2024), Yield SBN tenor 10 tahun 7,00% (yoy).

SBN diperkirakan masih cukup menarik di tahun 2025, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian global terutama kondisi Amerika Serikat (AS) yang mengalami perlambatan. Hal ini terindikasi dari inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja AS yang melonggar, akan membuka jalan penurunan suku bunga bank sentral global terutama The Fed.

Nah, faktor penurunan suku bunga The Fed juga selanjutnya akan mendukung aliran modal asing ke pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Sehingga, penerbitan SBN di tahun 2025 juga akan menjadi salah satu daya tarik investor global yang mengejar yield tinggi.

Hal menarik lainnya di tahun 2025 adalah tahun puncak SBN jatuh tempo, sebesar Rp 722,50 triliun surat utang akan jatuh tempo. SBN yang jatuh tempo ini akan digunakan untuk refinancing, sehingga dari sisi supply /pasokan tinggi, dan berakibat harga SBN lebih rendah.

Harga SBN yang rendah membuat imbal hasil SBN lebih tinggi, apalagi target imbal hasil di tahun depan pada level 7,1%. Tentu saja ini menjadi faktor yang menarik investor untuk berinvestasi di SBN. Persentase tersebut 50 basis poin lebih tinggi daripada persentase wajar saat ini.

Selain itu seperti dikemukakan di atas, SBN Ritel terbukti masih mampu menjaring minat investor di tengah gejolak pasar akibat ketidakpastian global. Hal itu dibuktikan dengan penambahan jumlah investor di tahun 2024 dan realisasi penjualan SBN Ritel 2024 yang meningkat signifikan 297,7% dibandingkan lima tahun yang lalu.

Tren positif ini menggarisbawahi peran strategis SBN Ritel sebagai instrumen penting dalam memperluas basis investor dan mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, prospek investasi SBN di tahun 2025 masih menarik karena memiliki tingkat risiko yang sangat rendah dan karena itu dianggap sebagai aset bebas risiko (risk-free assets).

Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, seperti perang tarif dan tingginya suku bunga global, serta persaingan instrumen domestik, SBN Ritel tetap menarik di 2025.

Proyeksi rata-rata kupon SBN ritel di tahun depan berkisar antara 5,7% – 6% diperkirakan tetap kompetitif. Karena imbal hasil masih lebih tinggi daripada bunga deposito. Hal ini memberikan daya tarik bagi investor domestik yang mencari instrumen investasi aman dan stabil.

Yield SBN 10 tahun yang tinggi, ditargetkan sebesar 7,1% di tahun 2025 berdasarkan Nota Keuangan & RAPBN 2025. (sumber: Bisnis.com, 16 Agustus 2024)
Yield yang tinggi dari SBN menjadi daya tarik investor institusi seperti perbankan dan investor asing.

Selain prospek pertumbuhan, pajak kupon SBN lebih rendah dari deposito yakni 10% berbanding dengan 20%. Hal ini tentu menjadi daya tarik lebih besar dibandingkan instrumen keuangan lainnya.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting