(Vibiznews-Kolom) Perubahan akuntansi Coinbase baru-baru ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang kepemilikan aset kripto pelanggan dan dampaknya terhadap industri kripto global, termasuk di Indonesia. Dalam laporan keuangan terakhirnya, Coinbase mencatat penurunan besar dalam aset dan liabilitasnya, dari $291 miliar menjadi $23 miliar hanya dalam beberapa bulan. Perubahan ini menunjukkan bagaimana pencatatan keuangan di bursa kripto masih menjadi area abu-abu, yang dapat memengaruhi regulasi dan kepercayaan investor, terutama di pasar yang berkembang seperti Indonesia.
Kondisi Global dalam Industri Kripto Industri kripto di seluruh dunia tengah menghadapi tantangan besar terkait transparansi dan keamanan aset pelanggan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan terus memperketat regulasi untuk memastikan bahwa aset yang disimpan di bursa benar-benar dimiliki oleh pelanggan, bukan oleh bursa itu sendiri. Isu ini muncul akibat beberapa kasus kebangkrutan bursa besar, seperti FTX, yang mengakibatkan hilangnya miliaran dolar aset pelanggan.
Di Amerika Serikat, Securities and Exchange Commission (SEC) semakin agresif dalam mengawasi bursa kripto, menuntut transparansi lebih lanjut dalam pencatatan keuangan dan memastikan bahwa pelanggan memiliki hak penuh atas aset mereka. Uni Eropa melalui regulasi Markets in Crypto-Assets (MiCA) juga berupaya menetapkan standar bagi perusahaan kripto agar mereka tidak dapat menggunakan aset pelanggan untuk keperluan internal atau spekulatif. Jepang dan Korea Selatan telah lama mewajibkan bursa menyimpan aset pelanggan dalam akun yang terpisah dari aset perusahaan, guna menghindari penyalahgunaan atau kebangkrutan.
Selain itu, perkembangan teknologi blockchain dan kehadiran regulasi baru di berbagai negara semakin mendorong adopsi model penyimpanan aset berbasis self-custody. Banyak investor kini lebih memilih dompet pribadi atau cold storage untuk menghindari risiko penyalahgunaan dana oleh bursa. Fenomena ini juga didukung oleh meningkatnya jumlah perusahaan yang menyediakan layanan penyimpanan aset digital berbasis desentralisasi.
Implikasi bagi Regulasi di Indonesia Indonesia melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah mengatur aset kripto sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan secara legal di bursa berjangka. Namun, dengan berkembangnya ketidakpastian global mengenai kepemilikan aset di bursa, Bappebti dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mungkin perlu memperkuat regulasi yang memastikan bahwa aset pelanggan benar-benar aman dan tidak dapat diklaim oleh bursa dalam situasi tertentu.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah memperketat aturan penyimpanan aset kripto oleh bursa lokal seperti Indodax dan Tokocrypto. Saat ini, Indonesia masih mengizinkan bursa menyimpan aset pelanggan, tetapi jika ketidakpastian global terus berkembang, kemungkinan besar regulasi akan bergerak ke arah yang lebih ketat, seperti kewajiban bagi bursa untuk menggunakan pihak ketiga dalam menyimpan aset pelanggan guna mencegah risiko mismanajemen atau kebangkrutan bursa.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga dapat mempertimbangkan untuk mewajibkan bursa menerapkan skema asuransi aset pelanggan. Hal ini bisa menjadi langkah mitigasi jika terjadi kebangkrutan atau pencurian aset di dalam platform perdagangan digital. Keberadaan cadangan asuransi bisa membantu menumbuhkan kepercayaan investor terhadap industri ini.
Kepercayaan Investor dan Dampak terhadap Pasar Kripto di Indonesia Banyak investor ritel di Indonesia yang menyimpan aset mereka di bursa lokal maupun global seperti Binance dan Coinbase. Jika muncul kekhawatiran bahwa aset yang mereka miliki di bursa bukan sepenuhnya milik mereka, ini dapat mengurangi kepercayaan terhadap ekosistem kripto secara keseluruhan. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan permintaan terhadap dompet pribadi (self-custody wallet) sebagai alternatif penyimpanan yang lebih aman.
Selain itu, volatilitas harga kripto juga bisa terpengaruh. Jika ada penurunan kepercayaan terhadap bursa besar seperti Coinbase, ada kemungkinan besar terjadi aksi jual besar-besaran yang akan mempengaruhi pasar global dan merembet ke Indonesia. Dalam jangka panjang, investor institusional yang baru mulai melirik aset kripto di Indonesia mungkin akan lebih berhati-hati dalam melakukan investasi.
Meningkatnya ketidakpastian regulasi dan potensi risiko bagi investor ritel juga bisa mendorong pergeseran pola investasi ke aset yang lebih stabil. Dalam skenario ini, investor Indonesia mungkin akan lebih banyak beralih ke aset tradisional seperti emas atau obligasi dibandingkan dengan aset digital yang memiliki risiko lebih tinggi.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan Di tengah ketidakpastian regulasi dan kepemilikan aset di bursa, muncul peluang bagi pengembangan teknologi blockchain yang lebih transparan dan desentralisasi. Konsep decentralized finance (DeFi) semakin menarik perhatian sebagai alternatif sistem keuangan yang tidak memerlukan perantara seperti bursa. Dengan DeFi, pengguna dapat menyimpan dan memperdagangkan aset mereka secara langsung melalui protokol yang berjalan di atas blockchain, mengurangi risiko penyalahgunaan oleh pihak ketiga.
Namun, adopsi DeFi di Indonesia masih menghadapi kendala regulasi. Saat ini, belum ada kebijakan yang secara spesifik mengatur transaksi berbasis DeFi, meskipun pemerintah mulai mengakui potensinya dalam meningkatkan inklusi keuangan. Jika regulasi dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini, DeFi bisa menjadi solusi bagi investor yang mencari keamanan lebih dalam kepemilikan aset digital.
Arah Masa Depan Regulasi Kripto di Indonesia Menghadapi ketidakpastian ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh regulator di Indonesia. Memperketat aturan kepemilikan aset pelanggan agar bursa wajib menyimpan aset pelanggan di pihak ketiga yang diawasi oleh regulator, sehingga bursa tidak bisa mengklaim aset tersebut dalam situasi tertentu. Meningkatkan transparansi laporan keuangan bursa kripto lokal agar bursa di Indonesia diwajibkan untuk menerbitkan laporan keuangan yang lebih transparan guna memastikan bahwa tidak ada praktik akuntansi yang dapat merugikan pelanggan. Meningkatkan edukasi bagi investor ritel karena banyak investor di Indonesia yang belum memahami sepenuhnya risiko menyimpan aset di bursa. Kampanye edukasi yang lebih luas tentang pentingnya self-custody dan risiko terkait kepemilikan aset bisa menjadi salah satu langkah mitigasi.
Baca juga : OJK Kaji Aturan Reksa Dana Berbasis Kripto (ETF)
Di samping itu, Indonesia bisa mempertimbangkan untuk membentuk lembaga khusus yang bertanggung jawab mengawasi industri kripto secara lebih rinci. Saat ini, pengawasan masih terbagi antara Bappebti dan OJK, tetapi dengan semakin besarnya industri ini, pengawasan yang lebih terfokus bisa menjadi langkah strategis.
Kesimpulannya, perubahan akuntansi Coinbase dan pertanyaan tentang kepemilikan aset pelanggan menjadi pengingat bagi regulator dan investor di Indonesia bahwa transparansi dan keamanan dalam perdagangan aset digital adalah hal yang sangat penting. Dengan langkah-langkah regulasi yang tepat, Indonesia dapat memastikan bahwa pasar kriptonya tetap berkembang dengan cara yang lebih aman dan stabil bagi semua pihak yang terlibat. Dalam jangka panjang, regulasi yang lebih ketat dan jelas dapat meningkatkan kepercayaan investor dan mempercepat adopsi kripto secara lebih luas di tanah air.