IHSG Jebol Level 6.300, Ancaman Baru atau Peluang Besar?

Penurunan IHSG pada 28 Februari 2025 memang menjadi tantangan bagi pasar keuangan Indonesia, tetapi sejarah menunjukkan bahwa pasar saham bersifat siklis. Dengan fundamental ekonomi yang masih solid, pemulihan dalam jangka menengah hingga panjang tetap memungkinkan bagi IHSG.

928
Pilihan Investasi Menarik di Tengah Volatilitas Pasar Keuangan

(Vibiznews-News Insight) Penurunan IHSG pada 28 Februari 2025 menjadi sorotan utama di pasar keuangan Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam sebesar 185,30 poin atau sekitar 2,86%, turun dari 6.485,45 ke 6.300,14 pada pukul 11:30 WIB. Bahkan, indeks sempat menyentuh titik terendah di 6.292,32. Kejatuhan ini mencerminkan volatilitas tinggi di tengah berbagai faktor global dan domestik yang memengaruhi kepercayaan investor. Banyak analis menyebutkan bahwa ini adalah salah satu penurunan harian terbesar dalam beberapa bulan terakhir, sehingga meningkatkan kecemasan pelaku pasar.

Tekanan dari kebijakan moneter The Federal Reserve menjadi salah satu penyebab utama. Sinyal kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dari perkiraan membuat investor global mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman, seperti obligasi AS. Akibatnya, modal asing keluar dari pasar saham Indonesia. Selain itu, ketegangan geopolitik dan koreksi di indeks saham utama dunia, seperti S&P 500 dan Nasdaq, turut menambah beban bagi IHSG. Ketidakpastian di pasar global memicu reaksi negatif di berbagai sektor, terutama sektor teknologi dan keuangan yang cenderung lebih rentan terhadap sentimen suku bunga tinggi.

Dari sisi domestik, data ekonomi Indonesia yang kurang menggembirakan memperparah tekanan di bursa. Pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi yang meningkat, dan defisit neraca perdagangan menjadi perhatian utama investor. Bank Indonesia yang berpotensi menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi juga memicu kekhawatiran karena dapat mengurangi daya tarik saham di tengah meningkatnya biaya pinjaman bagi perusahaan. Selain itu, kondisi ekonomi global yang masih belum stabil menambah risiko yang harus dihadapi oleh investor di Indonesia.

Aksi jual besar-besaran oleh investor ritel dan institusi juga menjadi faktor pendorong penurunan IHSG. Banyak investor melakukan profit taking setelah reli panjang di pasar saham. Kepanikan yang terjadi menyebabkan reaksi berantai di mana semakin banyak investor menjual saham mereka untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Fenomena panic selling ini sering kali memperburuk situasi karena harga saham turun lebih dalam daripada yang seharusnya. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turut memperburuk sentimen pasar karena meningkatkan biaya utang bagi perusahaan yang memiliki eksposur terhadap mata uang asing. Rupiah yang melemah juga berpotensi menekan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya bisa berdampak pada performa perusahaan di sektor konsumsi.

Penurunan IHSG ini memiliki dampak luas terhadap berbagai sektor dan pelaku pasar. Investor ritel mengalami penurunan nilai portofolio, sementara investor institusional harus menyesuaikan strategi mereka untuk mengurangi risiko volatilitas. Emiten yang harga sahamnya anjlok akan menghadapi tantangan dalam memperoleh pendanaan baru. Perbankan, perusahaan sekuritas, dana pensiun, dan asuransi juga terkena imbas dari kondisi pasar yang kurang kondusif. Banyak perusahaan yang berencana melakukan ekspansi harus menunda rencana mereka karena ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi. Selain itu, penurunan indeks ini juga memicu aksi wait and see di kalangan investor, yang membuat volume perdagangan saham menjadi lebih rendah dari biasanya.

Namun, di balik tekanan ini, peluang pemulihan tetap ada. Jika Bank Indonesia dan pemerintah mampu menjaga stabilitas ekonomi dengan kebijakan yang tepat, arus modal asing dapat kembali masuk ke pasar Indonesia. Faktor global, seperti kebijakan The Fed yang lebih dovish dan meredanya ketidakpastian geopolitik, juga dapat membantu memperbaiki sentimen pasar. Para analis juga menyoroti pentingnya reformasi struktural di Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi serta menjaga stabilitas pasar modal dalam jangka panjang. Jika langkah-langkah yang tepat diambil, maka kepercayaan investor bisa kembali pulih lebih cepat.

Beberapa sektor diprediksi masih memiliki prospek pertumbuhan yang baik di tengah kondisi ini, seperti teknologi dan digitalisasi, kesehatan dan farmasi, serta energi terbarukan. Investor disarankan untuk tetap tenang dan menerapkan strategi investasi jangka panjang agar dapat melewati periode volatilitas dengan lebih baik. Diversifikasi portofolio juga menjadi langkah yang disarankan untuk mengurangi risiko investasi di tengah ketidakpastian pasar. Selain itu, beberapa investor jangka panjang melihat penurunan ini sebagai peluang untuk membeli saham berkualitas dengan harga lebih murah.

Penurunan IHSG pada 28 Februari 2025 memang menjadi tantangan bagi pasar keuangan Indonesia, tetapi sejarah menunjukkan bahwa pasar saham bersifat siklis. Dengan fundamental ekonomi yang masih solid, pemulihan dalam jangka menengah hingga panjang tetap memungkinkan bagi IHSG. Investor yang cermat akan memanfaatkan situasi ini untuk mencari peluang investasi terbaik sambil menunggu stabilitas kembali tercipta di pasar modal Indonesia.