Dampak Keputusan Jerman terhadap Imbal Hasil Obligasi AS

Keputusan Jerman untuk melonggarkan debt brake dan potensi peningkatan belanja pemerintah dapat meningkatkan permintaan ekspor Indonesia, tetapi juga berisiko mengalihkan arus modal ke Eropa.

126
Jerman

(Vibiznews-News Insight) Imbal hasil obligasi pemerintah AS di zona euro mengalami penurunan setelah Jerman mengambil keputusan bersejarah untuk mengubah aturan debt brake atau batasan utang negara, yang memungkinkan peningkatan belanja negara. Langkah ini dinilai sebagai perubahan signifikan dalam kebijakan fiskal Jerman, yang selama ini dikenal sangat ketat dalam menjaga defisit anggaran. Keputusan tersebut juga datang menjelang pertemuan Federal Reserve AS, yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan mereka.

Menurut laporan The Wall Street Journal, keputusan Jerman ini disambut dengan reaksi beragam dari para investor. Di satu sisi, meningkatnya belanja negara dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Eropa. Namun, di sisi lain, peningkatan utang Jerman juga dapat memengaruhi stabilitas fiskal jangka panjang, terutama jika suku bunga global tetap tinggi.

Laporan dari Danske Bank Research yang dikutip oleh Financial Times menyebutkan bahwa keputusan Jerman ini dapat mendorong kesepakatan baru di tingkat Uni Eropa terkait peningkatan belanja pertahanan dan kemungkinan penerbitan utang bersama (common borrowing). Namun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada apakah kapasitas produksi di Eropa dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan belanja tersebut.

Dalam pasar obligasi, imbal hasil obligasi 10 tahun Jerman (Bund) turun sebesar 2,6 basis poin menjadi 2,792%, menurut data dari Tradeweb yang dikutip oleh Reuters. Penurunan ini menunjukkan bahwa investor mulai mengantisipasi potensi peningkatan belanja pemerintah Jerman dan dampaknya terhadap inflasi serta kebijakan moneter Bank Sentral Eropa (ECB).

Di sisi lain, pasar obligasi AS menunjukkan pergerakan yang relatif stabil menjelang keputusan The Fed. Menurut laporan CNBC, imbal hasil obligasi Treasury AS 10 tahun naik tipis 1 basis poin menjadi 4,292%, sementara obligasi Treasury 2 tahun tidak mengalami perubahan di level 4,044%. Hal ini menunjukkan bahwa investor masih menunggu kepastian dari The Fed mengenai arah kebijakan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.

Baca juga : BI Pertahankan BI-Rate 5,75% Mempertahankan Stabilitas

Michael Brown, seorang analis dari Pepperstone, mengatakan dalam sebuah catatan yang dikutip oleh Bloomberg bahwa ada ruang bagi imbal hasil obligasi AS untuk turun lebih lanjut. Ia menilai bahwa ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS terus direvisi ke bawah, sementara ketidakpastian kebijakan tetap tinggi. “Saya masih menyukai obligasi lebih tinggi dan imbal hasil lebih rendah dalam kondisi saat ini,” ujar Brown.

Menurut laporan The Guardian, para analis memperkirakan bahwa The Fed kemungkinan akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan kali ini. Namun, fokus pasar akan tertuju pada pernyataan yang akan disampaikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell. Para investor berharap Powell akan memberikan sinyal yang lebih jelas mengenai kapan pemangkasan suku bunga dapat terjadi, meskipun banyak yang meyakini bahwa The Fed masih akan berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Dalam wawancara dengan MarketWatch, seorang ekonom senior dari Goldman Sachs mengatakan bahwa The Fed kemungkinan besar akan menghindari perubahan besar dalam kebijakan mereka kali ini. “Kami tidak mengharapkan The Fed memberikan kejutan besar. Mereka kemungkinan akan tetap dengan pernyataan yang mirip dengan pertemuan sebelumnya, menegaskan bahwa mereka tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga,” katanya.

Sementara itu, The Economist mencatat bahwa meskipun pasar obligasi AS relatif stabil, volatilitas tetap tinggi karena investor masih mencari kepastian mengenai arah kebijakan moneter global. Dengan Jerman kini mulai melonggarkan kebijakan fiskalnya, ada kemungkinan bahwa ECB juga akan mempertimbangkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam beberapa bulan mendatang.

Di Eropa, pasar obligasi juga akan menghadapi peningkatan pasokan dalam beberapa hari ke depan. Menurut laporan dari Reuters, Jerman akan menerbitkan obligasi tambahan senilai 2,5 miliar euro yang jatuh tempo pada tahun 2050 dan 2053. Peningkatan pasokan obligasi dari negara-negara lain di zona euro juga diperkirakan akan meningkat mulai Kamis, yang berpotensi memengaruhi pergerakan imbal hasil obligasi di kawasan tersebut.

Dalam sebuah analisis yang diterbitkan oleh Forbes, keputusan Jerman untuk meningkatkan belanja pemerintah dapat memicu perdebatan lebih lanjut di tingkat Uni Eropa mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan. Beberapa negara anggota Uni Eropa, seperti Prancis dan Italia, telah lama mendukung peningkatan belanja publik sebagai cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, negara-negara lain seperti Belanda dan Finlandia tetap khawatir bahwa peningkatan utang dapat mengancam stabilitas ekonomi jangka panjang.

Sementara itu, The Times melaporkan bahwa keputusan Jerman juga dapat berdampak pada pasar mata uang, terutama terhadap nilai tukar euro. Dengan meningkatnya belanja pemerintah dan kemungkinan peningkatan inflasi, ECB mungkin harus menyesuaikan kebijakan moneternya lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini bisa memengaruhi nilai tukar euro terhadap dolar AS, yang saat ini sudah berada dalam tren melemah akibat perbedaan kebijakan moneter antara ECB dan The Fed.

Menurut laporan dari Deutsche Welle, perubahan dalam kebijakan fiskal Jerman ini juga bisa berdampak pada sektor perbankan dan investasi. Bank-bank besar di Eropa, yang selama ini beroperasi dalam lingkungan kebijakan fiskal yang ketat, mungkin harus menyesuaikan strategi mereka dalam menghadapi kondisi baru ini. Beberapa analis memperingatkan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat meningkatkan risiko inflasi, yang pada akhirnya bisa memicu kenaikan suku bunga lebih lanjut di masa depan.

Dari perspektif global, The Independent mencatat bahwa keputusan Jerman dan kebijakan The Fed akan menjadi faktor utama yang menentukan arah pasar obligasi dalam beberapa bulan mendatang. Jika The Fed tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat sementara Jerman mulai meningkatkan belanja pemerintah, bisa jadi ada perbedaan kebijakan yang signifikan antara AS dan Eropa, yang dapat memengaruhi arus modal internasional dan stabilitas pasar keuangan global.

Ke depan, investor akan terus mengamati perkembangan kebijakan fiskal dan moneter di kedua sisi Atlantik. Jika Jerman berhasil mengelola peningkatan utangnya dengan baik, hal ini bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain di zona euro untuk lebih fleksibel dalam mengelola kebijakan fiskalnya. Namun, jika langkah ini justru memicu ketidakstabilan keuangan, maka dampaknya bisa lebih luas dan menghambat pemulihan ekonomi di kawasan tersebut.

Sementara itu, keputusan The Fed untuk tetap mempertahankan suku bunga kemungkinan akan memberikan sedikit kelegaan bagi pasar keuangan dalam jangka pendek. Namun, ketidakpastian mengenai kapan pemangkasan suku bunga akan dilakukan tetap menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar.

Dalam jangka panjang, keseimbangan antara kebijakan fiskal Jerman dan kebijakan moneter The Fed akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pasar obligasi global. Dengan berbagai ketidakpastian yang masih membayangi, para investor harus tetap waspada terhadap potensi volatilitas yang lebih besar di masa mendatang.

Keputusan Jerman untuk melonggarkan debt brake dan potensi peningkatan belanja pemerintah dapat meningkatkan permintaan ekspor Indonesia, tetapi juga berisiko mengalihkan arus modal ke Eropa. Sementara itu, keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga membantu stabilitas rupiah dan memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga kebijakan moneternya. Indonesia perlu memperkuat sektor ekspor dan menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi dinamika global ini.