(Vibiznews – News & Insight) Harga Bitcoin melambung menembus level $82.000 pada Rabu sore, seiring dengan reli luas di pasar saham global yang dipicu oleh pernyataan mengejutkan Presiden Donald Trump mengenai jeda 90 hari terhadap tarif timbal balik. Pengumuman tersebut segera disambut positif oleh pelaku pasar yang selama ini dibayangi ketegangan geopolitik dan kekhawatiran resesi global. Menurut data pasar, Bitcoin diperdagangkan pada $82.290 pada pukul 16.00 waktu bagian timur AS, naik tajam dari posisi terendahnya yang tercatat tak lama setelah kemenangan Trump dalam pemilu sebelumnya.
Baca juga : LARRY FINK DAN POTENSI BITCOIN GANTIKAN DOLAR AS
Lompatan nilai Bitcoin ini dianggap oleh banyak pelaku pasar sebagai indikasi dari kembalinya kepercayaan investor terhadap aset berisiko, setelah berminggu-minggu dilanda tekanan akibat ketidakpastian kebijakan perdagangan. Pasar keuangan global, termasuk saham dan mata uang kripto, telah menunjukkan volatilitas tinggi sejak awal tahun, dan jeda tarif yang diumumkan Trump tampaknya memberikan ruang bernapas bagi para investor untuk kembali mengambil posisi panjang. Seperti dicatat oleh Bloomberg, langkah ini menciptakan “jeda psikologis” yang membantu memulihkan optimisme terhadap arah kebijakan fiskal AS ke depan.
Dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung dari Gedung Putih, Presiden Trump menyatakan bahwa tarif timbal balik akan dihentikan sementara selama 90 hari untuk membuka jalan bagi negosiasi perdagangan yang lebih konstruktif dengan sejumlah mitra dagang strategis. Ia menekankan bahwa jeda ini tidak berarti menyerah, melainkan bagian dari strategi untuk mengurangi beban ekonomi domestik di tengah gejolak pasar dan tekanan inflasi. Reaksi pasar segera terasa: Dow Jones Industrial Average melonjak lebih dari 700 poin, sementara Nasdaq dan S&P 500 masing-masing mencatat kenaikan lebih dari 2 persen.
Kenaikan Bitcoin ini bukan hanya mencerminkan respons spontan terhadap kebijakan tarif, tetapi juga mencerminkan tren yang lebih dalam: pergeseran strategi investor ke arah aset digital sebagai alternatif dari pasar konvensional yang sarat risiko regulasi dan intervensi pemerintah. Dalam laporan Reuters, sejumlah analis mencatat bahwa Bitcoin saat ini tidak hanya dilihat sebagai spekulasi semata, tetapi semakin diposisikan sebagai “digital gold” yang tahan terhadap gejolak kebijakan moneter maupun fiskal. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah institusi keuangan besar meningkatkan eksposur mereka terhadap Bitcoin, baik melalui pembelian langsung maupun derivatif berbasis kripto.
Menurut laporan dari CNBC, kenaikan ini terjadi bersamaan dengan sinyal teknikal yang menunjukkan potensi breakout setelah Bitcoin berhasil menembus resistance penting di kisaran $79.000. Volume perdagangan harian juga melonjak lebih dari 30 persen dalam 24 jam terakhir, menunjukkan minat beli yang kuat dari investor ritel maupun institusional. Beberapa trader algoritmik bahkan menilai level $82.000 sebagai awal dari fase akumulasi baru yang dapat membawa harga ke kisaran $88.000–$90.000 dalam waktu dekat, tergantung pada stabilitas makroekonomi dan arah kebijakan pemerintah AS.
Namun, sejumlah pengamat juga mengingatkan bahwa reli ini bisa bersifat sementara jika tidak diiringi oleh kemajuan nyata dalam negosiasi perdagangan. “Pasar menyambut baik jeda tarif ini, tetapi jika dalam 90 hari ke depan tidak ada kemajuan konkret, maka volatilitas kemungkinan akan kembali,” kata seorang analis makro dari Financial Times. Ia menambahkan bahwa Bitcoin tetap merupakan aset yang sangat sensitif terhadap ekspektasi inflasi dan arah dolar AS, dua faktor yang kemungkinan akan menjadi lebih tidak menentu menjelang musim kampanye pemilu AS.
Penguatan Bitcoin juga terjadi di tengah berkembangnya narasi bahwa mata uang kripto dapat menjadi pelindung nilai terhadap ketidakstabilan global. Seperti dicatat oleh The Wall Street Journal, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi perang dagang, konflik geopolitik, dan tekanan inflasi membuat investor mencari alternatif yang lebih independen dari sistem keuangan tradisional. Dalam konteks ini, Bitcoin dianggap memiliki daya tarik tersendiri karena bersifat terdesentralisasi dan tidak bergantung pada kebijakan moneter dari bank sentral mana pun.
Sementara itu, beberapa pengamat menilai bahwa penguatan Bitcoin juga mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap arah kebijakan fiskal AS yang semakin populis dan tidak dapat diprediksi. Dalam analisis yang dipublikasikan oleh Barron’s, disebutkan bahwa pernyataan Trump tentang jeda tarif menunjukkan bahwa strategi ekonomi pemerintah AS sedang memasuki fase “reaktif” yang berusaha menenangkan pasar alih-alih mempertahankan posisi yang konsisten. Dalam konteks ini, Bitcoin dan aset digital lainnya muncul sebagai bentuk “proteksi psikologis” dari ketidakpastian institusional.
Reaksi investor terhadap pengumuman Trump juga memperlihatkan pergeseran sentimen pasar terhadap stabilitas jangka pendek. Sebelumnya, kekhawatiran terhadap eskalasi perang dagang telah menekan aset berisiko dan mendorong lonjakan imbal hasil obligasi AS jangka panjang. Namun, sejak pengumuman jeda tarif, imbal hasil obligasi mulai turun kembali, sementara indeks volatilitas (VIX) mencatat penurunan tajam. Ini menunjukkan bahwa pasar mulai memperhitungkan skenario pemulihan jangka menengah, setidaknya sampai batas waktu 90 hari yang ditetapkan Trump.
Di tengah dinamika ini, Bitcoin tampaknya telah kembali menarik minat bukan hanya dari komunitas kripto, tetapi juga dari investor institusional yang sebelumnya enggan mengambil posisi di pasar yang volatil. Laporan Bloomberg Intelligence mencatat bahwa arus masuk dana ke dalam produk ETF berbasis Bitcoin mengalami peningkatan signifikan dalam dua hari terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar mulai menilai ulang prospek jangka menengah mata uang kripto, terutama dalam konteks lingkungan suku bunga tinggi dan potensi perlambatan ekonomi AS.
Namun, tantangan tetap ada. Sejumlah analis memperingatkan bahwa reli Bitcoin ini bisa terhenti jika dolar AS kembali menguat atau jika inflasi kembali meningkat, memaksa The Fed untuk tetap mempertahankan suku bunga tinggi. “Bitcoin masih menghadapi hambatan dari sisi makro, terutama jika narasi risk-off kembali mendominasi pasar,” tulis Bloomberg dalam analisis terbarunya. Di sisi lain, jika jeda tarif benar-benar membuka ruang bagi pelonggaran ketegangan global, maka Bitcoin bisa menjadi salah satu penerima manfaat utama dari pergeseran sentimen ini.
Pergerakan Bitcoin hari ini juga menjadi pengingat bahwa pasar kripto semakin terhubung dengan dinamika ekonomi makro dan kebijakan pemerintah. Apa yang dulunya dianggap sebagai ekosistem terpisah kini menjadi bagian dari lanskap finansial yang lebih luas, dengan sensitivitas yang tinggi terhadap sinyal-sinyal dari Gedung Putih, bank sentral, dan institusi global lainnya. Dalam konteks ini, reli Bitcoin pasca-pengumuman Trump adalah contoh bagaimana kebijakan perdagangan dapat memicu perubahan besar dalam persepsi pasar terhadap aset digital.
Dalam waktu dekat, perhatian pasar akan tertuju pada bagaimana pemerintahan Trump memanfaatkan periode 90 hari ini. Jika muncul indikasi bahwa tarif benar-benar akan dihapus secara permanen, atau diganti dengan kerangka kerja yang lebih stabil, maka bukan tidak mungkin Bitcoin akan melanjutkan tren naiknya. Namun, jika jeda ini hanya bersifat taktis dan tidak menghasilkan kesepakatan baru, maka sentimen bisa cepat berubah. Pasar kripto, seperti biasa, akan tetap menjadi barometer ketidakpastian dan harapan dalam dunia yang semakin terdorong oleh politik ekonomi global.



