G7 Cari Titik Temu Ketegangan Tarif dan Stabilitas Global

190

(Vibiznews – Economy & Business)  Para pemimpin keuangan dari negara-negara maju yang tergabung dalam Group of Seven (G7) berupaya meredakan ketegangan yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, dalam pertemuan di Banff, Alberta, Kanada. Meski bayang-bayang konflik dagang membayangi, pertemuan ini difokuskan untuk menjaga relevansi forum tersebut, membahas isu strategis global, dan mencari titik temu demi menjaga stabilitas ekonomi internasional.

Menteri Keuangan G7 Bahas Isu Krusial

Diskusi para menteri keuangan G7 kali ini menyoroti sejumlah isu krusial, seperti dukungan terhadap Ukraina, tantangan dari kebijakan ekonomi non-pasar (khususnya yang berkaitan dengan China), hingga penanggulangan kejahatan keuangan dan perdagangan narkotika. Meskipun topik tarif AS menjadi isu panas, forum ini mencoba memfokuskan narasi ke arah kerja sama non-tarif.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent menggambarkan pertemuan bilateralnya sebagai “sangat produktif,” mengisyaratkan adanya komunikasi yang lebih konstruktif dibanding pertemuan sebelumnya pada 2018, yang kala itu berakhir tanpa pernyataan bersama karena tarif baja dan aluminium Trump memicu perpecahan di antara negara anggota. Saat itu, pertemuan bahkan dijuluki sebagai “G6 plus satu” yang mencerminkan perbedaan pendapat tentang tarif baja dan aluminium yang diterapkan oleh AS, yang tidak disetujui oleh negara-negara lain dalam G7.

Namun, tahun ini suasana tampaknya lebih kondusif. Juru bicara Menteri Keuangan Prancis, Eric Lombard, menyatakan bahwa terdapat peningkatan nyata dalam semangat dialog. Meski masih ada perbedaan pandangan, diskusi disebut “jujur dan terbuka antara para sekutu.”

Tarif AS dan Ketegangan Dagang: Akar Masalah yang Berulang

Sumber dalam forum G7 mengonfirmasi bahwa tarif AS saat ini justru lebih luas dibanding kebijakan sebelumnya. Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Prancis, dan Italia menghadapi ancaman kenaikan tarif hingga dua kali lipat pada awal Juli, sementara Inggris harus menerima kesepakatan terbatas yang masih membebani sebagian besar barang dengan tarif 10%. Kanada pun masih bergelut dengan bea masuk 25% yang diberlakukan Trump atas berbagai ekspor.

Ini menjadi cermin bahwa kebijakan proteksionisme Trump tetap menjadi sumber utama ketegangan trans-Atlantik, menantang prinsip perdagangan bebas dan integrasi pasar global yang selama ini menjadi pondasi kerja sama G7.

Dari perspektif pasar dan pelaku usaha, ketidakpastian terkait tarif ini menciptakan risiko geopolitik tambahan yang dapat membebani ekspektasi pertumbuhan, mendorong volatilitas mata uang, serta memengaruhi arus investasi lintas negara.

Ukraina, Sanksi Energi, dan Peran China

Perselisihan juga muncul dalam isu geopolitik, khususnya terkait Ukraina. Sumber dari delegasi Eropa menyebutkan bahwa pihak AS menolak penyebutan “invasi ilegal Rusia” dalam draf pernyataan bersama, mencerminkan perbedaan pendekatan diplomatik antara Washington dan sekutunya di Eropa.

Sementara itu, Italia mengajukan usulan agar negara-negara yang membantu Rusia dalam perang tidak dilibatkan dalam rekonstruksi Ukraina. Pandangan ini selaras dengan pernyataan Bessent sebelumnya, yang menegaskan bahwa tidak ada pendanaan rekonstruksi Ukraina bagi pihak-pihak yang mendukung mesin perang Rusia.

China kembali menjadi sorotan karena diduga menjadi saluran utama bagi Rusia untuk menghindari sanksi Barat, termasuk pasokan barang teknologi tinggi dan komponen militer seperti drone. Ini memperkuat persepsi bahwa Tiongkok tidak hanya menjadi lawan dagang strategis, tapi juga memainkan peran kunci dalam mendistorsi pasar global melalui subsidi industri dan praktik non-pasar lainnya.

Amerika Serikat menekankan bahwa solusi untuk ketidakseimbangan global bukanlah dengan menaikkan tarif semata, melainkan menekan praktik ekonomi non-pasar seperti over kapasitas manufaktur di China.

Tantangan Minyak Rusia dan Harga Patokan

Negara-negara G7 juga tengah memperdebatkan kemungkinan penurunan batas harga minyak mentah Rusia, yang saat ini ditetapkan sebesar USD 60 per barel. Eropa mendorong penurunan level harga tersebut sebagai bagian dari paket sanksi ke-18 terhadap Rusia.

Diskusi ini dinilai “berduri” oleh beberapa pejabat, mengingat kompleksitas dampak harga minyak terhadap pasokan global, inflasi, dan dinamika pasar energi. Di satu sisi, penurunan harga patokan dapat memperketat tekanan ekonomi terhadap Rusia, namun di sisi lain dapat mengganggu keseimbangan pasokan energi global,yang masih sangat sensitif pasca krisis energi 2022.

Dinamika Nilai Tukar dan Diplomasi Ekonomi

Dalam pertemuan bilateral, Bessent dan Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato sepakat bahwa nilai tukar dolar-yen saat ini mencerminkan fundamental ekonomi. Namun, mereka tidak membahas level nilai tukar secara spesifik. Ini menunjukkan bahwa stabilitas kurs tetap menjadi isu sensitif dalam diplomasi perdagangan AS-Jepang, terlebih Jepang sedang berupaya menegosiasikan kesepakatan perdagangan baru untuk mengurangi beban tarif.

Secara umum, Bessent digambarkan sebagai sosok yang lebih fleksibel dibanding pendahulunya. Keikutsertaannya dalam forum G7  setelah absen dalam pertemuan G20 sebelumnya di Afrika Selatan menjadi sinyal positif bagi para peserta, meski tetap ada kekhawatiran terhadap sikap proteksionis Washington menjelang KTT G20 November mendatang.

Pentingnya Komunikasi Strategis dalam Forum Multilateral

Perdebatan soal perlunya pernyataan bersama kembali mencuat. Menteri Italia Giancarlo Giorgetti menyebut bahwa mencapai kompromi dalam komunikasi bersama adalah langkah krusial. Sementara Lombard dari Prancis menekankan bahwa pemahaman bersama lebih penting daripada sekadar mengeluarkan pernyataan simbolik.

Namun dari perspektif pasar dan investor, komunikasi bersama tetap memainkan peran penting sebagai sinyal stabilitas dan arah kebijakan global. Ketiadaan pernyataan dapat ditafsirkan sebagai kegagalan mencapai konsensus, yang pada gilirannya dapat memicu kekhawatiran tentang koordinasi kebijakan ekonomi di antara kekuatan utama dunia.

Dialog di Tengah Ketidakpastian Global

Pertemuan G7 kali ini menjadi refleksi dari kondisi geopolitik dan ekonomi dunia yang semakin kompleks dan ter fragmentasi. Meskipun tidak mudah untuk menyatukan kepentingan antara negara dengan pendekatan kebijakan yang sangat berbeda, terutama terkait tarif dan hubungan dengan Tiongkok dan Rusia, pertemuan ini menunjukkan adanya kemauan untuk tetap berdialog.

Bagi investor global, forum semacam G7 tetap menjadi barometer penting bagi arah kebijakan fiskal, perdagangan, dan geopolitik. Ketidakpastian tarif dan sanksi masih menjadi faktor risiko utama, namun komitmen untuk berdiskusi secara terbuka memberi sedikit angin segar di tengah tekanan sistemik.

Dengan potensi eskalasi tarif, volatilitas nilai tukar, dan perubahan harga komoditas strategis seperti minyak, pelaku pasar perlu mencermati dengan saksama hasil akhir dari pertemuan ini, terutama apakah pernyataan bersama berhasil disepakati atau tidak.