Cara Terbaik Berinvestasi di Bitcoin Tanpa Harus Membeli Kripto Langsung

Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang mengintegrasikan aset kripto ke dalam sistem keuangan formal melalui produk seperti spot crypto ETF yang diawasi penuh oleh OJK.

382
aset kripto

(Vibiznews – Kolom) Banyak investor ingin memiliki aset kripto seperti bitcoin atau ether tanpa harus repot memegang langsung mata uang digital tersebut, yang bisa saja hilang atau dicuri. Untuk tujuan itu, kini tersedia beberapa opsi reksa dana yang bisa dipertimbangkan, crypto trust, strategy exchange-traded fund (ETF), dan spot ETF.

Crypto trust membeli dan menyimpan aset digital yang mendasarinya, kemudian menerbitkan saham yang diperdagangkan di bursa publik, mirip seperti dana tertutup (closed-end fund). Sementara itu, strategy ETF — yang muncul sebelum spot ETF mendapat persetujuan regulator — menggunakan kontrak berjangka (futures) dan kadang juga opsi (options) atas koin kripto untuk memperoleh eksposur terhadap pergerakan harganya. Adapun spot ETF, yang mulai diluncurkan pada tahun 2024, membeli koin kripto secara langsung di harga pasar saat itu, atau disebut harga spot.

Namun pertanyaannya, dari semua instrumen itu, mana yang memberikan hasil paling baik — dengan kata lain, paling mendekati performa kripto aslinya?

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh para ahli diemukan bahwa pemenang paling jelas, baik untuk bitcoin maupun ether, adalah spot ETF. Sebaliknya, kinerja terburuk justru datang dari strategy ETF bitcoin dan ether, yang secara konsisten mencatat hasil lebih rendah dibanding koin aslinya.

Untuk menelusuri hal ini, mereka mengumpulkan semua produk investasi kripto berbasis dolar AS — khususnya bitcoin dan ether — yang tersedia bagi investor di Amerika Serikat sejak awal tahun 2024. Setelah itu, dikelompokkan instrumen-instrumen tersebut ke dalam tiga kategori, trust, strategy ETF, dan spot ETF.

Langkah berikutnya adalah membandingkan kinerja masing-masing produk dengan performa koin kripto yang mendasarinya. Penelitian dilakukan dengan menghitung rata-rata imbal hasil untuk setiap ETF atau trust, lalu membandingkannya dengan imbal hasil spot dari koin tersebut. Selain itu, dihitung tracking error rata-rata — yaitu selisih absolut rata-rata antara imbal hasil koin dengan imbal hasil produk investasinya dalam satu bulan.

Hasil untuk Bitcoin

Untuk bitcoin, hasilnya menunjukkan bahwa spot ETF memberikan kinerja terbaik baik dari sisi imbal hasil maupun dalam meminimalkan tracking error. Misalnya, rata-rata spot ETF sejak awal 2024 mencatat imbal hasil bulanan 6,85%, sedangkan bitcoin sendiri menghasilkan 6,77% per bulan. Dengan demikian, spot ETF menghasilkan kelebihan imbal hasil rata-rata 0,08 poin persentase per bulan.

Meskipun terlihat aneh bahwa spot ETF bisa sedikit mengungguli koin aslinya, hal ini bisa dijelaskan oleh teknik pengelolaan waktu transaksi yang digunakan pengelola ETF untuk menekan tracking error, atau oleh waktu pembelian investor yang kebetulan menguntungkan.

Rata-rata tracking error untuk spot ETF bitcoin adalah 0,88 poin persentase per bulan. Artinya, jika bitcoin mencatat kenaikan 10% dalam satu bulan, maka spot ETF bitcoin rata-rata akan mencatat imbal hasil antara 9,12% hingga 10,88% — menyimpang dari kinerja koin sekitar 0,88 poin persentase.

Sebaliknya, kinerja terburuk datang dari strategy ETF bitcoin. Rata-rata produk ini mencatat imbal hasil bulanan 6,28% selama periode yang sama, atau lebih rendah 0,49 poin persentase per bulan dibandingkan koin bitcoin itu sendiri. Selain itu, tracking error mereka juga paling tinggi di antara semua kategori, mencapai 1,24 poin persentase per bulan.

Hasil untuk Ether

Kisah serupa terjadi pada ether, yang spot ETF-nya baru diluncurkan pada Agustus 2024. Dalam periode satu tahun terakhir, spot ETF ether mencatat rata-rata imbal hasil bulanan 4,17%, sedikit lebih tinggi dibandingkan ether itu sendiri yang mencatat 4,16% per bulan. Selisih kecil ini menunjukkan keunggulan 0,01 poin persentase per bulan bagi spot ETF.

Sementara itu, strategy ETF ether kembali menjadi yang paling lemah, dengan imbal hasil bulanan rata-rata 3,55%, atau lebih rendah 0,61 poin persentase dibandingkan dengan kinerja spot ether.

Baik untuk bitcoin maupun ether, crypto trust memberikan hasil yang cukup sebanding dengan spot ETF. Kinerjanya jauh lebih baik dibandingkan produk strategi, terutama dalam hal mengikuti pergerakan harga aset dasar, meski tetap sedikit tertinggal dibanding spot ETF dalam hal akurasi pelacakan.

Bagaimana di Indonesia

Sejak Januari 2025, pengaturan dan pengawasan aset kripto di Indonesia resmi beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peralihan ini ditetapkan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital termasuk Aset Kripto. Langkah ini menandai babak baru dalam tata kelola industri kripto di Indonesia, yang sebelumnya diperlakukan sebagai komoditas, kini mulai diintegrasikan dalam kerangka pengawasan sektor jasa keuangan. Melalui aturan baru tersebut, OJK menekankan pentingnya perlindungan investor, transparansi transaksi, dan penguatan keamanan siber di seluruh ekosistem aset digital.

Dengan perpindahan kewenangan ini, OJK kini bertanggung jawab penuh terhadap pengaturan bursa aset digital, kustodian, penyedia dompet kripto, serta platform perdagangan aset kripto di Indonesia. Lembaga ini juga telah menerbitkan Surat Edaran OJK Nomor 20/SEOJK.07/2024 sebagai panduan teknis bagi pelaku industri. Salah satu poin pentingnya adalah kewajiban bagi penyelenggara untuk menerapkan tata kelola yang baik, melakukan audit sistem teknologi informasi, serta memastikan aset digital nasabah disimpan secara aman melalui kustodian bersertifikat. Langkah ini bertujuan menciptakan ekosistem perdagangan kripto yang lebih kredibel dan terintegrasi dengan sistem keuangan nasional.

Perubahan ini juga membuka peluang bagi pengembangan produk investasi baru seperti spot crypto ETF di Indonesia. Dengan OJK sebagai pengawas utama, peluang untuk menghadirkan instrumen keuangan berbasis kripto di Bursa Efek Indonesia semakin besar. Produk seperti spot ETF memungkinkan investor mendapatkan eksposur terhadap aset kripto seperti bitcoin atau ether tanpa harus menyimpannya secara langsung. Namun, untuk menerapkannya, OJK harus berkoordinasi dengan BEI dan lembaga kustodian agar sistem penyimpanan, pelaporan, dan pengawasan berjalan sesuai standar internasional.

Meski potensi ekonominya besar, tantangan tetap signifikan. Infrastruktur kustodian aset digital di Indonesia masih berkembang, dan literasi investor terkait risiko aset kripto perlu ditingkatkan. Di sisi lain, integrasi pengawasan antara sektor pasar modal dan aset digital menuntut kesiapan teknologi serta mekanisme audit yang transparan. Jika semua aspek ini dapat disinergikan dengan baik, Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang mengintegrasikan aset kripto ke dalam sistem keuangan formal melalui produk seperti spot crypto ETF yang diawasi penuh oleh OJK.

Hasil ini menegaskan bahwa membeli spot ETF bitcoin atau ether hampir sama baiknya dengan membeli langsung aset kripto yang mendasarinya. Investor mendapatkan eksposur yang hampir identik terhadap pergerakan harga bitcoin dan ether, namun tanpa risiko penyimpanan, pencurian, atau kehilangan kunci digital.

Dengan kata lain, bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam pasar kripto tanpa repot memegang aset digital secara langsung, spot ETF kini menjadi cara paling efisien, akurat, dan aman untuk melakukannya.