Harga gula berjangka di bursa komoditas ICE Futures New York Jumat dini hari (07/10) berakhir merosot tajam terganjal penguatan dollar AS.
Dolar AS naik ke tertinggi dalam lebih dari dua bulan terhadap sekeranjang mata uang setelah penurunan klaim pengangguran AS memperkuat pandangan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini.
Menguatnya dolar AS membuat komoditas gula yang berdenominasi dolar ini menjadi lebih mahal dalam mata uang lainnya, sehingga permintaan menurun.
Namun secara keseluruhan pasar guka tetap bullish terpicu kekhawatiran produksi di Brazil, India dan Thailand.
Produksi tebu Thailand untuk tahun tanam 2016/2017 diperkirakan turun 3,2 persen karena kekeringan yang meluas yang akan menarik produksi gula rafinasi yang lebih rendah juga, lembaga pemerintah menyatakan Rabu.
Kekhawatiran baru tentang Thailand telah menambah kekhawatiran yang ada tentang produksi tebu yang jatuh di India dan wilayah Pusat-Selatan Brasil.
Pada penutupan perdagangan dini hari tadi harga gula berjangka untuk kontrak paling aktif yaitu kontrak Maret 2017 terpantau mengalami penurunan. Harga gula berjangka paling aktif tersebut ditutup merosot sebesar -0,70 sen atau setara dengan -2,94 persen pada posisi 23,11 sen per pon.
Malam nanti akan dirilis data Non Farm Payrolls AS September yang diindikasikan meningkat. Jika terealisir akan menguatkan dollar AS.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan bahwa pergerakan harga gula kasar berjangka di New York pada perdagangan selanjutnya berpotensi melemah dengan potensi penguatan dollar AS. Harga gula kasar berjangka di ICE Futures New York berpotensi mengetes level Support pada posisi 22,60 sen dan 22,10 sen. Sedangkan level Resistance yang akan diuji jika terjadi kenaikan harga ada pada posisi 23,60 sen dan 24,10 sen per pon.
Freddy/VMN/VBN/Analyst-Vibiz Research Center Editor: Asido Situmorang