Ekonomi Tiongkok tumbuh pada tingkat tahunan rata-rata 10 persen dari tahun 1979 sampai 2010. Dengan negara bergeser dari pertumbuhan ekonomi didorong ekspor menjadi ekonomi didukung oleh konsumen dalam negeri, pertumbuhan cenderung terus rendah sejak 2010.
Namun sementara pertumbuhan lebih lambat sedang berlangsung, bank investasi AS Morgan Stanley mengatakan dalam sebuah laporan 118-halaman menyatakan pendapatan meningkat.
Pendapatan per kapita Tiongkok sekarang 8.100 dolar AS, menurut Bank Dunia. Laporan itu mengatakan angka tersebut diperkirakan perlu melewati 12.500 dolar untuk mencapai status berpenghasilan tinggi pada 2027 dan keluar dari kondisi pendapatan menengah.
Pendapatan yang lebih tinggi membawa konsumsi yang lebih tinggi, laporan itu, memperkirakan pasar konsumen swasta Tiongkok akan mencapai 9,6 triliun dolar AS pada tahun 2030 dan bekontribusi untuk 47 persen dari PDB.
Konsumen Tiongkok pada masa mendatang akan lebih kaya, lebih dewasa dan lebih tech-savvy.
Jim O’Neill, mantan kepala ekonom di Goldman Sachs, juga kurang khawatir tentang risiko karena fakta bahwa belanja konsumen Tiongkok tetap kuat meskipun perlambatan produksi industri dan investasi.
Data resmi menunjukkan bahwa konsumsi menyumbang 64,6 persen terhadap pertumbuhan PDB China pada tahun 2016, dan sektor jasa menyumbang 51,6 persen. Penjualan ritel, indikator kunci dari konsumsi, telah tumbuh pada tingkat dua digit per tahun untuk tahunan.
Justin Lin Yifu, mantan Kepala Ekonom Bank Dunia, setuju bahwa China masih memiliki ruang yang signifikan untuk tumbuh saat pendapatan per kapita yang tertinggal jauh di belakang dari Amerika Serikat.
Utang pemerintah Tiongkok yang berkembang adalah sumber keprihatinan. Namun, Morgan Stanley menyebutkan beberapa alasan mengapa yakin Tiongkok dapat menghindari guncangan keuangan.
Utang negara didanai oleh tabungan, pembiayaan tidak eksternal, dan sebagian besar telah didukung investasi, bukan konsumsi, kata laporan Bank.
Selain itu, surplus transaksi berjalan cukup, tingkat tinggi cadangan mata uang asing dan kurangnya tekanan inflasi membuat banyak kelonggaran Tiongkok untuk mengelola kondisi likuiditas dalam negeri, katanya.
Sementara optimisme naik, Morgan Stanley memperingatkan bahwa Tiongkok perlu untuk mengelola beban utang secara hati-hati dan mencermati risiko proteksionisme yang dapat memperlambat pertumbuhan global.
Dengan kebijakan Tiongkok telah mengisyaratkan mereka lebih terfokus pada pencegahan risiko keuangan, kepercayaan telah berkembang bahwa mereka dapat memperlambat laju pertumbuhan utang dan menciptakan lingkungan yang lebih stabil yang memungkinkan perusahaan untuk bergerak ke arah kegiatan ekonomi nilai tambah tinggi.
Doni/ VMN/VBN/ Analyst-Vibiz Research Center Editor: Asido Situmorang