(Vibiznews – Banking ) – Sejumlah negara mulai membatasi ruang gerak cryptocurrency atau mata uang virtual, termasuk Indonesia. .. Bank Indonesia (BI) menyebut mata uang virtual termasuk Bitcoin adalah instrumen yang berisiko bahkan beberapa negara telah melakukan observasi dan mulai mengeluarkan larangan yang sama terkait penggunaan Bitcoin. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa bitcoin bukan merupakan alat pembayaran yang sah dan diakui di Indonesia.
Karena berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah. Oleh karena itu penggunaan bitcoin sebagai mata uang virtual tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali menegaskan larangan penggunaan Bitcoin baik untuk transaksi maupun investasi , hal ini merupakan kesepakatan yang diambil dalam rapat KSSK yang beranggotakan Ketua Dewan Komite Otoritas Jasa Keuangan, Ketua Dewan Komite Lembaga Penjamin Simpanan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia (BI).
Menkeu juga memperingatkan bahwa bitcoin adalah investasi yang beresiko tinggi dan spekulatif. Transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan resiko penggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan investor namun juga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
“Namun sebagai instrumen investasi, kami sudah memperingatkan bahwa Bitcoin ini tidak ada bassis-nya, dan oleh karena itu rawan terhadap penggunaan instrumen tersebut untuk money laundering maupun untuk financing for terrorism,” jelas Menkeu.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Gubernur BI Agus Martowardojo yang mengatakan bahwa Bitcoin adalah currency atau komoditi atau instrumen yang selama ini sudah dilakukan assesment dan dinyatakan berisiko, karena sebagai komoditi Bitcoin itu tidak dilandasi underlying untuk transaksinya sehingga berisiko tinggi. Selain itu tidak adanya regulator atau administrator yang mensupervisi.
“Bitcoin itu sangat dekat kemungkinannya untuk menjadi instrumen untuk pencucian uang dan terorism financing,” tegas Gubernur BI.
Oleh karena itu, Bank Indonesia telah menyampaikan peringatan terhadap publik untuk tidak melakukan perdagangan, membeli, ataupun menjual Bitcoin tersebut. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran dan adanya resiko kehilangan dana karena bertransaksi menggunakan Bitcoin. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sistem pembayaran juga memberikan larangan kepada semua perusahaan jasa sistem pembayaran yang ada di bawah supervisi Bank Indonesia, untuk melakukan transaksi menggunakan Bitcoin tersebut.
Bagi masyarakat yang melanggar, dengan tetap menggunakan Bitcoin sebagai alat perdagangan maka akan dikenakan sanksi. Untuk sektor jasa keuangan yang melanggar akan diberikan peringatan hingga sanksi dicabut ijin usahanya apabila terbukti memperdagangkan Bitcoin kepada masyarakat. Apabila selanjutnya terjadi pelanggaran hukum, misalnya pencucian uang atau pembiayaan terorisme maka akan ada langkah-langkah penegakkan hukum bagi pihak-pihak terkait.
Sumber : Kementerian Keuangan
Belinda/Coordinating Partner of Banking Business Editor : Asido Situmorang