Latar Belakang Prospek Ekonomi Makro 2020 Menurut BI

1831

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Dalam rangka proses penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, Bank Indonesia (BI) telah menetapkan sejumlah proyeksi untuk ekonomi makro tahun 2020.

Saat Rapat Kerja Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN 2020 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2020 di Badan Anggaran DPR, Selasa (11/6), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan setidaknya ada tiga hal yang menjadi latar belakang dari proyeksi ekonomi makro yang ditetapkan BI.

Pertama, pemulihan ekonomi global ternyata lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, terutama ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China. Beliau mengatakan, ekonomi AS masih menurun pertumbuhannya karena stimulus fiskal yang terbatas, pendapatan dan keyakinan pelaku-pelaku ekonomi yang belum kuat, juga masalah ketenagakerjaan. Demikian pula dengan laju perekonomian China dan Eropa yang dinilai lebih lambat dari perkiraan. BI memprediksi PDB global tahun 2019 hanya tumbuh 3,3%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 3,6%.

Untuk tahun 2020, BI sedikit lebih optimistis perekonomian global membaik sehingga diperkirakan tumbuh 3,4% karena ketegangan perdagangan antar negara China dan Amerika diharapkan mulai mereda, dan respons kebijakan moneter yang akomodatif dari berbagai bank sentral.

Kedua, BI juga mencermati melemahnya volume perdagangan dan harga komoditas global. Setidaknya ini tampak dari menurunnya harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara dan minyak nabati yang menurun di tahun 2019. Secara keseluruhan, Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) diprediksi turun 3,1% pada tahun ini.

“Pada tahun 2020, seiring perbaikan prospek ekonomi dan volume perdagangan dunia diharapkan harga komoditas akan membaik sehingga meningkat 0,1%,” lanjut Perry.

Ketiga, Gubernur BI mengatakan, BI juga mewaspadai ketidakpastian pada pasar keuangan dunia yang masih tinggi di tahun ini akibat eskalasi perang dagang AS dan China. Hal ini memicu peralihan modal dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju.

Sementara itu, kebijakan moneter global mulai melonggar sebagai respons dari perlambatan ekonomi global. “Bank sentral utama seperti The Fed, Bank Sentral Eropa maupun Jepang, diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya hingga akhir tahun ini, bahkan beberapa bank sentral di Asia dan Australia juga telah mulai menurunkan suku bunga kebijakannya,” demikian ungkap Perry Warjiyo.

 

 

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting 
Editor : Asido Situmorang

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here