Puncak Emas Tertinggi 2019, Akankah Terlewati Pada Tahun 2020?

808

(Vibiznews-Column) Tahun 2019 merupakan tahun terbaik bagi metal “safe-haven” emas dengan harga emas sempat mencapai rekor tertinggi selama 6 tahun. Dimanakah puncak tertinggi harga emas pada tahun 2019? Bagaimana sejarahnya harga emas bisa mencapai rekor tertinggi selama 6 tahun? Faktor fundamental apa yang menyebabkan harga emas bisa naik setinggi itu? Akankah rekor ini akan terlewati pada tahun 2020? Bagaimanakah kita menyiapkan diri agar jangan sampai keuntungan dari emas lewat begitu saja di depan mata kita? Mari ikuti analisa berikut ini.

Kenaikan Harga Emas Gelombang Pertama (Pertengahan November 2018 – Akhir Februari 2019)

Rally harga emas sesungguhnya telah dimulai pada pertengahan bulan November tahun 2018. Pada awal bulan November 18, emas masih dihargai sebesar $1,200.

Namun pada awal Desember 2018, harga emas telah naik ke $1,244.90.

Dan pada akhir bulan Desember 2018 sudah menyentuh ketinggian enam bulan di $1,284.70 per ons.

Mulai memasuki tahun 2019, pada tanggal 3 Januari 2019, emas sudah diperdagangkan  dengan harga sudah disekitar $1,296.30 per ons.

Pada bulan Februari harga emas sudah meningkat lagi ke ketinggian selama 9 bulan di sekitar $1,320.00.

Meskipun terjadi koreksi pada bulan Maret sampai bulan Mei dimana harga emas kembali turun di bawah dari  $1,300.00, harga emas kembali menunjukkan kekuatannya dengan kembali naik ke atas $1,300 pada awal bulan Juni.

Kenaikan Harga Emas Gelombang Kedua (Awal Juni – September 2019) 

Pada tanggal 19 Juni emas mengalami kenaikan 0.52% pada hari itu dan diperdagangkan disekitar $1,357.30.

Pada minggu pertama bulan Agustus harga emas naik ke ketinggian selama 6 tahun dimana diperdagangkan di $1,509.00 pada tanggal 8 Agustus.

Harga emas terus mengalami kenaikan dan mencapai puncaknya pada bulan September dimana harga emas sempat menyentuh $1,556.20, sebelum akhirnya turun kembali dan sekarang diperdagangkan di sekitar $1,476.90.

Apa yang menyebabkan kenaikan harga emas gelombang pertama? 

Penyebabnya adalah pergeseran sikap dari the Fed dari semula sangat “hawkish” dengan menaikkan tingkat bunga sampai tiga kali berturut-turut menjadi “dovish” yang membuat pasar memperkirakan tidak akan ada lagi kenaikan tingkat bunga setelah ini.

Pasar banyak memperbincangkan mengenai pernyataan Gubernur Federal Reserve Jerome Powell yang “dovish” mengenai kebijakan moneter AS di dalam pidatonya di Economic Club of New York pada hari Rabu 28 November 2018. Komentarnya membuat terjadinya rally di pasar emas dan perak. Powell mengatakan pada saat itu, tingkat bunga AS sedikit dibawah level netral dan bahwa the Fed akan tetap tergantung kepada data, dengan tidak ada persiapan jalan sebelumnya untuk menyesuaikan tingkat bunga. Para trader dan investor menginterpretasikan komentar Powell sebagai mengandung arti the Fed kemungkinan akan menaikkan tingkat bunga sedikit pada pertemuan bulan Desember, tetapi setelah itu semua pertaruhan akan kenaikan tingkat bunga berhenti.

Sebelum pidato dari Powell, “sense” di pasar adalah bahwa Federal Reserve akan terus menaikkan tingkat bunga secara bertahap sepanjang tahun 2019. Setelah pidato Powell, “sense” pasar adalah bahwa Federal Reserve akan berhenti menaikkan tingkat bunga.

Memang berakhirnya siklus pengetatan Federal Reserve adalah apa yang emas perlukan untuk bisa mengalami rally dari metal berharga.

Peralihan sikap ke “dovish” yang dilakukan oleh the Fed pada akhir bulan November 2018 menyiapkan suatu tekanan terhadap dolar AS dan tingkat bunga riil AS yang selanjutnya mendorong permintaan terhadap emas yang menghasilkan pergerakan naik harga emas sampai akhir bulan Februari 2019.

Tingkat bunga riil yang rendah, imbal hasil riil yang rendah semua adalah hal yang positip bagi emas karena menurunkan “opportunity cost” dari metal kuning. Emas adalah alternatif asset yang menarik di lingkungan imbal hasil obligasi dan tingkat bunga riil yang rendah.

Pada pertengahan bulan Desember 2018, pasar kembali memperkirakan bahwa the Fed bisa menjadi kurang agresif dalam menaikkan tingkat bunga pada tahun 2019 dan keprihatinan atas outlook ekonomi AS membantu menguatkan metal berharga dan membebani dolar AS.

Pada akhir bulan Desember 2018 emas berjangka Comex menyentuh ketinggian selama enam minggu di $1,284.70 per ons. Beberapa faktor yang mendorong metal berharga naik lebih tinggi adalah pemikiran bahwa Federal Reserve kemungkinan akan menjadi lebih berhati-hati di dalam menaikkan tingkat bunga pada masa yang akan datang, turunnya dolar AS, dan kelemahan maupun perputaran yang masif di pasar saham, dimana saham terjun tajam dan diikuti rally yang besar disertai lebih banyak kelemahan dan seterusnya. Semua kekacauan ini menguntungkan emas.

Faktor-faktor ini menggerakkan harga emas memasuki tahun 2019 dengan pergerakan “bullish” dan terus berlanjut sampai pada akhir bulan Februari 2019 dimana harga emas naik sampai menyentuh ketinggian selama 9 bulan di sekitar $1,320.00.

Namun setelah itu harga emas kembali turun pada bulan Maret sampai dengan akhir bulan Mei, sebelum pada akhirnya kembali naik pada awal bulan Juni yang terus berlanjut sampai dengan bulan September 2019.

Apa yang menyebabkan kenaikan harga emas pada gelombang kedua, dimana emas mencapai puncaknya di $1,556.20? 

Penurunan Tingkat Bunga the Fed 

Faktor utama kenaikan harga emas pada gelombang kedua adalah perkiraan pasar bahwa the Fed bukan saja tidak lagi akan menaikkan tingkat bunganya melainkan bahkan akan menurunkan tingkat suku bunganya. Ekspektasi ini yang diikuti dengan kenyataan bahwa the Fed memang menurunkan tingkat suku bunganya tiga kali berturut-turut dari bulan Agustus sampai bulan Oktober, ditambah lagi dengan memanasnya perang dagang antara AS dengan Cina terus mengangkat naik harga emas sampai ke puncaknya pada bulan September di $1,556.20.

Pada awal bulan Juni isu yang berkembang pada saat itu diantara para trader dan analis menyebutkan semakin bertambahnya ekspektasi bahwa pergerakan pergerakan selanjutnya dari Federal Reserve adalah pemotongan tingkat bunga, khususnya setelah laporan pekerjaan yang jauh lebih kecil daripada yang diperkirakan pada minggu pertama bulan Juni, dimana “nonfarm payrolls” hanya meningkat 75.000 pada bulan Mei sedangkan diperkirakan sekitar 175.000 sampai 185.000. Pasar memperkirakan data pekerjaan yang lemah yang disebabkan karena koreksi ekonomi global akan memaksa the Fed untuk menurunkan tingkat bunganya sehingga mendorong harga emas naik.

Harga emas naik solid pada awal perdagangan sesi AS hari Jumat 19 Juli diperdagangkan disekitar $1,439.30 oleh karena pernyataan dari Presiden Federal Reserve Bank New York yang berpengaruh John Williams pada hari Kamis sore. Dia menyarankan the Fed seharusnya lebih agresif di dalam tindakan kebijakan moneternya untuk mencegah perlambatan di dalam ekonomi AS. Hal ini menyebabkan para pengamat pasar percaya the Fed bisa  memangkas tingkat bunga sebanyak 0.5% pada pertemuan FOMC akhir Juli.

Memulai bulan Agustus 2019, Federal Reserve AS memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin di dalam apa yang Powell katakan sebagai “penyesuaian pertengahan siklus”. Sebagai tambahan terhadap pemangkasan karena perlambatan ekonomi global dan keinginan untuk mengembalikan ekspektasi inflasi, Powell mengatakan bahwa pemangkasan kemarin malam adalah “insurance cut” untuk memastikan perlawanan terhadap resiko penurunan di dalam perdagangan.

Pada pertengahan bulan Agustus, terjadi loncatan dengan harga emas memanjat mendekati ketinggian enam tahun yang baru dan hampir menyentuh $1,545.

Pada pertengahan bulan September, the Fed kembali memangkas tingkat suku bunga sebanyak 25 basis poin ke level diantara 1.75% dan 2.0%.

Pemangkasan tingkat bunga oleh the Fed terakhir di dalam tahun 2019 adalah pada bulan Oktober 2019. Pada bulan-bulan selanjutnya the Fed tetap mempertahankan tingkat suku bunganya sampai pada bulan Desember ini.

Memanasnya Perang Dagang AS-Cina

Kenaikan harga emas pada bulan September 2019 ke rekor tertinggi selama 6 tahun, didorong juga oleh karena memanasnya perang dagang AS-Cina, pada saat yang bersamaan dengan isu penurunan tingkat bunga oleh the Fed. Kedua faktor utama ini berkolaborasi mengangkat harga emas sampai menyentuh $1,556.20.

Emas naik ke puncak baru bertahun-tahun pada hari Rabu 7 Agustus 2019, dengan tren naik mengarahkan matanya ke pergerakan menaklukkan batas psikologis kunci $1500.

Metal berharga kuning terus membangun pergerakan naik terus mengambil keuntungan dari pelarian uang secara global ke “assets” yang aman ditengah ketakutan akan perang dagang AS-Cina yang pecah secara penuh. Ketegangan diantara kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini terus meningkat setelah keputusan Presiden Donald Trump pada Rabu 31 Juli untuk mengenakan tarif 0% atas $300 miliar impor barang-barang Cina sejak tanggal 1 September yang akan datang.

Pengumuman ini membantu komoditi berharga “rebound” tajam dari angka batas $1400 – yang dites pada hari Kamis 1 Agustus, pada saat pemangkasan tingkat suku bunga yang “hawkish” oleh the Fed. Selain itu, kejatuhan imbal hasil obligasi treasury AS yang baru pada hari Rabu 31 Juli, memberikan dorongan tambahan terhadap metal kuning yang tidak memberikan imbal hasil dan berkoloborasi terhadap momentum positip yang berkelanjutan untuk sesi ketiga berturut-turut.

Hampir semua di pasar bekerja mendukung emas, keprihatinan perdagangan AS-Cina, eskalasi protes di Hong Kong, volatilitas pasar saham, membengkaknya secara negatif imbal hasil hutang dan terbaliknya grafik surat berharga Treasury AS 2 tahun dan 10 tahun.

Imbal hasil benchmark obligasi pemerintah 10 tahun jatuh ke level terendah sejak bulan Oktober 2016, yang terus membebani permintaan terhadap dolar AS dan selanjutnya mendukung permintaan terhadap komoditi yang berdenominasi dolar. Keuntungan yang kuat pada hari Rabu 31 Juli juga menandakan pergerakan naik keempat di dalam lima kali sebelumnya dan mengangkat komoditi emas ke level tertinggi sejak bulan April 2013.

Akankah rekor ini akan terlewati pada tahun 2020? Bagaimanakah kita menyiapkan diri agar jangan sampai keuntungan dari emas lewat begitu saja di depan mata kita? Nantikan analisa selanjutnya.

Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner  Vibiz Consulting

Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here