(Vibiznews – Banking & Insurance) – Issue tapering off menjadi hal yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini karena dampaknya yang bersifat global dan tentu saja setiap negara mempersiapkan antisipasi mengatasi dampak tapering off tersebut. Demikian juga Bank Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah melakukan antisipasi tapering off tersebut.
Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral juga melakukan uji ketahanan dampak buruk yang mungkin terjadi atau dikenal dengan stress testing untuk mengantisipasi dampak pengurangan kebijakan moneter (tapering off) dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed). BI melakukan stress test baik mingguan, maupun bulanan.
Hal itu disampaikan saat membacakan hasil Rapat Dewan Gubernur BI September 2021 secara daring pada hari Selasa (21/9), Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan “Hasil dari stress test menunjukkan dampak dari tapering off ini jauh lebih kecil dan lebih rendah dari taper tantrum yang terjadi 2013.”
Menurut Perry, ada tiga alasan yang melatar-belakangi kondisi tersebut.
Pertama, komunikasi The Fed yang transparan, baik itu kepada investor, media, maupun masyarakat, serta komunikasi yang baik antara The Fed dengan negara-negara lain. Dasar melakukan tapering adalah seberapa besar dampaknya pada pengurangan likuiditas bukan kenaikan Fed Fund Rate, dan diperkirakan pengurangan likuiditas dimulai pada bulan November 2021, sedangkan kenaikan Fed Fund Rate baru akan dilakukan pada Q3 tahun 2022.
Komunikasi yang baik ini diterima dan dipahami dengan baik oleh pasar, yang tercermin dari beberapa indikator, termasuk suku bunga US Treasury tidak terjadi kenaikan yang besar, hal ini berbeda dengan taper tantrum 2013, yang dalam waktu 1-2 bulan naik 3%, kalau sekarang kenaikan UST tidak signifikan tetapi bertahap.
Kedua, BI bersama dengan pemerintah memperkuat koordinasi dalam melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). BI melakukan intervensi di pasar spot, namun karena dampak wacana tapering off ini tidak sebesar tahun 2013, sejak awal tahun sampai sekarang BI tidak banyak melakukan intervensi, kecuali pada Februari lalu, karena bekerjanya mekanisme pasar nampak bisa mengakomodasi penyesuaian yang ada dan Rupiah tetap stabil, tidak hanya sekarang tetapi juga ke depannya. Yield SBN tenor 10 tahun juga lebih rendah di awal tahun 6,7% saat ini hanya 6,2%.
Ketiga, kondisi Indonesia yang lebih baik tercermin dari tingkat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) lebih rendah 0,13%, ketahanan eksternal jauh lebih kuat dari tahun 2013 dimana jumlah cadangan devisa cukup besar, posisi cadangan devisa akhir Agustus 2021 adalah USD 144,8 miliar. setara dengan pembiayaan 9,1 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting
Editor : Asido Situmorang