Minyak Mentah: Review 2021 & Outlook 2022

789

(Vibiznews – Commodity) Setelah sempat turun ke $66.47 pada awal bulan Desember 2021, ditopang dengan level support psikologis kunci di $62.00, harga minyak mentah WTI berhasil bangkit ke $73.50 pada awal minggu terakhir bulan Desember 2021 yang merupakan ketinggian baru selama 5 bulan. Kenaikan harga minyak WTI disebabkan karena perkembangan pandemic/Omicron yang positip, termasuk studi yang mengatakan bahwa varian baru ini kurang berbahaya dan tidak membawa ke rumah sakit. Mengakhiri tahun 2021, harga minyak mentah WTI melanjutkan kenaikannya ke $75.22 dengan dorongan naik bertambah karena melemahnya dolar AS.

Bagaimana dengan harga minyak pada tahun 2022?

Review 2021:

Harga minyak mentah meroket dengan OPEC+ benar-benar sangat konservatif di dalam mengurangi pemangkasan produksi. Mundur ke 2020, organisasi kartel minyak terbesar di dunia ini memangkas produksi kurang lebih 10 juta barel per hari atau 10% dari supply global menjadi sekitar 3.8 juta barel per hari dalam setahun. Di dalam pertemuan mereka yang terakhir, mereka memutuskan untuk meningkatkan produksi di bulan Januari 2021 sebanyak 400.000 barel per hari. Namun para produsen secara teratur gagal memenuhi target penambahan produksi mereka.

Dalam usaha yang sudah putus asa, untuk menurunkan harga minyak mentah, Biden merilis 50 juta barel minyak mentah dari Strategic Petroleum Reserve AS pada bulan November, namun ini hanya berdampak sangat sedikit dan juga sudah sangat terlambat. Harga minyak masih bertahan di ketinggiannya.

Memulai awal tahun 2021 di bulan Januari, harga minyak berada di sekitar $48.50. Pada minggu ke dua bulan Januari harga minyak telah merangkak naik. Berita – berita dari sisi supply dimana Arab Saudi dengan sukarela berencana memotong jumlah produksinya dan dari sisi demand dimana ada rencana stimulus fiskal AS yang baru senilai $1.2 triliun, telah mendorong naik harga minyak mentah mendekati $53.

Memasuki bulan Februari, Harga minyak mentah berhasil naik ke $61.30  ditengah turunnya persediaan minyak mentah AS yang mendorong naik harga minyak namun pada saat yang bersamaan OPEC mengeluarkan prediksi permintaan minyak terbaru dengan merevisi turun dari prediksi sebelumnya. Harga minyak bahkan sempat menyentuh $63.78 sebelum akhirnya terkoreksi turun ke $62.80 karena kenaikan dollar AS.

Memasuki bulan Maret, harga minyak mentah terus rally, naik melewati $64 ke $66 setelah negara – negara OPEC+ mencapai kata sepakat untuk memperpanjang mayoritas dari pemangkasan produksi petrolnya sampai bulan April 2021.

Memasuki bulan Juni, harga minyak mentah mengalami rally ke tertinggi yang baru dalam satu tahun, naik lebih dari 1% mencapai ketinggian $69.19, karena OPEC+ tidak mau tergesa-gesa menaikkan produksi minyak mentah, tetap pada jalur rencana semula, naik secara bertahap. Harga minyak mentah WTI mendapatkan dorongan naik tambahan dengan keyakinan dari group ini mengenai kuatnya permintaan minyak mentah pada hari – hari yang akan datang, ditambah lagi dengan turunnya USD akibat lemahnya angka NFP AS yang keluar pada hari Jumat. Harga minyak naik lagi ke ketinggian selama 2 ½ tahun di $73, setelah International Energy Agency mengatakan bahwa permintaan akan minyak mentah akan bisa melewati level sebelum pandemic pada akhir tahun 2022. Mengakhiri bulan Juni, minyak mentah berada di $74.80, level tertinggi sejak tahun 2018, dengan pertemuan OPEC+ gagal mencapai konsensus.

Memasuki bulan Agutus, harga minyak WTI di bursa Nymex turun ke $66.51 per barel yang merupakan level rendah yang baru sejak 21 Juli meskipun berita-berita dari Timur Tengah dan Korea Utara membangkitkan keprihatinan mengenai supply. Memburuknya outlook permintaan energi ditengah meningkatnya kasus coronavirus varian Delta secara global terus membebani harga minyak mentah WTI. Ditambah lagi lingkungan pasar yang enggan terhadap resiko, yang merefleksikan penurunan yang tajam di dalam indeks saham global, membuat minyak mentah WTI sulit mendapatkan permintaan  dan diperdagangkan di $62.73.

Memasuki bulan September, harga minyak mentah WTI, terus mengalami kenaikan sampai mencapai $73.98 pada hari-hari menjelang penutupan hari perdagangan minggu ini dengan permintaan meningkat sementara penawaran dilaporkan oleh EIA menurun.

Memasuki bulan Oktober, Setelah naik dari $73 ke $75, karena terjadinya krisis energi di dunia, WTI meneruskan kenaikannya ke $78.80 dengan  Departemen Energi AS mengatakan bahwa pada saat ini belum ada rencana untuk menggunakan cadangan minyaknya, sekalipun Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan mempertimbangkan untuk menaikkan supply gas. Dan pada 22 Oktober, harga emas melanjutkan kenaikannya ke ketinggian baru selama 7 tahun di $83.25 per barel, didukung oleh masih kuatnya permintaan minyak memasuki musim dingin dan melemahnya dolar AS.

Memasuki bulan November, harga minyak mentah WTI sempat turun tajam ke kerendahan dari awal minggu di $75.71 ke $68.11 dengan isu akan dilepaskannya cadangan minyak pemerintah untuk menahan kenaikan harga minyak mentah atau bahkan bisa menurunkannya.

Memasuki bulan Desember, pada minggu kedua, harga minyak WTI terdorong naik ke atas $72.00 pada hari Jumat setelah muncul data inflasi AS yang ternyata tidak setinggi yang ditakutkan sehingga memicu sentimen risk-on.  Namun pada akhirnya Omicron terbukti tidak membahayakan sehingga tidak perlu diadakan lockdown atau restriksi yang baru.

Analisis 2022:

Sisi Demand

OPEC+

Monthly Oil Market Report (MOMR), dari OPEC dan sekutunya pada bulan Desember 2021 mengatakan bahwa pada tahun 2022, pertumbuhan permintaan minyak dunia akan bertahan tidak berkurang,  pada 4.3 juta barel per hari dengan total konsumsi global berada pada 100.6 juta barel per hari.

Outlook yang bagus dari permintaan minyak mentah pada tahun 2022 dari OPEC+ ini berdasarkan asumsi bahwa dampak dari varian baru Covid – 19 diproyeksikan sebagai ringan dan hanya berlangsung sebentar saja, dengan dunia sudah menjadi semakin diperlengkapi dengan lebih baik dalam mengendalikan Covid – 19.

Ekspektasi akan permintaan atas minyak mentah yang kuat ini bisa membuat OPEC dan sekutunya berada pada jalurnya dengan kelompok kartel minyak terbesar di dunia ini mengambil langkah bertahap di dalam memulihkan produksi ke level sebelum terjadinya pandemik.

Pandemik Menjadi Endemik?

Vaksin yang dijalankan selama tahun 2021 telah membantu mengurangi pasien di rumah sakit dan kematian secara dramatis. Meskipun segala usaha telah dijalankan, pandemik belum berakhir di tahun 2021 dan akan masih terbawa ke tahun 2022. Dunia sedang belajar untuk hidup bersama dengan virus. Satu hal yang dipelajari selama 2021 adalah bahwa lockdown dan restriksi perjalanan hanya bisa mengurangi kecepatan penularan dengan sangat sedikit. Sementara berhentinya ekonomi karena lockdown dan restriksi perjalanan telah menjadi beban berat yang harus diseret dalam memajukan ekonomi sampai sekarang.

Virus corona masih terus menghasilkan varian-varian yang baru, dan varian baru yang muncul sering mengganggu kemajuan pemulihan ekonomi. Penemuan varian terbaru adalah Omicron yang melanda dunia pada akhir tahun 2021 menjelang memasuki tahun 2022. Omicron dikatakan jauh lebih menular dibandingkan dengan varian Covid – 19 yang pernah ada sebelumnya. Namun berita baiknya adalah varian Omicron ini jauh kurang mematikan dibandingkan dengan varian pendahulunya. Sentimen pelaku pasar membaik setelah 3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya. Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.

Hal ini menebarkan harapan bahwa ini bisa berarti permulaan dari berakhirnya pandemik, menjadi tinggal endemik. Dan ini sesuai dengan pola evolusi dari virus yang telah diselidiki secara historis, yang akan melemah dengan berjalannya waktu.

Perspektif yang optimis akan bebasnya dunia dari pandemik membuat outlook akan pemulihan ekonomi global menjadi cerah yang pada gilirannya akan bisa mendorong naik harga minyak mentah pada tahun 2022 dari rentang harga yang ada sekarang.

Sisi Supply

Berita yang diperoleh dari empat sumber yang dapat dipercaya yang berbicara kepada Reuters mengatakan bahwa pada pertemuan tanggal 4 Januari 2022 OPEC+ kemungkinan akan memutuskan untuk tetap berpegang kepada kebijakan yang ada sekarang. Hal ini berarti hanya menaikkan produksi sebanyak 400.000 barel per hari dari bulan Februari.

Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa berkurangnya keprihatinan akan dampak dari penyebaran varian baru Covid – 19 Omicron terhadap permintaan minyak mentah dan pulihnya harga minyak mentah belakangan ini, menambah kepercayaan dari kartel minyak terbesar di dunia ini bahwa besarnya kenaikan produksi sekarang ini sudah cocok. Dan hal ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar yang sudah memperkirakan tidak akan ada perubahan di dalam kebijakan dari OPEC+.

Sementara itu menjelang penutupan tahun 2021, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak juga mengatakan bahwa OPEC+ akan tetap fokus kepada kebijakan mereka saat ini di dalam menstabilkan pasar minyak dalam jangka menengah dan menolak permintaan dari Amerika Serikat untuk mendorong naik produksi lebih banyak lagi dari yang ada sekarang. Novak mengatakan bahwa pasar yang akan menunjukkan dalam jangka menengah, bagaimana mereka akan meningkatkan produksi pada saat permintaan memang bertumbuh dengan kuat secara berkelanjutan.

Pendekatan yang bertahap dari pemulihan produksi OPEC+ ke level sebelum pandemik, yang tidak mau meningkatkan produksinya di tengah terus naiknya harga minyak mentah, akan membuat kurangnya supply dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan minyak mentah sehingga akan menambah dorongan atas pergerakan naik harga minyak mentah pada tahun 2022.

Inflasi

Mandat yang diberikan kepada para bank sentral adalah menjaga perekonomian sedemikian sehingga inflasi berada di bawah kontrol. Kenyataannya, mempertahankan stabilitas harga sudah menjadi tantangan yang tidak bisa diatasi oleh para bank sentral utama dunia pada tahun 2021.

Inflasi di Amerika Serikat saat ini berada pada level 6.8% setahun, yang tertinggi selama 39 tahun lamanya.

Inflasi di zona Euro berada pada level 4.9% setahun, yang tertinggi sejak dimulainya Uni Eropa pada tahun 1999.

Inflasi di Jerman berada pada level 5% setahun, yang tertinggi selama 29 tahun.

Inflasi di Inggris sekarang berada pada level 5.1% setahun, level tertinggi sejak bulan September 2011. Inflasi Inggris saat ini sudah lebih dari dua kali lipat dari target BoE sebesar 2% dan dengan inflasi diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan.

 

Kenaikan harga-harga ini disebabkan karena terjadinya disrupsi dalam rantai supply akibat lockdown dan restriksi yang diberlakukan pemerintah tiap-tiap negara dalam rangka mengatasi pandemik Covid – 19.

Kenaikan harga ini terjadi pada harga-harga komoditi yang salah satunya adalah komoditi minyak mentah. Diperkirakan kenaikan harga ini tidak akan bisa dengan cepat diselesaikan sekalipun pada tahun 2022 bank sentral serempak mulai menaikkan tingkat bunganya. Sebagai akibatnya harga komoditi minyak mentah akan tetap tinggi paling tidak pada tahun 2022 ini.

Dollar AS

Sebagai komoditi yang berbasiskan USD, maka harga minyak mentah sangat dipengaruhi juga oleh naik turunnya USD.

Dengan harapan berakhirnya pandemik, maka prospek pemulihan ekonomi AS juga semakin meningkat. Ditambah lagi dengan rencana the Fed sebagaimana yang terlihat di dalam “dot-plot” dari the Fed yang akan menaikkan tingkat bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2022, maka pada tahun 2022 indeks dollar AS akan meneruskan kenaikannya.

Dorongan naik USD akan dimulai pada kuartal kedua 2022 dimana program pembelian assets obligasi treasury AS akan berakhir pada akhir bulan Maret 2022. Kemungkinan the Fed akan menaikkan tingkat bunganya pada tiap kuartal setelah kuartal pertama 2022 yang membuat USD akan terus menguat sampai pada akhir tahun 2022.

Menguatnya USD pada paruh kedua dari 2022 akan bisa sedikit menahan laju dari kenaikan harga minyak pada paruh ke dua dari 2022.

lihat: USD: Review 2021 & Outlook 2022

Support & Resistance

“Support” terdekat menunggu di $73.34 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $66.12 dan kemudian 62.00. “Resistance” yang terdekat menunggu di $77.44 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $81.81 dan kemudian $85.41.

Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting

Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here