Dampak Geopolitik Perang Rusia-Ukraina, Suku Bunga The Fed Akan Naik Lebih Tinggi

420
Sumber : Bank Indonesia

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Perang Rusia – Ukraina yang saat ini masih berlangsung tentu saja berdampak pada pemulihan ekonomi global dan tentu saja akan berdampak bagi pemulihan ekonomi di negara kita.

“Terjadinya kenaikan inflasi dan kenaikan harga energi dari tensi geopolitik mengakibatkan bank sentral Amerika, The Federal Reserve ( The Fed) akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunganya, “demikian pernyataan Gubernur BI. Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4).

Tak hanya soal berapa kali peningkatan suku bunga, Perry bahkan menyebut ada kemungkinan bank sentral negara adidaya ini akan menaikkan tingkat suku bunga kebijakan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Perry Warjiyo membaca, The Fed akan menaikkan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga kebijakan 7 kali pada tahun ini. Hal ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebanyak 5 kali.

Perry melihat, tentu ini akan membawa dampak terhadap Indonesia, terutama terkait dengan aliran modal asing. Dan tentu saja pada stabilitas nilai tukar rupiah.

Dalam hal ini, Perry mengaku akan terus mewaspadai dengan kuat untuk meminimalisir dampak negatif dari kebijakan The Fed ini. “Yaitu dengan penyesuaian imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang terukur, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan kecukupan cadangan devisa,” katanya.

Ia memerinci, untuk penyesuaian yield SBN, dilakukan seiring dengan langkah The Fed yang membuat imbal hasil obligasi pemerintah AS atau US Treasury yang meningkat. Menurut pengamatannya, US Treasury sudah meningkat hingga ke 2,3% dan bahkan ada kemungkinan kembali naik.

Untuk itu, Perry bekerja sama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan penyesuaian terhadap imbal hasil SBN untuk tetap memberikan daya tarik kepada investor global.

Selanjutnya dalam hal menjaga nilai tukar rupiah, Perry melakukan stabilisasi. Namun, sampai saat ini ia masih optimistis rupiah akan bergerak sesuai mekanisme pasar dan secara fundamentalnya seiring dengan faktor positif berupa neraca dagang yang masih surplus dan kondisi neraca transaksi berjalan yang baik. Lagi pula, cadangan devisa yang merupakan bantalan utama nilai tukar rupiah masih gemuk. Sehingga, pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan stabil.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting