(Vibiznews – Banking & Insurance) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa fungsi intermediasi perbankan semakin mengalami peningkatan sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi.
Penyaluran kredit perbankan hingga Februari 2022 tercatat tumbuh sebesar tumbuh sebesar 6,33% secara year on year (YoY). Hal ini meningkat dari Januari yang baru tumbuh 5,5% YoY.
“Pertumbuhan kredit tersebut terutama ditopang oleh kredit UMKM dan ritel serta korporasi dengan pertumbuhan masing masing sebesar 8,75% dan 5,83%,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4).
OJK melihat kondisi stabilitas sektor keuangan masih terjaga dengan kinerja industri jasa keuangan yang dalam tren membaik. Hal ini seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi yang didukung dengan kebijakan-kebijakan strategis yang bersinergi antara OJK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Wimboh menyatakan bahwa pertumbuhan kredit tersebut masih disertai dengan resiko yang terjaga. Rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) secara gross terpantau sebesar 3,08%.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) meneruskan pertumbuhan double digit sebesar 11,11%, yang terutama didukung oleh kenaikan giro sebesar Rp30,1 triliun.
Selanjutnya, likuiditas perbankan berada pada level yang memadai dengan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) di level 153,13% , dan rasio AL/DPK di level 34,26% pada 30 Maret 2022.
Kecukupan modal perbankan masih memadai. Hal itu terlihat dari Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan jauh di atas threshold, yaitu mencapai 25,82%.
Wimboh mengatakan, OJK akan terus mengamati perkembangan kondisi perekonomian terhadap stabilitas sistem keuangan, terutama dampak dari berbagai kondisi global, perang antara Ukraina dan Rusia, normalisasi kebijakan di beberapa negara maju, serta adanya hyperinflation di beberapa negara.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting