Optimisme Investor Pasar Modal Indonesia

578
IHSG

(Vibiznews-Kolom) Terjadi banyak kejutan dalam perekonomian Indonesia yang membangkitkan optimisme investor Pasar Modal Indonesia. Ulasan berikut adalah diangkat dari pendapat Profesor Budi Frensidi di tengah diskusi dengan alumni FEBUI yang mengetengahkan optimisme investor Pasar Modal Indonesia.

Banyak negara di dunia mengalami inflasi tinggi di atas inflasi normalnya yaitu AS 1,5 persen hingga 2,5 persen, Uni Eropa 0,7 persen hingga 1,7 persen, Jepang 0,2 persen hingga 0,8 persen, dan Singapura 0,2 persen hingga 0,9 persen.

Tingkat Inflasi negara G20

Optimisme Pasar Modal

Sumber : Tradingeconomics.com

Sebagai respons dari inflasi yang melonjak tinggi Amerika Serikat sudah menaikkan suku bunganya. Dari 0,25 persen di awal tahun menjadi 0,5 persen di Maret 2022. Kemudian menjadi 1 persen pada bulan Mei 2022, 1,75 persen di bulan Juni 2022, dan menjadi 2,5 persen pada akhir Juli 2022. Diprediksi akan kembali naik 50-75 basis poin lagi bulan ini. The Fed pernah menaikan suku bunga 17 kali berturut-turut, masing-masing sebesar 25 basis poin. Dilakukan pada saat peristiwa supreme morgage di tahun 2007-2008.

Bagaimana dengan Uni Eropa? Naik dari minus 0,5 persen menjadi 0 persen, pertama kalinya naik positif setelah 11 tahun.

Inflasi juga meningkat di semua negara Asia, dengan sumber utamanya berasal dari pangan dan energi.

Bank Sentral secara serempak menaikan suku bunga untuk merespons kenaikan inflasi yang tinggi. Resep standar menurunkan inflasi adalah “meresesikan” ekonomi dengan menurunkan permintaan masyarakat. Caranya, dengan mengurangi jumlah uang beredar (memperketat likuiditas) atau menaikkan suku bunga.

Indonesia Optimis

Ada perdebatan apakah tepat menaikan suku bunga? Karena duapertiga penyebab inflasi adalah supply side yaitu terjadinya disrupsi supply chain yang semakin paraha dengan adanya perang yang terjadi. hanya sepertiga yang disebabkan oleh demand side, jadi kondisinya demand masih rendah.

Namun, menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi saat demand masih rendah, seperti obat keras, bisa membuat stagnasi dan bersiap menuju resesi atau stagflation meskipun tidak terjadi pada tahun ini.

Baca juga : Optimisme Pemulihan Ekonomi Dari Pasar Modal Indonesia

Ekonomi Amerika probabilitas nya terjadi resesi pada semester II tahun depan melihat dari inverted yield curve yang sudah terjadi saat ini. Sebelumnya lima dari enam inverted yield curve tepat memprediksi resesi.

Akankah Indonesia mengalami resesi?

Kalau terjadi resesi semester II di Amerika, bagaimana dampaknya ke negara-negara lain seperti Indonesia. Risiko resesi di beberapa negara Asia meningkat karena harga yang lebih tinggi memacu bank sentral untuk mempercepat laju kenaikan suku bunga mereka, menurut survei ekonom terbaru Bloomberg.

Optimisme Pasar Modal

Sumber : Bloomberg

Sri Lanka, yang berada di tengah-tengah krisis ekonomi terburuk yang pernah ada, memiliki kemungkinan 85 persen jatuh ke dalam resesi di tahun depan, naik dari peluang 33 persen dalam survei sebelumnya — sejauh ini merupakan peningkatan tertinggi di kawasan itu. Para ekonom juga menaikkan ekspektasi mereka untuk peluang resesi di Selandia Baru, Taiwan, Australia, dan Filipina masing-masing menjadi 33, 20, 20 dan 8 persen. Bank-bank sentral di tempat-tempat itu telah menaikkan suku bunga untuk menjinakkan inflasi.

Probabilitas resesi untuk beberapa ekonomi Asia lainnya tetap tidak berubah dalam survei. Para ekonom melihat peluang 20 persen bahwa China akan memasuki resesi, dan kemungkinan 25 persen bahwa Korea Selatan atau Jepang akan memasukinya.

Ekonomi Asia sebagian besar tetap tangguh dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat. Indonesia diakui sebagai negara di Asia Pasifik yang paling kecil kemungkinan mengalami resesi setelah India. Peluang Indonesia mengalami resesi adalah sebesar 3 persen.

Rupiah mata uang dengan kinerja terbaik ketiga tahun ini

Negara-negara berkembang terhuyung-huyung dari pukulan ganda kenaikan suku bunga Federal Reserve dan perlambatan ekonomi China. Mereka membakar cadangan devisa dengan laju tercepat sejak 2008, untuk mempertahankan mata uang mereka dan menutupi tagihan impor yang lebih tinggi untuk makanan dan bahan bakar. Investor asing sedang menuju keluar, sementara ekonomi perbatasan seperti Sri Lanka dan Bangladesh telah mencari dana talangan dari Dana Moneter Internasional.

Optimisme Pasar Modal

Sumber : Bloomberg

Di tengah kekacauan dunia ada pemenang kejutan yaitu Indonesia. Indonesia, yang sebelumnya ditetap sebagai lima negara terapuh selama kurang dari satu dekade lalu karena mata uangnya yang rentan dan ketergantungan pada uang asing yang panas, namun kini telah menjadi surga yang relatif tenang.

Rupiah, yang turun hanya 3,8%, adalah mata uang Asia dengan kinerja terbaik ketiga tahun ini. Ini semakin luar biasa mengingat Bank Indonesia telah menolak mengikuti The Fed dan baru mulai menaikkan suku bunga minggu ini, sebesar 25 basis poin.

Optimisme Pasar Modal

Indonesia relatif terbaik dibandingkan negara lain dalam arti penurun terhadap dolar Amerika masih ketiga yang terbaik.

Pasar sahamnya adalah pemenang lainnya

ETF iShares MSCI Indonesia naik 5,6% tahun ini, mengalahkan penurunan Indeks S&P 500 sebesar 13,1%. Akibatnya, meskipun investor asing telah menjual kepemilikan obligasi pemerintah, permintaan ekuitas yang kuat telah membantu menstabilkan aliran portofolio Indonesia.

Ketika pasar global menjadi bergejolak, investor melarikan diri dari negara-negara dengan apa yang disebut twin deficits — the current account and fiscal balance. Indonesia cukup kebal, karena membuat kemajuan di kedua bidang.

Baca juga : Sinergi Pasar Modal Untuk Mempercepat Indonesia Maju

Pasar obligasi dan saham Indonesia sempat tertekan akibat kenaikan suku bunga acuan The Fed. Hingga 4 Juli 2022, pasar obligasi Indonesia mencatatkan net capital outflow sebesar Rp 86,0 triliun sehingga yield terdorong naik.

Sementara itu, pasar saham Indonesia juga mengalami tekanan sejak bulan Mei 2022 hingga minggu pertama Agustus dan mencatatkan arus keluar sebesar Rp 7,5 triliun pada Juni 22 akibat kenaikan suku bunga The Fed.

Dengan rapor bagus ekonomi seperti ini, investor saham menatap tahun 2022 dengan penuh optimisme bahwa kenaikan IHSG tahun ini akan lebih tinggi daripada return tahun 2021 yang 10,1%. Inilah optimisme investor pasar modal Indonesia.

Belum empat bulan, di medio April 2022 IHSG sudah melesat ke 7.276 atau melebihi kenaikan sepanjang tahun 2021.

Investor dan analis sepakat IHSG berpeluang besar menyentuh 7.500 di akhir tahun dengan normalnya mobilitas masyarakat pasca pandemi dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

IHSG sudah naik 10,1% ytd (dan 0,9% mtd) ke 7.242,7. Net inflow Rp6 triliun mtd dan Rp72,5 triliun ytd. Yield SBN 10 tahun naik 87,7 bps ytd (dan 3,5 bps mtd) ke 7,15%. Net outflow di pasar obligasi Rp11,3 triliun mtd dan Rp143,1 triliun ytd dengan kepemilikan asing Rp748,2 triliun (14,9%). Semua indikator ini membawa optimisme investor pasar modal Indonesia.

Penutup

Perekonomian Indonesia Semester I dan Juli 2022, melanjutkan kinerjanya yang bagus di tahun 2021, ekspor lagi-lagi memecah rekor dengan USD 141,2 miliar di peringkat 25 dunia.

Surplus juga mencatatkan angka terbaiknya di 24,9 dolar Amerika di semester 1, 2022 dan 29,1 dolar Amerika di Juli 2022, selain rekor 27 bulan surplus terus-menerus. Rekor surplus sebelumnya adalah 20,2 miliar dolar Amerika di semester 1, 2007. Transaksi berjalan pun surplus 3,9 miliar dolar Amerika dan NPI pun ikut surplus setelah defisit di Q1, 2022.

Realisasi pendapatan negara di paruh pertama 2022 juga mencapai 58,1% dari target atau Rp1.317,2 triliun dari Rp2.266,2 triliun.

Fundamental Indonesia saat ini jauh lebih baik dari saat pandemi mulai merebak di Maret 2020, krisis global 2008, apalagi krisis moneter 1998. Terlebih jika kita membandingkan CAR perbankan kita yang terus naik dan kini rata-rata sudah lebih dari 20 persen.

Namun Indonesia perlu mewaspadai beberapa hal. Pertama adalah ancaman stagflasi (resesi) di banyak negara sehingga demand terhadap komoditas andalan Indonesia mengalami penurunan yang menyebabkan ekspor Indonesia ikut turun.

Kedua, inflasi harga pangan (komoditas) akibat kebijakan proteksionisme yang diikuti dengan kebijakan moneter yang ketat dengan suku bunga yang naik, biaya bunga di laporan keuangan emiten akan naik dan menyebabkan laba emiten akan turun sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi tertahan. Juga tingkat diskonto valuasi asset keuangan naik sehingga valuasi akan menjadi rendah.

Ketiga, subsidi dan BLT yang meningkat akibat tetap tingginya harga minyak dunia dan penyesuaian harga yang tidak mengikuti pasar mengakibatkan defisit APBN dan rasio utang Indonesia akan meningkat

Keempat, Indonesia termasuk yang mampu tetap tumbuh positif di tengah resesi global meskipun pasar keuangan mungkin saja kena guncangan sesaat jika terjadi capital outflow secara masif.

Indonesia semakin kuat melintasi tiga krisis yang pernah terjadi pada Krisis Moneter 1998 lalu Krisis Subprime Mortgage 2008 dan Pandemi 2020. Kondisi sekarang memang membawa goncangan dan penuh ketidakpastian global, yang mengejutkan adalah kondisi ekonomi Indonesia jutsru lebih baik, hal ini membawa optimisme investor pasar modal Indonesia.