Rekomendasi Minyak Mingguan 13 – 17 November 2023: Berjuang untuk Bangkit di Bawah Tekanan Bearish

478

(Vibiznews – Commodity) Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada jam perdagangan sesi AS hari Jumat minggu lalu mengalami rebound 2.8% naik dari kerendahan harian di $75.35 ke arah $75.50 di sekitar $77.33 per barel.

Kenaikan harga minyak mentah terutama disebabkan karena melemahnya dolar AS pada paruh kedua hari terakhir perdagangan hari Jumat minggu lalu.

Dolar AS berhasil mempertahankan permintaannya selama paruh waktu pertama hari Jumat minggu lalu, namun berbalik arah setelah jam perdagangan sesi AS dimulai.

Dolar AS berbalik sedikit melemah dengan keluarnya data Consumer Confidence dari University of Michigan (UoM) yang meleset dari yang diperkirakan, melemah ke 60.4 pada bulan November dari sebelumnya 63.8 pada bulan Oktober.

Selain itu setelah sempat jatuh pada hari Kamis, Wall Street menghijau pada hari Jumat sehingga menambah tekanan turun terhadap dolar AS. Indeks dolar AS turun 0.09% ke 105.685.

Namun harga minyak mentah tetap berada di bawah tekanan bearish yang kuat. Keprihatinan pasar secara luas mengenai akan berlanjutnya eskalasi dan dampak negatip dari konflik geopolitik antara Israel dengan Hamas di Jalur Gaza telah mereda di pasar dan diganti dengan ketakutan yang baru diantara para investor bahwa permintaan akan minyak mentah sedang turun secepat yang diperkirakan oleh banyak orang.

Asumsi bahwa produksi minyak mentah global akan kurang menghadapi permintaan akan minyak mentah, sehingga membuat kekurangan supply minyak mentah, yang sebelumnya telah membawa harga minyak mentah WTI naik ke ketinggian tahunan di dekat $94.00 per barel terbukti tidak demikian adanya.

Meskipun ada pemangkasan produksi yang signifikan dari para anggota the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), permintaan minyak mentah global gagal mengatasi persediaan minyak mentah global.

Hal ini disebabkan karena, situasi perang antara Israel melawan teroris Hamas tetap dalam batas hanya diantara kedua kelompok sehingga tidak mendisrupsi rantai supply minyak mentah secara signifikan.

Sementara itu, petunjuk dari ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengenai tingkat bunga the Fed telah menekan outlook permintaan dari minyak mentah, ditambah lagi dengan berkurangnya permintaan minyak mentah dari Cina secara signifikan.

Komentar yang hawkish dari Jerome Powell memicu lompatan dari yields obligasi treasury AS, yang sempat menguatkan dolar AS. Powell menyatakan bahwa mereka tidak yakin telah berhasil mencapai sikap kebijakan moneter yang cukup restriktif yang bisa membawa turun inflasi kembali ke target 2%.

Pada saat berpartisipasi di dalam panel diskusi kebijakan moneter yang diorganisir oleh International Monetary Fund, pada hari Kamis, ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengulangi pendekatan yang bergantung kepada data ekonomi yang keluar dari AS.

Powell menyatakan:”Kami sedang membuat keputusan dari pertemuan ke pertemuan berdasarkan pada data ekonomi yang keluar dan implikasinya bagi outlook inflasi dan aktifitas ekonomi”.

Para pembuat kebijakan di Federal Reserve AS tidak yakin bisa mencapai kestabilan harga dengan level kebijakan moneter yang ada pada saat ini dimana ekonomi AS masih tetap tangguh diukur dari belanja konsumen, pasar tenaga kerja dan performance ekonomi lainnya. Karena itu mayoritas pembuat kebijakan di Federal Reserve AS cenderung untuk melanjutkan kebijakan pengetata moneter.

Pada awal sesi perdagangan New York, Presiden Fed Bank Atlanta Raphael Bostic mengatakan di dalam komentarnya bahwa bank sentral AS perlu melakukan lebih banyak pekerjaan terhadap inflasi. Bostic memandang belanja dan permintaan memang melambat kedepannya namun masih memerlukan waktu yang bagus.

Pada minggu ini, data inflasi dari konsumen, Consumer Price Index (CPI) akan keluar pada hari Selasa sangat diperhatikan pasar. Tekanan inflasi AS dari CPI ini masih memiliki peluang untuk turun secara signifikan. Para ekonom memperkirakan inflasi tahunan berdasarkan CPI pada bulan Oktober akan naik 3.3% dibandingkan dengan angka pada bulan September yang naik 3.7%.

Angka CPI umum AS untuk bulan Oktober diperkirakan akan turun dari 0.4% ke 0.1% dan angka CPI inti untuk satu tahun sampai bulan Oktober diperkirakan tetap tidak berubah di 4.2%.

Apabila angka inflasi CPI AS yang akan keluar pada hari Selasa minggu ini turun sesuai dengan yang diperkirakan pasar atau bahkan lebih rendah lagi, maka dolar AS akan turun karena semakin meyakinkan pasar bahwa siklus pengetatan oleh Federal Reserve AS telah mencapai puncaknya. Hal ini adalah positip bagi harga minyak mentah. Sebaliknya apabila angka inflasi CPI AS muncul naik dengan mengejutkan maka harga minyak mentah akan turun lebih jauh.

Selain angka inflasi CPI AS, apabila angka penjualan ritel AS yang akan muncul pada hari Rabu minggu ini, lebih lemah daripada yang diperkirakan, maka akan positip bagi harga minyak mentah karena memberikan signal kepada pasar bahwa para konsumen mulai tersandung dan tidak bisa mendukung aktifitas ekonomi untuk maju.

Pasar juga menantikan data inventori minyak mentah terbaru pada minggu ini dari American Petroleum Institute (API) pada hari Rabu dan Energy Information Administration (EIA) pada hari Kamis.

Support & Resistance

“Support” terdekat menunggu di $76.02 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $74.82 dan kemudian $72.92. “Resistance” yang terdekat menunggu di $78.87 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $80.63 dan kemudian $82.00.

Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting

Editor: Asido.