Hapus Tagih Kredit Macet UMKM, Bagaimana Mekanisme dan Aturannya?

349
Hapus Tagih Kredit Macet UMKM, Bagaimana Mekanisme dan Aturannya?
Sumber: Kemenkeu

 

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Pemerintah menganggap sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Sehingga Pemerintah ingin meningkatkan ketahanan ekonomi nasional melalui UMKM.

Namun dari hasil evaluasi saat ini banyak kredit UMKM yang macet, sekalipun telah dilakukan restrukturisasi kredit. Oleh karena itu Presiden Prabowo menganggap perlu dilakukan penghapusan utang kredit macet pada pengusaha UMKM.

Untuk melaksanakan hal tersebut, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 pada Selasa, 5 November 2024.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024
Peraturan ini mengatur tentang Penghapusan Piutang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan cara menghapus piutang macet melalui penghapusanbukuan dan penghapustagihan secara bersyarat di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan.

(Sumber: Tempo.co, 10 November 2024)

Hadirnya Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah membawa angin segar. Terutama bagi pelaku UMKM dan dunia perbankan maupun lembaga keuangan non perbankan berplat merah maupun BUMN.

Karena Peraturan Pemerintah (PP) ini memberikan kepastian hukum atas upaya-upaya percepatan penyelesaian piutang yang macet di luar ketentuan yang sudah ada.

Namun begitu, tidak semua utang UMKM dapat dihapus, ada sejumlah kriteria untuk utang UMKM yang dapat dihapus. Apa saja syaratnya?

Penulis mencoba meringkas isi PP No.47 tahun 2024

Dalam pasal 2, penghapusan piutang macet adalah:
1. penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet pada bank dan/atau lembaga keuangan non-bank, badan usaha milik negara kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, dan

2. penghapusan piutang negara macet dengan cara penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak.

Ketentuan penghapusbukuan piutang macet meliputi piutang yang telah dilakukan upaya restrukturisasi maupun yang telah dilakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tetap tidak tertagih

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 6, hapus tagih terhadap piutang macet yang telah dihapus buku mencakup kredit atau pembiayaan UMKM. Yang merupakan program pemerintah atau diluar program pemerintah, yang sumber dananya dari bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN. Dan yang sudah selesai programnya saat berlakunya PP tersebut.

Kredit atau pembiayaan UMKM akibat terjadinya bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah juga termasuk dalam cakupan penghapusan tagihan ini.

Namun demikian, berdasarkan Pasal 6 ayat (2), kredit yang termasuk dalam penjelasan di atas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. nilai pokok piutang macet paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per debitur atau nasabah;
b. telah dihapusbukukan minimal 5 (lima) tahun pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku;
c. bukan kredit atau pembiayaan yang dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit atau pembiayaan; dan
d. tidak terdapat Agunan kredit atau pembiayaan atau terdapat Agunan kredit atau pembiayaan namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau Agunan sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman/ kewajiban nasabah.

Menurut Menteri UMKM Maman Abdurrahman (dilansir dari CNBC Indonesia 5 November 2024):

Rencana penghapusan kredit macet bagi UMKM, petani, hingga nelayan tidak akan menggunakan APBN. Maman menjelaskan nantinya kurang lebih ada 1 jutaan orang yang akan dihapuskan kredit macetnya. Estimasi nilai kredit macet yang akan dihapuskan mencapai Rp 10 triliun.

Adapun kriteria yang berhak bagi badan usaha tercatat kredit macet yang tercatat mencapai Rp 500 juta, dan untuk perorangan mencapai Rp 300 juta.

Untuk memahami akan hal ini penulis mencoba menjelaskan yang dimaksud dengan kredit macet UMKM.

Kredit macet UMKM merujuk pada kondisi di mana suatu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak mampu membayar kewajiban utangnya sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dengan pemberi pinjaman (misalnya bank atau lembaga keuangan).

Dalam hal ini, pembayaran utang tersebut telah tertunda atau tidak dibayar sama sekali dalam jangka waktu yang cukup lama.

Secara umum, kredit macet terjadi ketika debitur (dalam hal ini, UMKM) gagal membayar cicilan pinjaman atau bunga sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Kredit macet sering kali disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:

1. Kesulitan Finansial karenaoh mengalami penurunan pendapatan atau kerugian akibat faktor internal (misalnya manajemen yang buruk) atau eksternal (misalnya bencana alam, penurunan permintaan, atau fluktuasi ekonomi).

2. Kurangnya Akses ke Pembiayaan: UMKM sering kali kesulitan mendapatkan akses ke pembiayaan tambahan, baik dari lembaga keuangan maupun dari investor, yang membuat mereka kesulitan untuk membayar utang yang ada.

3. Manajemen Keuangan yang Tidak Efisien: Jika pengelolaan keuangan UMKM tidak optimal, misalnya pengeluaran lebih besar dari pendapatan, hal ini bisa menyebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban utang.

4. Kondisi Ekonomi: Fluktuasi ekonomi atau krisis ekonomi bisa mempengaruhi UMKM secara keseluruhan, yang berujung pada kesulitan dalam membayar kredit.

Untuk mengatasi kredit macet pada UMKM, bank biasanya melakukan berbagai langkah, baik preventif maupun korektif.

Berikut adalah beberapa tindakan yang biasanya diambil oleh bank untuk menangani masalah kredit macet UMKM, antara lain:

1. Restrukturisasi Pinjaman

• Penundaan Pembayaran (Rescheduling): Bank memberikan kelonggaran waktu bagi UMKM untuk membayar cicilan utang mereka dengan memperpanjang jangka waktu pinjaman. Hal ini dapat membantu UMKM yang mengalami kesulitan keuangan sementara.

• Pengurangan Bunga (Repricing): Bank dapat menurunkan tingkat bunga pinjaman agar cicilan yang harus dibayar oleh UMKM lebih terjangkau.

• Pengurangan Pokok Utang (Reconditioning): Dalam beberapa kasus, bank bisa memutuskan untuk mengurangi sebagian pokok utang yang harus dibayar oleh UMKM, terutama jika keadaan ekonomi UMKM sangat terpuruk.

2. Pemberian Pinjaman Baru untuk Menjaga Arus Kas

• Bank dapat memberikan pinjaman tambahan atau fasilitas kredit baru untuk membantu UMKM tetap bisa menjalankan usaha mereka dan memperbaiki arus kas. Hal ini sering kali dilakukan jika UMKM memiliki potensi untuk bangkit kembali namun membutuhkan modal tambahan.

3. Pendampingan dan Bimbingan
Banyak bank yang bekerja sama dengan lembaga lain untuk memberikan pendampingan atau bimbingan kepada UMKM dalam mengelola keuangan dan meningkatkan kinerja usaha mereka. Program pelatihan ini bisa mencakup manajemen keuangan, perencanaan bisnis, atau strategi pemasaran yang efektif.

Bank juga dapat memberikan akses kepada UMKM untuk mendapatkan layanan konsultasi profesional, yang bertujuan agar UMKM bisa menghindari masalah keuangan di masa depan.

4. Penyusunan Rencana Pembayaran Baru
Dalam beberapa kasus, bank mungkin melakukan negosiasi ulang dengan UMKM untuk menyusun rencana pembayaran yang lebih realistis berdasarkan kemampuan bayar UMKM. Ini bisa mencakup cicilan yang lebih rendah atau pembayaran yang lebih fleksibel.

5. Penyelesaian secara Hukum

Jika langkah-langkah restrukturisasi dan negosiasi tidak berhasil, dan kredit tetap macet dalam jangka waktu yang lama, bank dapat melibatkan pihak ketiga, seperti mediator atau bahkan pengadilan, untuk menyelesaikan masalah kredit macet. Proses ini biasanya melibatkan penyitaan jaminan (collateral) atau aset yang telah dijaminkan oleh UMKM untuk menutupi utang.

Jika telah dilakukan restrukturisasi, namun kredit tidak dapat diselamatkan maka bank dapat melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet

Penghapusbukuan adalah tindakan administratif oleh Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank untuk menghapus piutang macet dari laporan posisi keuangan Bank. Dan/atau lembaga keuangan non-Bank sebesar kewajiban debitur atau nasabah tanpa menghapus hak tagih Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank kepada debitur atau nasabah.

Ini berarti piutang tersebut masih tercatat di off-balance sheet sehingga suatu saat, jika kondisi nasabah membaik masih dapat dilakukan penagihan.

Sedangkan penghapustagihan adalah tindakan penghapusan hak tagih oleh Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank atas suatu tagihan kepada debitur atau nasabah setelah
Penghapusbukuan dilakukan.

Artinya piutang yang macet tersebut sudah tidak mungkin dapat ditagih lagi karena berbagai alasan seperti usahanya bangkrut, atau secara sosial tidak mungkin dapat ditagih lagi.

Misalnya outstanding piutang tersebut sebesar Rp 1 milyar
Hapus tagih dapat dilakukan semuanya (100%) atau dilakukan sebagian (50%) karena dianggap masih ada hartanya yang dapat ditagih.

Sedangkan jika hapus tagih dilakukan 100%, artinya tidak ada kemungkinan untuk ditagih lagi maka piutang yang dihapustagih diberikan keterangan LUNAS. Karena dianggap sudah lunas, maka jika nasabah masih ingin mengambil kredit baru dapat dilakukan.

Meskipun PP ini telah mengatur kriteria kredit UMKM yang bisa dihapustagihkan. Namun demikian, penulis menilai tetap diperlukan peraturan turunannya agar dapat diimplementasikan sesuai prosedur yang lebih detail dan jelas.

Mengingat PP tersebut memiliki batas waktu enam bulan sejak PP 47/2024 diterbitkan, perlu dukungan dari regulator supaya Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) bisa cepat mengimplementasikan kebijakan hapus tagih UMKM.

Kesimpulan

Untuk bisa mempercepat implementasi kebijakan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh perbankan dan juga pemerintah.
Misalnya untuk perbankan, bisa segera memetakan debitur yang memenuhi kriteria penghapusan utang sesuai dengan PP 47/2024.

Kemudian, melakukan penilaian menyeluruh terhadap status kredit debitur untuk memastikan kelayakan penghapusan, serta bekerja sama dengan instansi terkait untuk sinkronisasi data dan prosedur.

Pemerintah perlu membentuk tim verifikasi untuk memastikan data debitur akurat untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan.

Adanya tim verifikasi dari pemerintah juga dapat menjadi pegangan bagi bank pelaksana hapus tagih UMKM di sisi kepastian hukum. Sehingga lebih aman di kemudian hari, karena ada pihak pemerintah yang ikut terlibat verifikasi.

Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi informasi mengenai prosedur dan kriteria penghapusan utang kepada masyarakat dan perbankan.

Implementasi PP 47/2024, dapat mendorong pertumbuhan UMKM dengan memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk memulai kembali tanpa beban utang lama yang menghambat.

Selain itu, pelaku UMKM dapat memperbaiki likuiditas, membuka akses ke pembiayaan baru dan meningkatkan produktivitas usaha. Sehingga berpotensi menghidupkan kembali usaha-usaha yang sebelumnya terhenti akibat tekanan finansial.

 

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting