(Vibiznews – IDX Stock) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada awal perdagangan Selasa (4/2). Pukul 09.00 WIB, IHSG menguat 38,52 poin atau 0,55% ke 7.069,80. Namun per pukul 09:31 WIB, IHSG berhasil melesat 1,01% ke posisi 7.100,93.
IHSG berhasil pulih ke level psikologis 7.100, setelah kemarin terkoreksi ke level 7.000-an, bahkan ke level 6.900-an.
Berdasarkan pengamatan, ada sebanyak 209 saham naik, 72 saham turun dan 219 saham stagnan. Seluruh indeks sektoral menguat, menopang kenaikan IHSG.
Indeks sektoral dengan kenaikan terbesar adalah sektor barang baku yang naik 1,58%, sektor teknologi naik 1,29%. Dan sektor properti yang naik 1,13%.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 1,8 triliun. Dengan volume transaksi mencapai 3,5 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 258.826 kali.
IHSG berhasil melesat setelah adanya kabar bahwa penerapan kebijakan Tarif dagang Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ditunda.
Penerapan tarif 25% atas barang impor dari Meksiko ditunda hingga sekitar satu bulan. Ini dilakukan setelah pembicaraan dilakukan Trump dengan para pemimpin kedua negara, yang seharusnya menjadi sekutu dekat AS itu.
Pengumuman Kanada diberikan Perdana Menteri (PM), Justin Trudeau setelah panggilan telepon dengan Trump. Turdeau berjanji melakukan penguatan perbatasan untuk menghentikan penyeberangan migran dan obat-obatan terlarang.
Penundaan ke Meksiko juga diumumkan Presiden Claudia Sheinbaum. Sama seperti Kanada, Meksiko juga akan mengirimkan 10.000 tentara ke perbatasan untuk menghentikan penyebaran fentanil.
“Percakapan yang baik dengan Presiden Trump, (dilakukan) dengan penuh rasa hormat terhadap hubungan dan kedaulatan kita,” ujarnya.
Di lain sisi, data aktivitas manufaktur RI yang makin pulih juga menjadi sentimen positif bagi IHSG pada hari ini.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia menunjukkan kinerja yang impresif di mana terjaga pada level ekspansif. Bahkan meningkat ke level 51,9 pada Januari 2025 dari sebelumnya di level 51,2 pada Desember 2024.
Level ini tercapai di tengah penurunan pada mayoritas PMI Manufaktur di kawasan Asia Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Yang sekaligus mendorong sedikit penurunan pada PMI Manufaktur ASEAN.
Stabilitas permintaan pasar dan ekonomi secara keseluruhan terutama di dalam negeri diindikasi menjadi faktor pendorong tercapainya keberhasilan tersebut.
Tercatat, perusahaan yang disurvei menyampaikan bahwa terjadi peningkatan pesanan. Dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksinya sehingga menjadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir.
Selain itu, peningkatan produksi ini pun menjadi titik balik perusahaan dalam peningkatan tenaga kerja. Dalam hal ini, laju peningkatan tenaga kerja pada Januari 2025 menjadi yang tertinggi pada dua tahun terakhir, sebagai langkah dalam memenuhi permintaan.
Berbagai perusahaan optimis atas kondisi permintaan di sektor manufaktur dalam satu tahun ke depan.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting