(Vibiznews – IDX Stock) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Rabu siang ini menguat 50,77 poin atau 0,74% ke 6.948,97. IHSG terus bergerak di zona hijau makin mendekati level 7.000.
Penguatan IHSG ditopang mayoritas indeks sektoral. Sektor dengan penguatan terbesar dicetak IDX Energi yang melonjak 1,86% di awal perdagangan hari ini.
Selanjutnya, IDX Sektor Barang Baku, IDX Sektor Kesehatan, IDX Sektor Barang Konsumen Primer dan IDX Sektor Barang Konsumen Non-Primer.
Berikutnya, IDX Sektor Infrastruktur, IDX Sektor Keuangan, IDX Sektor Transportasi dan Logistik, IDX Sektor Properti dan Real Estate.
Sementara itu, IDX Sektor Perindustrian menjadi sektoral dengan pelemahan terdalam setelah turun 0,79% di awal perdagangan hari ini. Disusul, IDX Sektor Teknologi.
Berdasarkan pengamatan, nilai transaksi cukup ramai atau mencapai Rp 5,68 triliun yang melibatkan 9,7 miliar saham dalam 608.692 kali transaksi.
Penguatan ini memperpanjang reli IHSG yang telah menguat dalam delapan hari perdagangan beruntun dan dalam 18 hari perdagangan terakhir. Tercatat hanya dua kali berakhir di zona merah. Dalam periode yang sama (17 hari perdagangan terakhir) atau sejak akhir perdagangan Rabu, 9 April 2025, IHSG tercatat telah melesat hingga 16%.
Sementara itu, jika melihat secara historis, IHSG selama 10 tahun terakhir pada periode Mei dominan mencatatkan pelemahan, hanya di tahun 2015 dan 2020 IHSG menguat di periode Mei.
Pergerakan pasar keuangan domestik pada hari ini akan dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri khususnya dari AS. Yaitu soal penentuan suku bunga The Fed yang akan ditetapkan dalam rapat Federal Open Meeting Committee (FOMC) The Fed . Yang digelar Rabu malam hingga Kamis dini hari waktu Indonesia.
Selain itu fluktuasi harga komoditas juga ikut menjadi penggerak pasar.
Keputusan FOMC dari The Fed memiliki pengaruh besar terhadap pasar keuangan Indonesia. Salah satu dampaknya terlihat pada nilai tukar rupiah, yang dapat mengalami penguatan jika suku bunga The Fed diturunkan.
Hal ini terjadi karena investor global cenderung mencari peluang investasi dengan imbal hasil lebih tinggi di negara berkembang. Namun, ada pula risiko arus modal keluar yang bisa menyebabkan pelemahan rupiah jika investor merasa ketidakpastian ekonomi meningkat.
Ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga dapat memicu volatilitas pasar saham. Di mana investor menyesuaikan strategi investasi mereka berdasarkan proyeksi kebijakan moneter Amerika Serikat.
Meskipun penurunan suku bunga sering kali memberikan dorongan positif bagi pasar saham dalam jangka panjang, efek jangka pendeknya bisa cukup fluktuatif.
Selain itu, arus modal asing sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan The Fed. Investor global cenderung menyesuaikan portofolio mereka berdasarkan tingkat suku bunga di Amerika Serikat, yang bisa berdampak pada peningkatan atau penurunan investasi di Indonesia.
Ketika The Fed menaikkan suku bunga, aset berdenominasi dolar menjadi lebih menarik, sehingga investor asing cenderung menarik dananya dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sebaliknya, jika suku bunga diturunkan, potensi arus modal masuk ke Indonesia bisa meningkat.
Menurut Analis Vibiz Research Center, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya pada kisaran 4,25-4,50%, sama seperti sejak Januari.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting