Negosiasi Dagang AS – Tiongkok, Risiko Tarif Masih Membayangi

210
source : Wikimedia Commons

(Vibiznews – Economy & Business) Negosiator tingkat tinggi dari Amerika Serikat dan Tiongkok kembali duduk bersama pada akhir pekan ini dalam putaran pembicaraan penting yang bertujuan meredakan ketegangan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia. Presiden Donald Trump menyambut positif perkembangan terbaru tersebut, menggambarkan sesi perundingan pertama sebagai “pertemuan yang sangat baik.”

Pertemuan selama dua hari ini dipimpin oleh Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok, He Lifeng, serta diselenggarakan di Jenewa merupakan dialog langsung pertama yang dipublikasikan secara resmi sejak pemerintahan Trump memberlakukan tarif baru sebesar 145% atas barang-barang asal China. Beijing pun merespons dengan menaikkan tarif sebesar 125% terhadap produk-produk asal AS dan memperketat ekspor mineral rare earths.

Jamieson Greer, perwakilan dagang AS, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Diskusi hari Sabtu berlangsung di misi permanen Swiss untuk PBB dan berlanjut ke hari Minggu.

Ketegangan Masih Tinggi, Namun Ada Optimisme

Kendati kedua pihak menunjukkan sinyal positif, situasi secara keseluruhan masih penuh ketidakpastian. Perang tarif antara AS dan Chins telah mengguncang pasar keuangan global dan meningkatkan biaya bagi konsumen Amerika. Hal ini mendorong tekanan domestik terhadap Presiden Trump untuk segera mencapai solusi diplomatik dengan Presiden Xi Jinping.

Sementara itu, China tengah berupaya memperkuat perekonomian domestiknya menjelang perundingan lanjutan. Namun data terbaru mengindikasikan perlambatan pertumbuhan. Kantor berita Xinhua menggambarkan pertemuan di Swiss sebagai “langkah penting menuju resolusi,” seraya menegaskan bahwa proses ini akan memerlukan kesabaran dan dukungan dari komunitas internasional. Beijing tetap berkomitmen untuk menjaga kepentingan nasional dan kestabilan sistem perdagangan global.

Pesan Dari Washington

Meskipun Trump menegaskan perlunya konsesi dari pihak China sebagai syarat untuk menurunkan tarif, ia juga menyebut bahwa tarif sebesar 80% “terasa masuk akal.” Dalam pernyataannya kepada media, Trump mengatakan bahwa AS harus memperoleh kesepakatan “yang besar dan adil,” sambil menyampaikan optimisme akan tercapainya hasil positif.

Namun demikian, Menteri Keuangan Bessent menurunkan ekspektasi pasar dengan menyatakan bahwa pembicaraan masih dalam tahap awal dan difokuskan pada penurunan ketegangan, bukan pencapaian kesepakatan menyeluruh. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, bahkan menyebut kecil kemungkinan tarif akan dihapus sepenuhnya, sekalipun pembicaraan berlangsung produktif. Menurutnya, tarif akan dipertahankan pada tingkat “manusiawi” untuk menjaga daya tawar AS.

Sikap China: Waspada dan Strategis

Delegasi China memasuki perundingan ini dengan pendekatan hati-hati. Wu Xinbo, Direktur Pusat Studi Amerika di Universitas Fudan, mengatakan bahwa Beijing ingin melihat seberapa serius AS dalam mendorong tercapainya kesepakatan substansial. Ia menyebut pertemuan ini lebih bersifat eksploratif daripada final.

Dengan gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) kedua negara mencapai USD 46 triliun, skala dampak dari konflik ini tidak bisa diabaikan. Bloomberg Economics memperkirakan bahwa tarif yang saat ini berlaku berpotensi memukul hingga 90% dari total volume perdagangan bilateral.

Dampak Terhadap Ekonomi Domestik dan Global

Data terbaru menunjukkan dampak nyata dari eskalasi dagang. Volume ekspor China ke AS anjlok 21% dalam sebulan terakhir, sementara ekspor ke Uni Eropa meningkat 8%, menunjukkan upaya Beijing untuk mendiversifikasi pasar ekspornya. Penurunan ekspor ini juga berdampak pada aktivitas manufaktur dan memperburuk tekanan deflasi serta kerapuhan pasar tenaga kerja di dalam negeri.

Di sisi lain, ekonomi AS masih menunjukkan daya tahan, namun sejumlah analis memperingatkan akan terjadinya kelangkaan barang dalam waktu dekat yang berisiko menyebabkan gangguan di sektor logistik, distribusi, dan ritel. Federal Reserve sendiri telah memperingatkan meningkatnya ketidakpastian ekonomi. Ekonomi AS tercatat mengalami kontraksi pada awal tahun ini, meskipun permintaan domestik tetap stabil.

Konflik dagang ini juga telah menciptakan efek domino global. WTO menurunkan proyeksi pertumbuhan perdagangan barang global tahun ini menjadi -0,2%, atau hampir 3 poin persentase lebih rendah dibandingkan skenario tanpa perang dagang. IMF juga merevisi turun proyeksi pertumbuhan global dan memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut bisa membawa risiko sistemik yang lebih luas.

Tarik Ulur Kepentingan: Antara Strategi dan Nasionalisme

Trump kembali menegaskan bahwa tujuan utama Washington adalah menciptakan keseimbangan perdagangan dan membuka pasar China bagi produk Amerika. Ia menyatakan bahwa akses ke pasar AS adalah kekuatan tawar terbesar yang dimiliki AS untuk memaksa China melakukan perubahan.

“Mereka punya lebih banyak keuntungan dari kesepakatan ini dibanding kita,” ujar Trump.

Namun dari perspektif Beijing, tarif yang dikenakan AS dipandang sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk membendung kebangkitan ekonomi China. Regina Ip, anggota parlemen Hong Kong, menyatakan bahwa konflik ini sudah melampaui isu perdagangan dan menyentuh aspek eksistensial nasional bagi China.

“China siap menanggung penderitaan dan tidak akan mundur,” tegasnya. “Kedua pihak harus sangat berhati-hati agar tidak memperburuk keadaan.”

Isu Strategis Tambahan: Rare Earth dan Fentanil

Isu lain yang menjadi sorotan dalam perundingan ini mencakup desakan AS agar China melonggarkan kontrol atas ekspor mineral rare earth, komponen vital dalam berbagai sektor strategis seperti teknologi tinggi dan pertahanan. Selain itu, AS juga mendesak tindakan lebih lanjut terhadap perdagangan prekursor fentanil, narkotika sintetis yang menjadi isu kesehatan masyarakat di Amerika.

Pemerintah China menegaskan bahwa mereka telah bertindak agresif untuk memberantas perdagangan fentanil dan menyatakan bahwa AS seharusnya mengapresiasi upaya tersebut. Namun demikian, pembahasan mengenai isu fentanil kemungkinan akan ditangani melalui jalur diplomasi yang terpisah dari negosiasi dagang utama.

Di tengah ketegangan geopolitik dan tekanan makroekonomi global, dimulainya kembali dialog dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi sinyal penting bagi pelaku pasar. Meski belum menghasilkan kesepakatan konkret, pertemuan di Jenewa memperlihatkan adanya niat politik dari kedua pihak untuk mencari titik temu.

Bagi investor dan pelaku usaha, ini adalah momentum untuk mengantisipasi potensi normalisasi arus perdagangan dan peningkatan kepercayaan pasar.