(Vibiznews-Kolom) Di masa yang penuh gejolak ini, tidak heran jika sebagian investor memilih menepi—dan merasa terjebak di sana. Inilah cara untuk mengatasi rasa takut kita.
Kebanyakan investor pernah merasakan FOMO, atau fear of missing out (takut ketinggalan peluang). Saat ini, banyak yang justru merasakan hal sebaliknya, FOGI – Fear of Getting In atau FOJI – Fear of Joining In, rasa takut untuk masuk atau berinvestasi karena khawatir akan rugi, terutama setelah pasar sempat turun atau tampak tidak stabil.
Pada bulan April, gejolak yang ditimbulkan oleh tarif-tarif Presiden Trump membuat saham-saham AS turun 12% hanya dalam empat hari. Beberapa investor segera keluar dari pasar, khawatir bahwa kebijakan Trump akan mengguncang perjanjian-perjanjian internasional yang selama puluhan tahun mendukung perdagangan global.
Investor lain sudah lebih dulu keluar, entah karena mengantisipasi masa jabatan kedua Trump atau karena mereka merasa bahwa keuntungan tahunan dua digit berturut-turut seperti yang dialami saham AS pada 2023 dan 2024 tak mungkin berkelanjutan.
Kini, pasar telah menghapus kerugian bulan April setelah Trump menarik kembali beberapa tarif dan keputusan pengadilan pada hari Rabu meragukan rencananya untuk perang dagang. Hal ini membuat banyak orang mulai bertanya-tanya apakah mereka seharusnya kembali berinvestasi secara penuh.
Dilema mereka yang melumpuhkan, mereka tidak tahu kapan atau bagaimana melakukannya.
“Saya tidak mengalami FOMO,” kata Michael McCowin, seorang investor di Madison, Wisconsin. “Saya mengalami FOGI.”
Di rekening pensiun pribadinya, tempat ia melakukan sebagian besar investasinya, McCowin keluar dari saham pada awal tahun lalu, setelah indeks S&P 500 mencatatkan imbal hasil 26,3% pada 2023 dan hampir 11% hanya dalam kuartal pertama 2024.
Merasa FOGI bisa membuat kita merasa seperti orang tua kuno meskipun usia kita jauh dari 86 tahun seperti McCowin. McCowin adalah mantan kepala investasi di dewan pensiun negara bagian Wisconsin, yang mengelola aset pensiun para pegawai negeri di negara bagian tersebut.
Jadi, dia bukanlah investor naif atau impulsif. Namun, katanya, FOGI-nya adalah “perasaan intuisi yang kuat.”
Secara spesifik, apa yang ditakutkan McCowin? “Masuk terlalu cepat,” katanya, sebelum pasar benar-benar mencapai titik terendah.
“Saya mungkin sudah terlalu jauh dengan mengalihkan semuanya ke uang tunai,” tambahnya. “Saya memang percaya bahwa kita berada di ambang penurunan yang sangat signifikan, dan jika itu terjadi saya akan siap menghadapinya. Dan kalau tidak terjadi, saya mendapatkan bunga 4% hingga 4,5% [dari uang tunai], dan itu sudah lebih dari cukup bagi saya.”
McCowin menekankan bahwa ia tidak akan pernah menyarankan cucu-cucunya melakukan apa yang ia lakukan, karena mereka masih memiliki puluhan tahun masa kerja yang bisa digunakan untuk menanggung risiko gejolak pasar. Dan saya pun berpikir bahwa langkahnya tidak cocok untuk kebanyakan orang. Namun FOGI-nya mengingatkan kita bahwa investor sering lupa bertanya – Apa sebenarnya yang saya takutkan?
Perubahan seperti yang dilakukan McCowin “bukan tentang mengurangi risiko, melainkan mengurangi penyesalan,” kata Meir Statman, profesor keuangan di Universitas Santa Clara yang mempelajari psikologi dalam berinvestasi.
“Ketakutan untuk masuk kembali adalah ketakutan untuk merasa benar-benar bodoh,” kata Statman. Jika pasar naik sebelum kita kembali masuk, “Kita akan terpaksa membeli saham kembali dengan harga lebih tinggi dan berkata, ‘Tuhan, kenapa saya dulu menjual?’” Jika pasar malah turun setelah kita masuk kembali, kita juga akan menyalahkan diri sendiri karena itu.
Mari kita lihat pergerakan pasar belakangan ini dalam perspektif jangka panjang.
Sejak akhir Perang Dunia II, indeks S&P 500 telah turun antara 5% dan 10% sebanyak 63 kali, dan turun antara 10% dan 20% sebanyak 25 kali, menurut Sam Stovall dari CFRA, sebuah perusahaan riset investasi. Indeks ini telah mengalami penurunan setidaknya 20% sebanyak 14 kali; tiga di antaranya merupakan penurunan besar lebih dari 40%.
Indeks S&P 500 Tahun 2000-2025

Dalam penurunan terburuk sebesar minimal 40%, periode penurunan rata-rata berlangsung selama 23 bulan, dan butuh waktu rata-rata 58 bulan—hampir lima tahun—untuk kembali ke level semula. (Angka-angka ini tidak termasuk reinvestasi dividen, yang akan mempercepat waktu pemulihan.)
Satu keuntungan dari gejolak bulan April adalah bahwa itu masih sangat segar dalam ingatan kita, sehingga kita sulit untuk membohongi diri sendiri tentang apa yang kita percayai beberapa minggu lalu.
Hindsight bias, kecenderungan manusia untuk percaya bahwa prediksi kita di masa lalu jauh lebih akurat daripada kenyataannya, sering menipu investor. Hindsight bias dalam psikologi sering disebut juga sebagai bias setelah kejadian atau bias pengetahuan setelah fakta. Ini adalah kecenderungan seseorang untuk meyakini, setelah suatu peristiwa terjadi, bahwa mereka “sebenarnya sudah tahu” hasilnya sejak awal—padahal sebenarnya tidak.
Namun kali ini, kita mungkin bisa mengakuinya. Pada beberapa hari pertama, saat Trump memberlakukan tarif besar-besaran pada negara-negara lain dan pasar terhuyung, kita langsung menarik kesimpulan bahwa ekonomi global telah terganggu secara permanen. Seperti kebanyakan investor, kita mungkin meremehkan betapa tangguh dan adaptifnya manusia, perusahaan, pasar, dan pemerintahan.
Keuntungan lain dari kemerosotan pasar di bulan April adalah bahwa itu terjadi sangat cepat. Dalam empat minggu yang luar biasa, saham-saham anjlok, lalu kembali pulih. Dengan segala naik-turunnya indeks S&P 500, indeks itu tetap naik 1% pada 2025.
Jadi kita tidak bisa merasakan ketakutan untuk masuk kembali jika kita bahkan tidak sempat keluar.
Itu merupakan berkah, karena mengatur waktu pasar saham jauh lebih sulit daripada kelihatannya. Seperti yang dikemukakan John Montgomery, pendiri Bridgeway Capital Management di Houston, keluar dari saham sebelum krisis hanyalah sebagian kecil dari yang harus kita lakukan sebagai pengatur waktu pasar yang sukses.
Kita harus benar dalam memprediksi kondisi ekonomi, kapan itu akan mulai berdampak, dan kapan akan berakhir. Kita juga harus benar dalam menilai kapan dan bagaimana pasar saham, suku bunga, dan variabel lain akan merespons.
“Ada setidaknya empat peluang untuk melakukan kesalahan,” kata Montgomery, dan “jika kita meleset hanya dua bulan saja, itu bisa menghancurkan seluruh peluang untuk mendapatkan keuntungan.”
Untuk berhasil melakukan market timing, investor harus benar soal arah ekonomi, apakah akan membaik atau memburuk. Lalu, ia juga harus tahu kapan tepatnya perubahan itu akan terjadi, karena waktu sangat menentukan. Setelah itu, ia perlu memprediksi bagaimana pasar akan merespons kondisi ekonomi tersebut, yang sering kali tidak sejalan dengan logika. Tak kalah penting, investor harus tahu kapan dan bagaimana cara masuk kembali ke pasar setelah keluar.
Keempat aspek ini harus tepat sekaligus, tidak cukup hanya satu atau dua yang benar. Jika meleset sedikit saja dalam salah satu bagian, potensi keuntungan bisa berubah jadi kerugian besar. Karena itulah, market timing lebih sulit daripada kelihatannya.
Montgomery ingin menekankan bahwa market timing itu sangat sulit dan berisiko tinggi, karena kita harus membuat empat keputusan besar dengan benar secara bersamaan. Dan kalau kita salah waktu sedikit saja, keuntungan yang kita harapkan bisa langsung berubah jadi kerugian. Maka dari itu, strategi investasi jangka panjang yang konsisten sering lebih bijaksana daripada mencoba menebak-nebak pasar.
Jika, seperti McCowin, kita memang telah keluar dari pasar, maka cara terbaik untuk mengatasi FOGI kita adalah dengan mengambil langkah-langkah kecil. Aturlah rencana investasi otomatis untuk mentransfer sejumlah uang tetap dari rekening bank atau aset tunai kita ke dalam reksa dana saham atau akun pialang. Sebarkan transfer tersebut secara merata dalam interval bulanan selama setidaknya satu tahun.
Itu seharusnya dapat mengurangi ketakutan kita akan membeli kembali semua saham dengan harga lebih tinggi dari saat kita menjualnya, atau membeli terlalu banyak tepat sebelum pasar kembali jatuh. Lebih dari itu, kita juga mengurangi risiko tergoda untuk berpikir bahwa kita tahu persis kapan waktu yang tepat untuk masuk kembali.



