Bank Jepang Mendekati Titik Balik Kebijakan

85
nikkei jepang

(Vibiznews – Banking) Bank Jepang berada di ambang keputusan yang berpotensi mengakhiri satu bab panjang dalam sejarah kebijakan moneter Jepang. Setelah mempertahankan target suku bunga kebijakan di level 0,5 persen sejak pengetatan terakhir pada Januari, bank sentral kini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam hampir 30 tahun. Langkah ini bukan sekadar penyesuaian teknis, melainkan sinyal bahwa ekonomi Jepang telah cukup berubah untuk meninggalkan era uang murah yang mendefinisikannya selama beberapa dekade.

Dorongan utama di balik perubahan sikap ini datang dari inflasi yang semakin mengakar dan dinamika upah yang mulai bergerak lebih meyakinkan. Selama bertahun-tahun, Bank of Japan bersikeras bahwa inflasi Jepang bersifat sementara dan didorong faktor eksternal. Kini, dengan perusahaan-perusahaan besar menaikkan gaji secara berulang dan harga jasa ikut menanjak, argumen tersebut semakin sulit dipertahankan. Bank sentral melihat tanda-tanda bahwa siklus harga dan upah mulai terbentuk, sesuatu yang lama menjadi tujuan kebijakan moneter ultra-longgar Jepang.

Namun menaikkan suku bunga di Jepang selalu sarat risiko. Perekonomian negara ini masih dibayangi pertumbuhan yang rapuh dan beban utang pemerintah yang sangat besar. Kenaikan biaya pinjaman berpotensi menekan konsumsi domestik dan investasi, terutama di sektor-sektor yang selama ini bergantung pada pembiayaan murah. Bank of Japan harus menyeimbangkan kebutuhan menormalisasi kebijakan dengan kewaspadaan agar tidak memicu perlambatan yang tidak diinginkan.

Pasar keuangan global juga mencermati langkah ini dengan seksama. Selama bertahun-tahun, suku bunga rendah Jepang menjadi sumber likuiditas global melalui strategi carry trade, di mana investor meminjam yen murah untuk berinvestasi di aset berimbal hasil lebih tinggi di luar negeri. Kenaikan suku bunga berisiko memicu pembalikan arus tersebut, memperkuat yen dan mengguncang pasar obligasi serta saham di berbagai negara. Dampaknya mungkin tidak instan, tetapi arah kebijakan Bank of Japan kini lebih relevan bagi pasar global dibandingkan satu dekade lalu.

Bagi Jepang sendiri, keputusan ini bersifat simbolis sekaligus praktis. Ia menandai kepercayaan bank sentral bahwa ekonomi tidak lagi terjebak dalam deflasi struktural. Pada saat yang sama, normalisasi suku bunga memberi Bank of Japan ruang kebijakan yang lebih luas untuk menghadapi guncangan di masa depan. Selama ini, dengan suku bunga mendekati nol, ruang manuver tersebut nyaris tidak ada.

Meski demikian, Bank of Japan kemungkinan akan bergerak sangat bertahap. Nada komunikasi tetap berhati-hati, menekankan bahwa setiap kenaikan suku bunga bergantung pada data dan kondisi ekonomi. Pendekatan ini bertujuan menjaga stabilitas pasar dan menghindari kejutan yang dapat merusak kepercayaan. Jepang tidak terburu-buru mengejar suku bunga tinggi, tetapi berusaha keluar perlahan dari kebijakan ekstrem yang pernah dianggap perlu.

Jika kenaikan ini benar-benar terjadi, ia akan menjadi penanda perubahan arah yang telah lama dinanti. Jepang tidak tiba-tiba menjadi ekonomi dengan suku bunga tinggi, tetapi langkah kecil ini menunjukkan bahwa era kebijakan moneter yang nyaris tanpa batas mulai ditinggalkan. Bagi investor dan pembuat kebijakan, sinyalnya jelas: Jepang bergerak menuju normalisasi, meski dengan langkah yang tetap sangat terukur.