Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terpangkas; Mari Belajar dari Filipina yang Tetap Bertumbuh Kuat

3370

Hari-hari belakangan ini diwarnai sepertinya dengan sejumlah info dan data yang kurang menggembirakan dari sisi pertumbuhan ekonomi. The World Bank baru saja memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun 2016 menjadi 2,4% dari prakiraan pada bulan Januari lalu, yakni 2,9%. Langkah ini diambil disebutkan akibat melambatnya pertumbuhan di negara-negara maju, harga komoditas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang. Sementara itu, Pemerintah Indonesia akhirnya menurunkan target pertumbuhan ekonomi pada RAPBN Perubahan 2016, dari yang sebelumnya sebesar 5,3% menjadi 5,1%.

Menteri Keuangan menjelaskan kepada sejumlah media (8/6/2016) bahwa penurunan target di RAPBN-P ini dikarenakan dua komponen perekonomian yang diproyeksi tidak sebagus yang dibayangkan, yakni investasi swasta dan ekspor. Kedua komponen tersebut sangat terpengaruh oleh kondisi perekonomian global yang melemah.

Di tengah situasi arus pelambatan pertumbuhan ekonomi, ada negara tetangga kita yang tampil beda sendiri. Dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,2% pada periode 2010 sampai 2015, Filipina sekarang menjadi salah satu negara yang termasuk tercepat pertumbuhan ekonominya di dunia, sementara banyak negara Asia lainnya tertekan oleh pengaruh pelambatan dari China. Seperti apa perkonomian dari negara yang sempat dijuluki sebelumnya “orang sakit Asia” ini? Mungkin saja ada hal-hal positif yang bisa menjadi acuan pembelajaran bagi kita di Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan dalam negeri kita.

philippines-gdp

Pertumbuhan cepat ekonomi Filipina ini, dari sisi waktu periodenya, bersamaan dengan pemerintahan era Benigno Aquino sebagai Presiden Filipina. Dalam pelantikannya pada tahun 2010, Aquino berkomitmen untuk membangun infrastruktur, mencetak lapangan kerja, dan membuat Filipina sebagai tempat berinvestasi. Komitmen ini dilaksanakannya, dan berbuah pada pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Infrastruktur, Pemberantasan Korupsi, Pengakuan Internasional

Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Filipina adalah kenaikan tajam anggaran pemerintah yang dijalankan sejak awal pemerintahan Aquino. Sektor perdagangan juga bergerak cepat dan mengesankan. Sementara itu, ekspor berperan besar dalam kontribusi pertumbuhan. Ekspor ini didorong oleh pertumbuhan sektor manufaktur yang melejit sekitar 10,7% setahunnya, sementara itu sektor pertanian juga bertumbuh cepat melampaui perkiraan.

Di sisi lain, tingkat korupsi di negeri ini dikabarkan cukup berhasil diberantas. Ini sekaligus memberikan dampak positif bagi semakin gencar masuknya penanaman modal asing (PMA) dalam pembangunan infrastruktur yang mendongkrak pertumbuhan. Sekitar 5% dari GDP Filipina dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan bandar udara.

Kondisi bisnis yang terus membaik telah membuat Filipina tampil sebagai destinasi investasi asing yang sangat menarik. Satu perusahaan solusi energy dari Perancis, Deltadore, misalnya, telah membuka bisnisnya di Filipina pada tiga tahun lalu. Saat ini, sudah direncanakan untuk pengembangan karyawannya dua kali lipat dalam prospek bisnis yang dipandang mengesankan. Banyak pebisnis asing memandang Filipina menjadi makin menarik bagi lebih banyak PMA lainnya.

Keyakinan akan bisnis yang kondusif telah menyebar di kalangan komunitas bisnis internasional. Tiga rating agency internasional pun telah memberikan status investment grade bagi Filipina, yang menunjukkan kepercayaannya atas kemampuan pemerintah Filipina dalam menangani pembayaran utang luar negeri mereka  secara tepat waktu. Situasi ini sangat berbeda dari posisi sekitar delapan tahun lalu, saat para agency memberikan peringatan ketidakpastian bagi Filipina.

Saat ini Moody’s menaruh rating Baa2. Standard & Poor’s memberikan peringkat BBB, sedangkan Fitch BBB-. Peringkat-peringkat tersebut telah menjadikan Filipina destinasi investasi asing yang menarik, sekaligus juga menurunkan biaya utang pemerintah.

Terkuat di Asia Tenggara

Pada tahun lalu, Bloomberg gamblang menyebutkan bahwa Filipina tidak lagi menjadi si ‘orang sakit Asia’ (sick man of Asia) tetapi telah berubah menjadi si ‘orang terkuat di Asia Tenggara’ atau the Southeast Asia’s Strong Man (Bloomberg Markets, 30 Januari 2015).

Ada, setidaknya, lima indikator keunggulan ekonomi Filipina, disebutkan Bloomberg, yang telah mengubah status kesehatan ekonominya, sebagai berikut:

  • Pertumbuhan GDP. Secara konsisten telah tumbuh selalu di atas 6% sejak tahun 2010, yang tertinggi di Asia Tenggara.
  • Lompatan Manufaktur. Telah tumbuh mengesankan antara 8% – 12% per tahunnya, didukung oleh derasnya arus penanaman modal asing.
  • Melonjaknya Ekspor. Tumbuh sekitar 12% setahunnya, dengan dominasi produk elektronik dan apparel.
  • Konsumsi yang Membengkak. Perbaikan lapangan pekerjaan yang signifikan telah mendongkrak tingkat konsumsi dalam negeri Filipina yang semakin memperkuat GDP mereka.
  • Dividen Demografi. Saat ini sekitar 31% dari populasi Filipina berusia antara 10-24 tahun. Ini memberikan efek kelompok menengah yang kuat dan terus bertumbuh.

philippines-gdp-from-manufacturing

Filipina dewasa ini praktis pemilik ekonomi tersehat di Asia Tenggara, mengungguli Thailand yang sempat menjadi mesin pertumbuhan kawasan sebelumnya. Sementara itu, Indonesia berada di level berikutnya.

Tantangan Berikut

Keberhasilan mesin ekonomi Filipina, bagaimanapun, tidak berarti semuanya sempurna. Negara dengan populasi sekitar 100 juta orang ini, sekitar seperempatnya hidup dalam garis kemiskinan. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, terlihat indikasi bahwa kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin melebar. Kualitas dari pelayanan publik merupakan salah satu kendala utama yang dihadapi negeri ini, serta masih kurang memadainya di sana-sini kondisi infrastruktur pada jalan, pelabuhan dan bandara.

Tantangan bagi pemerintahan berikut, di bawah kepemimpinan Rodrigo Duterte, adalah untuk tetap menjaga kebijakan fiskal yang teratur, melanjutkan upaya pemerintahan sebelumnya dalam meningkatkan pendapatan pajak dan pembayaran utang luar negeri, serta juga meningkatkan pembelanjaan pemerintah. Dalam hal infrastruktur, Filipina disarankan para ekonom untuk fokus kepada pengembangan sektor pertanian dan pedesaan. Di samping itu, harus tetap dijaga kebijakan fiskal yang hati-hati tetapi juga sekaligus bersahabat dengan pasar.

Menarik untuk dikaji dan diamati selanjutnya, akankah pemerintahan baru di Filipina saat ini akan melanjutkan kisah sukses ekonomi ‘orang terkuat Asia Tenggara’ ini? Waktu akan membuktikannya. Namun, bagaimana kans-nya dengan Indonesia, melihat kepada potret pertumbuhan negara tetangga kita ini?

Lihat : Mendongkrak Perekonomian? Belajar dari India, Pemilik Pertumbuhan Tercepat di Dunia

Ekonomi Indonesia Tetap Berpotensi

Kalau kita melihat sepintas akan upaya pembenahan ekonomi Filipina, maka seharusnya upaya pemerintahan Jokowi saat ini sudah “on track”. Sudah benar dan tinggal dilanjutkan serta dituntaskan. Pengembangan infrastruktur yang cukup masif di berbagai lokasi di Indonesia, sampai kepada daerah-daerah perbatasan, dengan pembelanjaan yang mengganti subsidi BBM, sudah merupakan langkah yang tepat. Pengembangan ekonomi maritim bagi Indonesia yang adalah negara kepulauan terbesar di dunia, merupakan strategi ekonomi yang cerdas.

Kita memang terkendala dengan kinerja ekspor yang berbasiskan komoditas alam yang saat ini sedang terpukul harganya. Berbeda dengan Filipina yang mengandalkan ekspor sektor manufaktur yang didukung oleh gencarnya PMA. Namun saat ini, sedang ditransformasikan agar ekspor kita lebih bernilai tambah dan berbasiskan industri. Bagaimanapun, ini semua bukan suatu pekerjaan dalam jangka pendek. Hasilnya pun tidak akan langsung terlihat dalam jangka pendek.

Pemerintahan yang bersih, yang memerangi korupsi, juga terlihat gamblang dikerjakan Presiden dan team-nya saat ini. Sejumlah gubernur, walikota, dan bupati, serta anggota legislatif bahkan yudikatif yang kedapatan korupsi disikat tanpa pandang bulu. Kita harapkan ini memberikan efek transparansi dan kepercayaan dunia bisnis internasional yang semakin kuat ke depannya. Rasanya juga tidak dapat disangkali adanya itikad serius dari Pemerintah untuk melakukan deregulasi besar-besaran dari waktu ke waktu, seperti dengan peluncuran berjilid-jilid paket deregulasi ekonomi, demi menunjang kelancaran dan kecepatan bisnis. Proses aturan bisnis sekarang dapat terpangkas tajam dari beberapa bulan menjadi hanya beberapa jam saja.

Sementara itu, belum lama ini, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) meminta kepada Presiden Joko Widodo (7/6/2016) untuk tetap optimis dalam menetapkan target pertumbuhan ekonomi, disarankan agar pada tahun 2017 nanti, pemerintah bisa menetapkan target pertumbuhan ekonomi di angka 6%. Sedangkan untuk tahun 2018, KEIN minta agar Presiden menetapkan target pertumbuhan ekonomi di angka 7%.

Disebutkan KEIN bahwa rekomendasi ini, antara lain, dibuat berdasarkan hasil pengamatan KEIN terhadap pertumbuhan ekonomi Filipina, India, serta Afrika, yang di tengah kondisi ekonomi dunia terpuruk dan konflik, Filipina, India dan Afrika bisa tumbuh secara luar biasa. Diterangkan di antaranya kondisi sumber daya alam, manusia dan sumber daya ekonomi Indonesia yang dapat memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas. Demikian, disampaikan Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) kepada sejumlah media baru-baru ini.

Tentunya penulis sejalan dan mendukung akan optimisme yang disampaikan KEIN ini. Melihat potensi SDA, SDM kita dan arah refomasi ekonomi yang gencar digelontorkan pemerintahan Jokowi saat ini, maka kita harusnya punya keyakinan positif. Kalau Filipina bisa, Indonesia pasti lebih bisa lagi. Waktu nanti akan membuktikan siapa yang sejatinya akan menjadi ‘orang terkuat di Asia Tenggara’. Gelar itu akan disematkan kepada kita, Indonesia. Semoga segera terwujud.

(Data disarikan dari berbagai sumber)

 

alfredBy Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Consulting
Vibiz Consulting Group

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here