BI: Intermediasi Perbankan Perlahan Mulai Pulih; Sejalan dengan Indikasi Pemulihan Ekonomi

846
Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Banking) – Bank Indonesia merilis bahwa intermediasi perbankan menunjukkan perbaikan, seperti terlihat pada kontraksi yang menurun, tercatat sebesar -1,28% (yoy) pada Mei 2021. Perbaikan terjadi pada seluruh segmen kredit, terutama pada Kredit Konsumsi dan UMKM yang mulai tumbuh positif masing-masing sebesar 1,39% (yoy) dan 1,70% (yoy) serta Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tumbuh tinggi sebesar 6,61% (yoy).

“Peningkatan pertumbuhan KPR, sejalan dengan pertumbuhan penjualan properti, yang didorong oleh kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) Kredit Properti dari Bank Indonesia, penurunan suku bunga KPR, serta insentif pajak oleh Pemerintah. Sejalan dengan kenaikan kasus Covid-19 sejak pertengahan Juni 2021, maka kinerja korporasi dan rumah tangga senantiasa dicermati,” demikian disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, kepada media, Jumat ini (2/7).

Sementara itu, penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan berlanjut didorong penurunan biaya dana, sejalan dengan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). SBDK pada April 2021, menurun sebesar 177 bps sejak April 2020 menjadi 8,87% pada April 2021. Hal ini sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia, sejak Rapat Dewan Gubernur Februari 2021, memutuskan untuk mempublikasikan “Asesmen Transmisi Suku Bunga Kebijakan Kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan” sebagai salah satu upaya mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter serta memperluas diseminasi informasi kepada konsumen baik korporasi maupun individu guna meningkatkan tata kelola, disiplin pasar dan kompetisi di pasar kredit perbankan. Namun demikian, penurunan suku bunga kredit baru masih terbatas karena persepsi risiko perbankan yang cenderung masih tinggi.

Ke depan, kebijakan makroprudensial tetap akomodatif melalui fokus tiga kebijakan utama. Pertama, mendorong pemulihan intermediasi dan ekonomi, melalui (i) terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait penurunan Loan To Value (LTV) Kredit Properti, Uang Muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan (ii) memperkuat kebijakan transparansi SBDK perbankan untuk meningkatkan efektivitas transmisi suku bunga kebijakan. Kedua, menjaga kecukupan likuiditas perbankan, dengan terus memonitor dan mengevaluasi kebijakan eksisting terkait Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), penurunan Giro Wajib Minimum (GWM), dan Counter Cyclical Buffer (CCB). Ketiga, mendorong akses keuangan bagi UMKM dan sektor inklusif lainnya.
“Selain itu, Bank Indonesia juga memperkuat dukungan kebijakan makroprudensial dan koordinasi kebijakan antar otoritas untuk sektor prioritas serta mendorong tindak lanjut Paket Kebijakan Terpadu KSSK untuk pembiayaan dunia usaha,” pungkas Erwin Haryono, Direktur Eksekutif BI kepada media.

Analis Vibiz Research Center melihat bahwa fungsi intermediasi perbankan sangat penting di masa-masa ini, di saat ekonomi sedang terus digenjot pemerintah agar tetap berada di jalur pemulihannya. Dengan sejumlah inovasi dan adaptasi dunia usaha dalam meresponi tekanan pandemi, adalah sebaiknya aktivitas bisnis untuk mendapat dukungan perbankan di periode sekarang ini. Momentum kebangkitan sudah terlihat dengan sejumlah indikator makro yang menunjukkan perbaikannya dan BI serta banyak lembaga keuangan terkemuka memprakirakan dimulainya pertumbuhan ekonomi positif yang signifikan di tahun ini untuk Indonesia. Karenanya, mulai pulihnya intermediasi perbankan harus terus didorong agar ekonomi Indonesia tidak kehilangan momentum pemulihan yang cepatnya.

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here