Rekomendasi Minyak Mingguan 18 – 22 Juli 2022: Masih Di Bawah Tekanan Turun?

924

(Vibiznews – Commodity) Memulai minggu yang baru pada minggu lalu di $102, harga minyak mentah WTI terus tertekan turun dari sejak hari Senin sampai dengan hari Kamis. Hari Senin turun ke $101 dan hari Selasa jatuh tajam ke $94 di tengah ketakutan akan melambatnya permintaan minyak mentah ke depannya dan naiknya produksi minyak mentah yang meningkatkan supply minyak. Rabu masih tertekan turun ke $93.66 per barel. Kamis melanjutkan penurunannya ke sekitar $91.74 per barel. Baru pada hari Jumat berhasil bangkit naik ke sekitar $94.70 per barel dengan membaiknya minat terhadap resiko di tengah meredanya ketakutan akan resesi.

Pergerakan Harga Minyak Mentah WTI Minggu Lalu

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari pertama minggu perdagangan yang baru, hari Senin kembali tertekan turun di sekitar $101.20 per barel.

Setelah berhasil bangkit naik ke atas $100 menjelang akhir minggu lalu dan menutup perdagangan hari Jumat minggu lalu di $102, memasuki minggu perdagangan yang baru, pada hari Senin, harga minyak mentah WTI mendapatkan tekanan bearish  di tengah sentimen pasar yang enggan terhadap resiko.

Berita-berita dari Cina memanaskan keprihatinan yang sudah ada mengenai inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan resesi sehingga memicu sentimen yang “risk-off” di pasar.

Cina merilis Consumer Price Index bulan Juni yang naik menjadi 2.5% per tahun, sementara Producer Price Index untuk periode yang sama juga naik lebih daripada yang diantisipasikan sebesar 6.1%.

Selain itu, Cina kembali berjaga-jaga di tengah merebaknya coronavirus yang baru, yang bisa membawa kepada lockdown yang baru di negara tersebut dan potensi efek negatip yang sudah terkenal terhadap ekonomi global.

Kekuatiran akan Covid kembali memicu keengganan terhadap resiko di Asia, dimana Shanghai melaporkan varian Covid yang baru dan Makau menutup kasinonya dan bisnis lainnya selama satu minggu.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Selasa kembali tertekan turun ke sekitar $94.50 per barel.

Harga minyak mentah WTI melanjutkan penurunannya dari sejak permulaan minggu perdagangan yang baru di tengah ketakutan akan melambatnya permintaan minyak mentah ke depannya dan naiknya produksi minyak mentah yang meningkatkan supply minyak.

Ketakutan akan diberlakukannya lockdown secara nasional oleh Cina karena kasus Covid dengan varian yang baru berkembang setelah diberlakukannya restriksi aktifitas yang baru atas Provinsi Henan Wugang membebani sentimen pasar.

Sentimen pasar yang “risk-off” ini membebani harga minyak mentah WTI dan sekaligus juga mendorong naik permintaan akan dollar AS yang safe – haven. Indeks dollar AS kembali memperbaharui level tertingginya dalam 20 tahun di 108.50 sebelum akhirnya kembali sedikit terkoreksi turun.  Kenaikan indeks dollar AS ini pada gilirannya ikut menekan turun harga minyak mentah WTI.

Dari sisi supply, ada 14 perusahaan minyak yang akan mendapatkan benefit dari tindakan yang akan dilakukan oleh Strategic Petroleum Reserve (SPR) AS. Berita akan bertambahnya supply yang berasal dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) AS ini menambah tekanan turun terhadap harga minyak mentah WTI.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Rabu kembali tertekan turun ke sekitar $93.66 per barel.

Penurunan harga minyak mentah WTI berlanjut karena meningkatnya ketakutan pasar akan terjadinya resesi ekonomi global.

Meningkatnya ketakutan akan masuknya ekonomi negara-negara maju ke dalam resesi karena pengetatan yang dilakukan oleh para bank sentral utama dunia dalam rangka memerangi inflasi terus membebani sentimen pasar dengan berat.

Minat terhadap resiko dari para trader dan investor tetap tertekan di tengah ketakutan akan resesi dan inflasi. Sementara negara – negara Asia juga berurusan dengan kekuatiran yang baru akan kembali merebaknya Covid.

Cina memutuskan untuk mengulangi lockdown di beberapa kota karena meningkatnya jumlah kasus coronavirus. Hal ini telah membangkitkan keprihatinan akan isu rantai supply yang akan membuat inflasi dapat berlangsung lebih lama.

Selain itu naiknya kembali dollar AS adalah faktor lainnya yang menekan harga minyak mentah turun. Indeks DXY naik lebih dari 1% pada minggu ini karena melemahnya euro dan datangnya arus safe – haven.

Penurunan harga minyak mentah bertambah-tambah dengan keluarnya angka inflasi AS yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Consumer Price Index AS bulan Juni naik 1.3% lebih tinggi dari kenaikan 1.0% pada bulan Mei. Angka ini juga lebih tinggi dari yang diperkirakan kenaikan sebesar 1.0%. Per tahun, inflasi AS naik menjadi 9.1%, lebih tinggi daripada yang diperkirakan secara signifikan. Para ekonom memperkirakan kenaikan angka inflasi AS sebesar 8.6%. Angka inflasi tahunan AS ini naik ke level tertinggi sejak November 1981.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Kamis kembali tertekan turun ke sekitar $91.74 per barel.

Harga minyak mentah WTI tertekan turun karena sentimen pasar yang buruk yang enggan terhadap resiko.

Lingkungan yang enggan terhadap resiko membantu dollar AS memelihara kekuatannya. Yields treasury AS 10 tahun naik tiga basis poin ke 2.95% sementara S&P 500 berjangka turun 0.10% yang menggambarkan sentimen pasar yang “risk-off” yang mendukung dollar AS.

Pada paruh kedua hari Kamis, dollar AS terus menguat di atas 108.00 didukung oleh arus safe-haven di tengah lingkungan yang enggan terhadap resiko. Lingkungan yang enggan terhadap resiko direfleksikan oleh turunnya indeks saham FTSE 100 Inggris hampir 1%.

Penurunan harga minyak mentah bertambah-tambah dengan keluarnya angka inflasi AS yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan.

AS mempublikasikan data inflasi berikutnya yaitu Producer Price Index bulan Juni yang muncul dengan angka yang panas, naik 1.1% dari bulan Mei dan naik 11.1% YoY dibandingkan dengan yang diperkirakan kenaikan bulanan sebesar 0.8%.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Jumat berhasil bangkit, naik ke sekitar $94.70 per barel.

Harga minyak mentah WTI berjuang untuk bangkit dari level terendah sejak bulan Februari di $91.74 per barel dan berhasil naik ke atas $94 dengan membaiknya minat terhadap resiko di tengah meredanya ketakutan akan resesi dan keprihatinan yang bervariasi sekitar kenaikan tingkat bunga oleh the Fed yang agresif.

Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard dan salah satu dewan Gubernur Federal Reserve Christopher Waller adalah diantara para pembicara kunci dari the Fed yang mencoba untuk menurunkan pembicaraan mengenai probabilita kenaikan tingkat bunga the Fed.

Salah satu Gubernur Federal Reserve, Christopher Waller mengatakan bahwa pasar terlalu jauh ke depan dengan memperhitungkan dalam harga kenaikan tingkat bunga sampai sebesar 100 bps dalam kenaikan tingkat bunga pada bulan Juli setelah keluarnya data inflasi yang baru lalu. Setelah komentar dari Waller, investor menurunkan pertaruhan kenaikan tingkat bunga bulan Juli dan indeks dollar AS menghapus sebagian besar dari keuntungan hariannya, turun ke arah 108.00.

Sementara itu ketakutan akan resesi mereda dengan keluarnya data ekonomi AS yang bagus pada hari Jumat.

Departemen Perdagangan AS mempublikasikan data ekonomi Retail Sales AS bulan Juni yang naik 1.0% setelah revisi turun 0.1% pada bulan Mei. Sementara para ekonom memperkirakan kenaikan sebesar 0.9%.

Menurut laporan New York Federal Reserve, akitifitas sektor manufaktur New York naik signifikan. Bank sentral regional AS ini mengatakan bahwa survey dari Empire State manufacturing mengenai indeks kondisi bisnis secara umum, menunjukkan kenaikan ke angka 11.1 untuk bulan Juli. Angka bulan Juli ini naik signifikan dari angka bulan Juni yang negatip sebesar 1.2. Angka ini juga jauh mengatasi perkiraan dari pada ekonom yang memperkirakan  New York Fed’s Empire State Survey Index bulan Juli akan muncul di angka negatip – 2.1.

Pergerakan Minggu Ini Fokus Pada Data Inflasi

Minggu ini pengetatan moneter global masih mengancam pertumbuhan ekonomi negara-negara maju di dunia. Kebanyakan ekonom menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi global. Minyak mentah WTI cukup sensitif dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depannya.

Setelah Federal Reserve menaikkan tingkat bunga sebesar 75 basisi poin pada bulan Juni, harga minyak mentah WTI dengan cepat mengalami penurunan terus menerus. Harga minyak mentah WTI telah melemah sekitar 25% dari puncaknya di bulan Maret dan sudah turun hampir 9% pada kuartal ini.

Sekarang pada bulan Juli dengan laporan inflasi AS yang keluar pada hari Rabu minggu lalu yang memanas, diperkirakan the Fed akan meneruskan pengetatannya dengan lebih agresif yang akan menekan turun harga minyak mentah WTI kembali.

Pada hari Rabu minggu lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Consumer Price Index AS bulan Juni naik 1.3% lebih tinggi dari kenaikan 1.0% pada bulan Mei. Angka ini juga lebih tinggi dari yang diperkirakan kenaikan sebesar 1.0%. Per tahun, inflasi AS naik menjadi 9.1%, lebih tinggi daripada yang diperkirakan secara signifikan. Para ekonom memperkirakan kenaikan angka inflasi AS sebesar 8.6%. Angka inflasi tahunan AS ini naik ke level tertinggi sejak November 1981.

Angka inflasi AS berikutnya yang keluar pada hari Kamis minggu lalu, Producer Price Index AS bulan Juni muncul dengan angka yang sama panasnya, naik 1.1% dari bulan Mei dan naik 11.3% YoY dibandingkan dengan yang diperkirakan kenaikan bulanan sebesar 0.8%.

Dengan memanasnya inflasi AS, ada probabilita 75% the Fed akan menaikkan tingkat bunga sebanyak 0.75% lagi pada pertemuan FOMC berikutnya tanggal 26 – 27 Juli. Hal ini membebani harga minyak mentah turun.

Minggu ini pada hari Selasa akan keluar data perkiraan final dari Consumer Price Index (CPI) Uni Eropa bulan Juni, yang diperkirakan akan muncul di 8.6% dan yang akan diikuti oleh rilis data inflasi Inggris pada hari Rabu.

Data inflasi Inggris akan memegang kunci bagi rencana kenaikan tingkat bunga BoE berikutnya. Pada bulan Mei yang lalu, angka inflasi Consumer Price Index (CPI) Inggris berada pada level 9.1% YoY, level ketinggian yang baru dalam kurun waktu 40 tahun. Consumer Price Index (CPI) Inggris bulan Juni YoY diperkirakan naik menjadi 9.6%.

Selain data inflasi dari Consumer Price Index (CPI), Inggris juga akan mempublikasikan Producer Price Index (PPI) output bulan Juni YoY yang diperkirakan akan naik menjadi 16.8% dari sebelumnya 15.7%.

Support & Resistance

“Support” terdekat menunggu di $94.34 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $93.63 dan kemudian $92.49. “Resistance” yang terdekat menunggu di $95.37 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $96.48 dan kemudian $97.93.

Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting

Editor: Asido.