Pelaksanaan Pembaruan Agraria benar-benar menjadi komitmen Pemerintah untuk dilakukan. Hal ini terlihat dalam kunjungan kerja Pemerintah belum lama ini ke berbagai daerah antara lain ke Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pemerintah menargetkan sebanyak 9 juta sertifikat dapat dibagikan hingga 2019. Pembaruan Agraria ini merupakan proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah) yang tercantum dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001.
Kepemilikan sertifikat tanah bagi pemiliknya merupakan hak hukum yang harus dijamin oleh pemerintah, seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutannya dalam acara penyerahan sertifikat tanah program strategis tahun 2016 di Lapangan Sepakbola Desa Silawan, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu, 28 Desember 2016.
“Sertifikat ini adalah hak hukum bagi pemilik, baik yang tanah adat, yang dulu letter C atau girik sekarang sudah jadi SHM (Sertifikat Hak Milik). Tolong disimpan baik-baik,” kata Presiden.
Dalam acara tersebut, 1144 sertifikat tanah dibagikan kepada masyarakat di NTT, dan Presiden berpesan agar sertifikat tersebut dapat dimanfaatkan untuk menambah modal usaha rakyat setempat.
“Mau diagunkan dan investasi ke bank, silahkan. Tapi dikalkulasi yang betul. Jangan dipakai buat beli motor atau TV. Harus dipakai untuk kegiatan yang produktif,” ujar Presiden kepada penerima sertifikat.
Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional menargetkan dapat menyelesaikan 1 juta sertifikat di tahun 2016. Untuk tahun-tahun berikutnya, Presiden memerintahkan untuk meningkatkan jumlah sertifikat yang dapat dibagikan.
Secara nasional, saat ini baru 46 juta hektare tanah yang bersertifikat. Masih ada sebanyak 110 juta hektare tanah yang belum disertifikasi. “Ini masih kurang dari 50%,” ucap Presiden.
Presiden juga menginstruksikan untuk lebih memperhatikan pengurusan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) di daerah-daerah melalui pemberian pemotongan harga atau bahkan penggratisan biaya.
“Bisa diberikan diskon, gratiskan, karena saya sudah perintahkan di pusat untuk dipercepat dan saya minta nggak ada lagi pungli-punglian,” imbuhnya.
47 Persen Tanah di NTT sudah tersertifikasi
Sementara itu, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepalan Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, jumlah perkiraan bidang tanah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah disertifikasi mencapai 47 persen.
Adapun rincian pembagian sertifikat tanah di Provinsi NTT adalah sebagai berikut: Kabupaten Belu 655 sertifikat, Kabupaten Malaka 397 sertifikat, Kabupaten Timor Tengah Utara 201 sertifikat, Kabupaten Timor Tengah Selatan 100 sertifikat, Kabupaten Kupang 42 sertifikat, dan Kota Kupang 110 sertifikat.
“Perkiraan bidang tanah di NTT 1,85 juta bidang. Saat ini baru 47 persen yang bersertifikat dan yang belum 53 persen,” ungkap Sofyan dalam sambutannya. Menurutnya, kendala terbesar proses sertifikasi di NTT adalah pada BPHTB. Untuk itu pihaknya akan menerapkan berbagai skema untuk pemecahan masalah tersebut.
“Pilihan pertama BPHTB digratiskan atau dinaikkan ceiling nya atau diberikan diskon” ucap Sofyan.
Sharon/VMN/VBN/Analyst-Vibiz Research Center Editor : Jul Allens