(Vibiznews-Forex) Bank of England telah kembali lagi memberikan dampak yang paling signifikan melewati berita-berita politik dibelakangnya. Mark Carney, Gubernur Bank of England telah memberikan beban yang berat kepada Poundsterling. Setelah berbulan-bulan mencoba untuk tidak membuat goyang perahu, bank sentral Inggris ini berkata bahwa respon BoE terhadap perlambatan ekonomi yang terjadi bisa saja sangat cepat dan masih ada cukup banyak ruangan untuk bergerak.
Sebelum Mark Carney berbicara saja, GBP/USD sudah tertekan. Ketegangan antara AS dengan Iran telah membuat para trader memburu dolar AS yang “safe-haven”. Setelah ketegangan mereda, dolar AS tetap dibeli orang. Angka Non-Farm Payrolls AS muncul meleset dari yang diperkirakan dengan hanya ada penambahan sebanyak 145.000 pekerjaan dan pertumbuhan upah hanya 2.9%, dibawah 3%. Namun inipun hanya membuat dolar AS turun secara terbatas.
Perkataan dari Carney dan ketidakpastian mengenai Brexit memberikan beban yang lebih berat bagi turunnya GBP/USD daripada ketegangan geopolitik dan data makro ekonomi.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, dan Negosiator Top Brexit dari Uni Eropa, Michel Barnier, mengunjungi PM Boris Johnson dan menegaskan sikap mereka yang pesimis. Brusel tetap skeptis mengenai akan dicapainya kesepakatan perdagangan yang baru pada akhir tahun, ketika periode transisi berakhir.
Spekulasi mengenai hubungan Inggris – Uni Eropa setelah Brexit pada akhir Januari 2020, tetap akan menjadi kunci penggerak Sterling. Setiap ada laporan kemajuan akan mendorong GBP naik, sebaliknya apabila memburuk akan membebani GBP.
Volatilitas yang dipicu oleh perkataan Carney menaikkan ekspektasi bahwa indikator ekonomi akan punya ruang untuk menggoyang poundsterling pada minggu ini.
Pada hari Senin Inggris akan mengeluarkan data GDP untuk bulan November yang diperkirakan akan sama sebesar 0%. Pada hari Selasa akan keluar angka inflasi untuk bulan Desember yang diperkirakan akan sedikit naik dari penurunan yang mengecewakan pada bulan lalu di 1.5%. Pada hari Kamis akan keluar data penjualan ritel untuk bulan Desember yang diperkirakan naik karena adanya perayaan hari Natal.
Sementara dari Amerika Serikat, setelah ketegangan AS-Iran mereda, hubungan dagang AS-Cina naik ke panggung. Wakil Perdana Menteri Cina Liu He dikabarkan akan memimpin delegasi ke Washington untuk menandatangani kesepakatan perdagangan fase pertama. Kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini membuat kesepakatan pada pertengahan Desember tahun lalu, namun menahan untuk merilis dokumen lengkap. Investor akan mengamati detil dari 86 halaman dari dokumen kesepakatan tersebut. Jika investor melihat kesepakatan hanyalah negosiasi yang bersifat sementara maka pasar akan terpukul dan dolar AS yang “safe-haven” akan meningkat permintaannya. Jika pasar puas dengan kesepakatan dan melihat fase yang kedua memungkinkan terjadi, dolar AS akan terdorong turun.
Kalender ekonomi AS akan fokus kepada Consumer Price Index (CPI) inti yang merupakan angka yang paling signifikan di dalam inflasi. Diperkirakan akan tetap sama disekitar 2.3%. Setiap kenaikan akan mendorong dolar AS naik karena Federal Reserve memiliki ekspektasi inflasi yang rendah.
Setelah kenaikan yang lemah di bulan November, para ekonom memperkirakan kenaikan yang lebih signifikan di dalam penjualan ritel AS pada bulan Desember karena adanya perayaan hari Natal.
Pada awal Januari grafik harian menggambarkan gambaran yang “bullish”. Polling forex menunjukkan kenaikan secara jangka menengah dan panjang. Secara keseluruhan gambarannya adalah”bullish”. “Resistance” terdekat menunggu di 1.3100 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.3200 dan kemudian 1.3285. Sedangkan “support” yang kritikal ada pada 1.3010 yang apabila berhasil ditembus akan lanjut ke 1.2920 dan kemudian 1.2820.
Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting
Editor: Asido



