(Vibiznews-Forex) Kenaikan dolar AS terbukti tidak terbendung – mengirim “cable” ke kerendahan baru di 2020. Poundsterling telah berjuang untuk mengkapitalisir sebagian besar dari data yang bagus namun kekuatiran akan Brexit menyusup masuk. Perhatian para trader dan investor saat minggu ini tertuju kepada pembicaraan post-Brexit yang akan datang dan krisis kesehatan global yang sedang berlanjut.
Kebangkitan pounsterling sebagai akibat dari terpilihnya kembali Boris Johnson sebagai perdana menteri Inggris yang kedua kali diikuti dengan munculnya data-data makro ekonomi Inggris yang bagus yang membawa poundsterling naik lebih tinggi lagi. Consumer Price Index Inggris melompat ke 1.8%, mengalahkan dari yang diperkirakan dan meningkatkan kemungkinan Bank of England untuk menaikkan tingkat bunga. Markit Purchasing Manager Index Inggris untuk sektor manufaktur kembali ke pertumbuhan dengan angka 51.9, diatas daripada yang diperkirakan.
Namun, keprihatinan mengenai fase berikutnya dari Brexit selanjutnya membebani Sterling. Duta dari Uni Eropa gagal bersepakat mengenai posisi umum dalam hubungan antara Inggris dengan Uni Eropa pada masa yang akan datang.
Faktor penurunan dari GBP/USD yang lebih besar lagi datang dari sisi dolar AS, menyebabkan pasangan matauang ini jatuh ke level terendah sejak November 2019. Beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan dari “greenback” antara lain adalah daftar yang panjang dari angka makro ekonomi AS yang bagus seperti Building Permits, Housing Starts, Producer Prices, dan Philly Fed Manufacturing Index yang mengesankan, semua menguatkan pandangan bahwa ekonomi AS mengatasi yang lainnya. Namun, munculnya angka Markit PMI pada akhir minggu meruntuhkan pesta dari dolar AS. PMI sektor jasa mengarah ke kontraksi dengan angka 49.4, terendah dalam hampir 7 tahun. Publikasi ini memicu koreksi dan membuat GBP/USD mengalami pemulihan.
Faktor lain yang menguntungkan dolar AS adalah ketakutan akan virus corona. Negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini terutama telah terjaga dari penyakit pernafasan yang menular yang mengamuk di Cina dan juga di negara-negara lain di Asia. Terlebih lagi, “greenback” menerima arus “safe-haven” dari keluarnya peringatan Apple mengenai jatuhnya penjualan dan produksi iPhone yang membebani sentimen pasar.
Selain itu, Federal Reserve telah menegaskan sikapnya untuk tetap mempertahankan tingkat bunga tidak berubah. Risalah pertemuan dari the Fed juga memberikan konfirmasi mengenai posisi ini dan juga memberikan kontribusi mendorong naik dolar AS.
Minggu ini kalender ekonomi Inggris hampir kosong dari rilis yang signifikan, memberikan ruangan bagi politik untuk menjadi penggerak Poundsterling. Ketegangan memuncak menjelang dimulainya pembicaraan resmi di bulan Maret. Uni Eropa diperkirakan akan segera memfinalkan posisinya di level menteri. Semakin kaku sikap dari Blok Eropa ini semakin buruk dampaknya terhadap poundsterling. Posisi yang lebih lunak bisa mendorong naik poundsterling. Satu-satunya angka ekonomi yang akan keluar yang perlu dicatat adalah GfK Consumer Confidence pada bulan Februari, yang membukukan angka -9 pada bulan Januari dan diperkirakan akan sama untuk bulan Februari.
Dari Amerika Serikat, berita-berita mengenai virus Corona diperkirakan masih akan terus mendominasi. Selama krisis, reaksi dari “greenback” berubah-ubah, antara naik karena permintaan “safe-haven” dengan turun ketika mengalir ke obligasi AS sehingga menurunkan imbal hasil obligasi AS yang pada gilirannya membuat dolar AS menjadi kurang menarik. Sampai saat ini dolar AS kelihatannya diuntungkan dari meningkatnya keprihatinan atas penyakit pernafasan ini. Pasar lebih fokus terhadal kerusakan ekonomi yang lebih tinggi ketidakpastiannya daripada misteri virus itu sendiri. Jika ada perusahaan yang baru yang mengikuti jejak dari Apple dengan peringatannya, sentimen pasar bisa memburuk.
Angka-angka dari kalender ekonomi AS, kemungkinan masih akan bagus. Conference Board’s Consumer Confidence untuk bulan Februari diperkirakan masih akan terus menunjukkan sentimen yang kuat.
Rilis yang paling kritikal adalah angka GDP AS pendahuluan yang diperkirakan mengkonfirmasi tingkat pertumbuhan sebesar 2.1% di kuartal keempat. Dibandingkan dengan ekonomi Inggris yang stagnan di kuartal keempat tahun 2019.
Sementara order “durable goods” diperkirakan akan menurun untuk kedua kalinya berturut-turut.
Angka inflasi yang dipakai sebagai ukuran oleh the Fed, Personal Consumption Expenditure (PCE) inti untuk bulan Januari, diperkirakan naik dari 1.6% setahun di bulan Desember namun tetap dibawah dari 2%.
Grafik harian maupun polling Forex menunjukkan lanjutnya penurunan dari GBP/USD untuk jangka pendek, dengan “support” terdekat berada pada 1.2900 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.2820 dan kemudian 1.2700. Sedangkan “resistance” terdekat berada pada 1.3000 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.3070 dan kemudian 1.3110.
Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting
Editor: Asido