(Vibiznews – Forex) Setelah tertekan turun dari atas 1.1200 ke 1.0911, EUR/USD terus tertekan sentimen yang negatip pada minggu lalu. EUR/USD belum berhasil bangkit kembali pada minggu lalu dan pada akhir minggu lalu diperdagangkan mendekati 1.0900 di 1.0909 setelah sebelumnya sempat turun ke level terendah sejak bulan Mei 2020 di 1.0855 pada hari Senin karena terus meningkatnya krisis Rusia – Ukraina.
EUR/USD berhasil naik pada hari Rabu karena membaiknya sentimen pasar pada pertengahan minggu dengan Kyiv dilaporkan akan memberikan solusi diplomatik ke meja perundingan sehingga membantu matauang bersama Eropa menemukan permintaannya dan membuat dollar AS terhenti mengumpulkan kekuatannya.
Namun karena pembicaraan damai Rusia – Ukraina pada hari Kamis berakhir tanpa ada kemajuan dalam hal gencatan senjata sehingga EUR/USD kembali tertekan dengan Dolar AS tetap kuat didukung oleh keengganan secara penuh, meskipun pada akhir hari Jumat minggu lalu, ada perkembangan positip di dalam negosiasi dengan Ukraina dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa ada pergerakan positip yang pasti di dalam negosiasi dengan Ukraina. Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyadari perlu waktu dan kesabaran untuk mencapai kemenangan.
Pengeboman Rusia atas Ukraina terus berlangsung sepanjang minggu lalu di dalam peperangan yang telah berlangsung selama 16 hari ini, dengan jarang dibuka untuk koridor kemanusiaan, dan koridor kemanusiaan yang dibuka oleh Moskow hanyalah jalan yang menuju ke Rusia atau Belarus. Sanksi internasional terus meningkat, dengan AS mengenakan larangan impor minyak mentah dan energi yang berhubungan dengan produk – produk dari Rusia efektif pada minggu lalu dan Eropa bergegas mencari alternatif untuk supply gas mereka.
Benua Eropa masih bergantung kepada gas dari Rusia. Hampir 60% kebutuhan gas di region Eropa bergantung kepada impor dengan setengahnya datang dari tetangga di Asia. Komisi Eropa telah mengumumkan rencana untuk memangkas gas dari Rusia sebanyak dua per tiga sampai akhir dari tahun 2022 dan mengakhiri semua impor gas pada 2030. Selain itu, Perdana Menteri Inggris juga mengumumkan bahwa mereka akan menghapuskan impor semua produk minyak dari Rusia sampai akhir tahun ini.
Di tengah kekacauan di Eropa Timur pada minggu lalu, bank sentral Uni Eropa, European Central Bank (ECB) mengeluarkan pengumuman mengenai kebijakan moneternya. Tingkat bunga ECB dipertahankan tidak berubah sebagaimana dengan yang telah diperkirakan. Meskipun demikian, ECB mengumumkan akan mengakhiri program pembelian assets, Asset Purchase Program (APP), pada kuartal ke tiga tahun ini, yang adalah lebih cepat daripada yang diperkirakan. APP ini akan hanya tinggal 40 miliar euro pada bulan April, 30 miliar pada bulan Mei dan 20 miliar pada bulan Juni. Dengan demikian keputusan ECB ini bernada dovish sekaligus hawkish.
Sementara itu Presiden ECB Christine Lagarde mengatakan bahwa inflasi kemungkinan akan menjadi stabil di target 2% dari bank sentral Uni Eropa ini dalam jangka menengah. Lagarde juga mengatakan bahwa penyerbuan Moskow ke Ukraina merupakan momen yang menentukan bagi Eropa dan akan berdampak material terhadap aktifitas ekonomi dan inflasi. Sebagai akibatnya ECB merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi dan mengantisipasikan naiknya tekanan inflasi.
Sementara itu Amerika Serikat melaporkan angka inflasi, Consumer Price Index (CPI) bulan Februari pada hari Kamis yang naik ke 7.9% per tahun sebagaimana dengan yang telah diperkirakan, dan masih berada di level ketinggian selama beberapa dekade. Berita kenaikan inflasi AS ini muncul satu minggu sebelum Federal Reserve AS akan melakukan pertemuan kebijakan moneternya. Bank sentral AS ini diperkirakan akan menaikkan tingkat bunga untuk pertama kalinya sejak tahun 2018, dan para pembuat kebijakan the Fed kemungkinan akan memberikan pertanda mengenai percepatan kenaikan tingkat bunga pada tahun 2022.
Beberapa minggu sebelumnya, kepala the Fed Jerome Powell memberikan pertanda akan kenaikan tingkat bunga the Fed pada bulan Maret sebesar 25 basis poin, sehingga menurunkan perkiraan akan kenaikan tingkat suku bunga pada hari Rabu minggu ini sebesar 50 basis poin. Meskipun demikian, angka inflasi yang terbaru dari AS membawa kembali probabilita kenaikan tingkat bunga yang lebih tinggi daripada diumumkan oleh Powell pada saat testimoninya di depan Kongres AS.
Kekacauan geopolitik, meroketnya harga-harga komoditi dan kebijakan moneter yang lebih ketat membuat kesatuan yang besar yang bisa menyebabkan sentimen trading pada minggu ini terus berlangsung dengan “risk-off” yang menguntungkan dollar AS dan berakhir dengan turunnya EUR/USD.
Data-data ekonomi yang dirilis beberapa hari terakhir dari Uni Eropa antara lain adalah GDP Uni Eropa kuartal ke 4 yang dikonfirmasi sebesar 0.3%, sementara inflasi pada bulan Februari di Jerman naik membumbung ke 7.6% per tahun. Sementara perkiraan pendahuluan dari Michigan Consumer Sentiment Index AS bulan Maret muncul di 59.7 yang jauh lebih buruk daripada yang diperkirakan.
Selain keputusan the Fed, pada minggu ini AS akan melaporkan Penjualan Ritel untuk bulan Februari. Sementara Jerman akan mempublikasikan Survey on Economic Sentiment dari ZEW untuk bulan Maret dan Uni Eropa akan angka final dari perkiraan inflasi bulan Februari.
“Support” terdekat menunggu di 1.0900 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.0855 dan kemudian 1.0760. “Resistance” terdekat menunggu di 1.1000 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1067 dan kemudian 1.1100.
Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting
Editor: Asido



