(Vibiznews – Commodity) Memulai minggu yang baru pada minggu lalu di $94.70, minyak mentah WTI diperdagangkan stabil dengan harga WTI tidak banyak berubah pada akhir minggu hari Jumat di $94.79. Pada awalnya harga minyak mentah WTI berhasil bangkit mendekati $100 dengan melemahnya USD dan kekuatiran akan supply mengatasi ketakutan akan demand. Harga minyak mentah WTI bertahan di sekitar $99.15 – $99.79 dari hari Senin sampai hari Rabu. Pada hari Kamis harga minyak WTI tidak kuat lagi menahan tekanan bearish dan turun ke sekitar $96.53 dan pada hari Jumat melanjutkan penurunan ke $94.79 relatip stabil dengan level awal.
Apa yang Terjadi dengan Harga Minyak WTI Minggu lalu?
Setelah sebelumnya sempat turun ke kerendahan di $92.77 pada jam perdagangan sesi Asia, pada jam perdagangan sesi AS, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Senin berhasil bangkit, naik ke sekitar $99.15 per barel.
Kenaikan harga minyak mentah WTI yang cukup kuat sehingga berhasil mengambil lagi mayoritas kerugian yang dialami dalam perdagangan intraday, terutama disebabkan karena keprihatinan akan ketatnya supply minyak mentah.
Perjalanan Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi dalam rangka menambah supply minyak mentah dunia mengalami kegagalan dengan OPEC tidak menjanjikan akan menyediakan lebih banyak supply.
OPEC tidak dalam bersedia mempercepat penambahan supply minyak mentah di pasar dan alasan dibalik itu bisa jadi karena harga minyak mentah yang tinggi. Negara OPEC yang masih mempunyai potensi untuk meningkatkan supply adalah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, namun kedua negara tersebut tidak bersedia menambah produksi mereka karena dengan harga yang tinggi sekarang ini mereka menikmati penghasilan yang lebih banyak. Keengganan dari negara – negara OPEC untuk menambah produksi menghambat terciptanya stabilitas harga dalam jangka pendek.
Selain itu kenaikan harga minyak mentah WTI juga dipengaruhi oleh melemahnya dollar AS. Indeks dollar AS memperpanjang penurunannya yang sudah mulai berlangsung dari akhir hari Jumat minggu lalu ke 107.73. Indeks dollar AS turun 0.22% intraday karena para trader mengurangi prospek hawkish dalam pergerakan the Fed berikutnya setelah melihat data makro ekonomi AS yang keluar pada minggu lalu dan juga sedikit berhati-hatinya pembicaraan dari para pejabat the Fed.
Setelah pada hari kemarin sempat naik mendekati $100 di sekitar $99.15, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Selasa berhasil bertahan dan diperdagangkan mengarah ke $100 di sekitar $99.79 per barel.
Kenaikan harga minyak mentah WTI pada awal minggu ini disebabkan karena meningkatnya kekuatiran akan kurangnya supply minyak mentah. OPEC tidak menjanjikan akan menambah supply minyak mentah pada saat menerima kunjungan dari Presiden AS Joe Biden ke Arab Saudi. Kelihatannya OPEC tidak berminat untuk meningkatkan jumlah supply dengan Kartel Minyak terbesar di dunia ini sedang menikmati keuntungan dari naiknya harga minyak mentah.
Sementara itu kekuatiran akan berkurangnya permintaan karena prospek akan dilakukannya lagi lockdown di Cina karena meningkatnya kembali kasus Covid membatasi kenaikan harga minyak mentah.
Kekuatiran akan diberlakukannya kembali lockdown di Cina tidak mereda dengan Cina kembali melaporkan lebih dari 1.200 kasus baru Covid – 19 pada akhir minggu lalu. Kemungkinan akan diumumkannya kembali implementasi kebijakan “zero – Covid” oleh pemerintah Cina kelihatannya sangat mungkin.
Setelah pada hari Selasa berhasil bertahan dan diperdagangkan mengarah ke $100 di sekitar $99.79 per barel, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Rabu masih berhasil bertahan dan diperdagangkan mengarah ke $100 di sekitar $99.73 per barel.
Tekanan turun terhadap harga minyak mentah WTI terutama disebabkan oleh laporan dari American Petroleum Institute (API). API melaporkan naiknya inventori minyak mentah Amerika Serikat selama minggu lalu sebanyak 1,86 juta barel. Sementara inventori dari gasoline juga mengalami kenaika sebesar 1.29 juta barel.
Turunnya harga minyak mentah WTI karena laporan dari API tertahan oleh cerita kegagalan Presiden AS Joe Biden untuk memperoleh janji kenaikan supply minyak dari kartel minyak terbesar OPEC. Pemerintahan AS sekarang ini berkomitmen untuk membawa harga minyak mentah kepada kestabilan.
Untuk itu Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi dalam rangka memperoleh lebih banyak supply minyak mentah. Namun dengan tidak diperolehnya janji dari OPEC Plus untuk menambah lebih banyak lagi supply, hal ini membatasi penurunan harga minyak mentah lebih jauh.
Setelah naik pada hari Senin dan berhasil bertahan pada hari Selasa dan Rabu dengan diperdagangkan mengarah ke $100 di sekitar $99.79 per barel, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Kamis tidak bisa bertahan lebih lama lagi dan diperdagangkan turun mengarah ke $96 di sekitar $96.53 per barel.
Harga minyak mentah terus menghadapi resistance psikologis yang kuat di $100.00 yang tidak berhasil ditembus sampai hari Kamis. Kelihatannya para investor sudah mulai dikuasai oleh ketakutan resesi lebih daripada kekuatiran akan supply.
Ketakutan akan resesi kembali muncul dengan perusahaan-perusahaan AS memberikan signal tidak ada lowongan karena turunnya permintaan. Mempertimbangkan akan turunnya permintaan karena langkah kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan oleh Federal Reserve AS dan bank-bank sentral lainnya, Google mengumumkan penghentian rekrutmen selama dua minggu, sementara Ford mengumumkan rencana untuk memangkas sekitar 8000 pekerjaan.
Tekanan kenaikan harga masih jauh dari bisa dikontrol meskipun telah dinaikkannya tingkat bunga dalam jumlah yang besar oleh bank sentral – bank sentral. Katalisator yang memberikan kuasa kepada bank sentral untuk menerapkan kebijakan pengetatan tanpa ragu – ragu adalah masih ketatnya pasar tenaga kerja. Sekarang, dengan ekspektasi turunnya jumlah rekrutmen pada kuartal – kuartal yang akan datang oleh Google, hal ini bisa memberikan tekanan terhadap para bank sentral untuk melonggarkan pengetatan. Sementara itu, dampak dari tingginya inflasi masih tetap mencengkram ekonomi sehingga situasi resesi bisa terjadi.
Pada hari Jumat, harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex melanjutkan penurunannya ke sekitar $94.79 per barel, sama dengan angka harga minyak mentah WTI awal minggu lalu.
Para investor kelihatannya sudah mulai dikuasai oleh ketakutan resesi lebih daripada kekuatiran akan supply, dengan para bank sentral Barat sedang bergerak untuk menaikkan tingkat suku bunga. Dengan tekanan kenaikan harga kelihatannya belum memberikan signal kelelahan yang berarti, maka ke depannya masih akan ada lebih banyak lagi langkah kebijakan pengetatan.
Pergerakan Minggu Ini
Pada minggu ini naik turunnya harga minyak mentah WTI masih akan tergantung kepada kekuatan dari sisi supply dan demand. Apabila kekuatiran dari sisi supply lebih kuat dibandingkan dengan ketakutan dari sisi demand, maka harga minyak mentah WTI akan mengalami kenaikan dan sebaliknya apabila ketakutan dari sisi demand lebih kuat daripada sisi supply, maka harga minyak mentah WTI akan mengalami penurunan.
GDP AS
Data makro ekonomi yang penting yang akan keluar pada minggu ini yang dapat mempengaruhi ketakutan dari sisi demand adalah GDP kuartal ke dua dari AS dan Jerman. Memburuknya data GDP kuartal ke dua dari AS dan Jerman akan meningkatkan ketakutan dari sisi demand yang akan menekan turun harga minyak mentah WTI.
Pasar akan menantikan dengan cemas untuk melihat apakah AS telah jatuh ke dalam resesi secara tehnikal dengan akan dipublikasikannya angka pertama dari GDP AS kuartal ke dua. Banyak yang mengabaikan melemahnya GDP AS kuartal pertama dengan anggapan sebagai ketidak seimbangan perdagangan, namun data dari Federal Reserve Atlanta menunjukkan bahwa GDP kuartal ke dua akan terkontraksi 1.6%, yang sesuai dengan penurunan atau kontraksi di kuartal pertama. Namun meskipun pertumbuhan ekonomi negatip, ketua the Fed Jerome Powell tetap yakin dengan outlook ekonomi AS sementara tetap juga berpegang kepada janjinya untuk memerangi inflasi.
Secara definisi tradisional sebuah negara dianggap sudah berada pada kondisi resesi apabila GDP dua kuartal berturut-turut terkontraksi. Pada minggu lalu Bank of America mengatakan bahwa mereka memprediksi AS akan masuk ke resesi tahap awal pada akhir tahun ini. Bila hal ini yang terjadi maka harga minyak mentah WTI akan tertekan turun.
Keputusan Tingkat Bunga the Fed
Selain data GDP, fokus pasar pada minggu ini ada pada Federal Reserve dimana diperkirakan bank sentral AS ini akan menaikkan tingkat suku bunga kuncinya sebesar 75 bps. Meskipun dollar AS telah turun dari ketinggian selama 20 tahun belakangan ini, sikap Federal Reserve yang agresif ini kemungkinan akan terus mendorong naik dollar AS sehingga menekan harga minyak mentah WTI turun.
The Fed kemungkinan tidak hanya akan menaikkan tingkat bunganya sebesar 75 bps, tapi juga kemungkinan akan memberikan signal bahwa bank sentral AS ini belum selesai dengan penyesuaian-penyesuaian selanjutnya. Dengan latar belakang Fed yang masih hawkish dan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, kelihatannya dollar AS masih akan melanjutkan penguatannya secara luas. Hal ini akan menekan turun harga minyak mentah WTI.
Support & Resistance
“Support” terdekat menunggu di $94.16 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $93.82 dan kemudian $92.93. “Resistance” yang terdekat menunggu di $95.61 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $96.51 dan kemudian $97.86.
Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting
Editor: Asido.


