Rekomendasi Minyak Mingguan 21 – 25 November 2022: Penurunan Masih Akan Berlanjut?

560

(Vibiznews – Commodity) Pada pertengahan minggu lalu, kepanikan menghantam pasar keuangan setelah muncul berita bahwa misil yang diduga dari Rusia jatuh di kota Polish dekat perbatasan dengan Ukraina, membunuh dua orang. Setelah dilakukan investigasi, NATO percaya bahwa itu adalah misil dari pertahanan Ukraina, meskipun masih dalam tahapan investigasi.

Rumor sekitar misil Rusia yang menyerang Polandia dengan cepat menghilang dan gagal menaikkan harga minyak mentah WTI. Apabila rumor tersebut berkelanjutan dengan pembalasan dari NATO, maka akan bisa berdampak kepada kenaikan harga minyak mentah WTI karena akan mendisrupsi sisi supply dari minyak mentah.

Selain itu turunnya inventori dari minyak mentah AS sebagaimana dengan laporan yang dirilis oleh IEA pada minggu lalu, juga gagal menaikkan harga minyak mentah karena menguatnya kembali dollar AS di tengah ramainya komentar para pejabat the Fed yang hawkish. Minggu ini kemungkinan minyak mentah WTI masih dalam tekanan bearish yang kuat.

Apa yang Terjadi Pada Minggu Lalu?

Memulai minggu perdagangan yang baru pada minggu lalu di $88.20 minyak mentah WTI mengakhiri minggu lalu pada hari Jumat dengan penurunan harga ke $80.23. Minyak mentah WTI sudah mulai turun pada hari Senin ke $86.00 setelah gagal menembus resistance di $89.00.  Hari Selasa dan Rabu melanjutkan penurunannya ke $85 dan $84 karena meningkatnya kasus Covid – 19 di Cina. Hari Kamis melanjutkan penurunannya ke $81 karena menguatnya USD sampai ke hari Jumat turun ke $80.23 per barel.

Pergerakan Harian Harga Minyak Mentah WTI Minggu Lalu

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Senin berbalik turun ke sekitar $86.00 per barel.

Minyak mentah WTI turun setelah tidak berhasil menembus barikade resistance di sekitar $89.00 meskipun restriksi Covid – 19 sudah dilonggarkan di Cina. Kelihatannya pergerakan naik minyak mentah WTI perlu katalisator baru untuk bisa melanjutkan kenaikan sebelumnya lebih jauh.

Sebelum kembali tertekan turun, harga minyak mentah WTI sempat naik lebih dari 1% pada hari Senin, memperpanjang keuntungan yang diperoleh dari sesi – sesi sebelumnya dengan pemerintah Cina melonggarkan beberapa dari protokol Covid – 19 yang ketat, sehingga muncul harapan pemulihan di dalam aktifitas ekonomi dan permintaan terhadap minyak mentah WTI.

Namun pergerakan naik harga minyak mentah WTI  segera terhenti dan berbalik turun dengan menguatnya dollar AS yang naik ke 106.725. Dolar AS berhasil mengumpulkan kekuatannya dengan indeks saham AS di bursa saham Wall Street dibuka dengan “Opening Gap” di teritori negatip.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Selasa turun ke sekitar $85.32 per barel.

Penurunan harga minyak mentah WTI disebabkan karena meningkatnya kasus Covid – 19 di Cina yang membuat munculnya kembali proyeksi ekonomi yang melemah dimana akan berdampak kepada turunnya permintaan akan minyak mentah pada bulan – bulan yang akan datang.

Setelah pemerintah Cina melonggarkan restriksi dalam menangani Covid – 19, terjadi lompatan yang besar dalam kasus baru Covid – 19. Karenanya diperkirakan Cina akan kembali memperketat restriksi dalam menangani kasus – kasus Covid – 19, yang pada gilirannya akan membawa kepada penurunan pemintaan akan minyak mentah secara signifikan. Kondisi ini memberikan tekanan bearish terhadap harga minyak mentah WTI.

Kebijakan “Zero Covid” kelihatannya tidak akan berakhir dengan segera.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Rabu turun ke sekitar $84.40 per barel.

Penurunan harga minyak mentah WTI masih disebabkan karena ketakutan akan turunnya permintaan minyak mentah. Meningkatnya kasus Covid – 19 di Cina membuat munculnya kembali proyeksi ekonomi yang melemah di Cina dimana akan berdampak kepada turunnya permintaan akan minyak mentah dari Cina pada bulan – bulan yang akan datang. Perlu dicatat bahwa Cina adalah importir utama minyak mentah dunia.

Ketakutan akan turunnya permintaan minyak mentah ini mengatasi pelemahan yang terjadi pada dollar AS maupun turunnya stok minyak mentah mingguan yang dilaporkan oleh American Petroleum Institute (API). API melaporkan turunnya stok minyak mentah mingguan ke 5.835.000 dari sebelumnya 5.618.000 untuk minggu yang berakhir pada 11 November.

Sementara itu indeks dollar AS turun menyentuh ke rendahan selama dua setengah bulan di tengah ekspektasi akan berkurangnya ke agresifan dari the Fed dalam melakukan pengetatan. Turunnya angka inflasi yang berasal dari para konsumen menunjukkan bahwa kenaikan harga yang terburuk setelah terjadinya pandemik telah lewat. Data ini meneguhkan pertaruhan the Fed akan menurunkan kenaikan tingkat bunganya pada bulan – bulan yang akan datang yang akan membawa kepada turunnya yields obligasi pemerintah AS dan membebani dollar AS.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Kamis turun ke sekitar $81.84 per barel.

Harga minyak mentah WTI turun karena munculnya arus sentimen keengganan terhadap resiko  dan menguatnya dollar AS.

Pasar Asia mengalami aksi jual yang intens di tengah memuncaknya ketegangan antara Korea Utara dengan AS. Meningkatnya latihan oleh tentara AS bersama dengan Korea Selatan dan Jepang di regional Kim Jong Un, telah mendapatkan response yang keras.

Korea Utara memberikan peringatan akan respon militer yang keras karena usaha AS untuk mendorong keamanan di daerah itu bersama dengan sekutunya.

Hal ini telah menimbulkan sentimen “risk-off” di pasar global dan assets yang dipandang sebagai beresiko, termasuk minyak mentah, menghadapi tekanan turun yang keras.

Selain sentimen pasar yang buruk, rilis data ekonomi AS, Retail Sales bulan Oktober yang lebih baik daripada yang diperkirakan telah mendorong naik indeks dollar AS (DXY) yang menambah tekanan turun terhadap harga minyak mentah WTI.

Harga minyak mentah berjangka benchmark Amerika, West Texas Intermediate (WTI) di bursa Nymex pada hari Jumat turun ke sekitar $80.23 per barel.

Harga minyak mentah WTI tetap dibawah tekanan turun mendekati kerendahan bulanan. Merebaknya kembali Covid – 19 yang baru di Cina meningkatkan keprihatinan atas melambatnya permintaan minyak mentah dari Cina yang merupakan importir minyak mentah terbesar di dunia. Keprihatinan atas melambatnya permintaan sejauh ini mengatasi kekuatiran akan ketatnya supplies global yang terus membebani minyak mentah.

Setelah terus melemah dollar AS berbalik menguat sehingga menambah tekanan turun terhadap harga minyak mentah WTI yang menembus level support psikologis $80 ke sekitar $78.80 per barel, sebelum akhirnya berhasil naik lagi ke $80.23 per barel.

Sikap para trader dan investor di AS pada akhir minggu ini sedikit positip setelah keluar laporan retail sales AS bulan Oktober pada hari Rabu yang lebih baik daripada yang diperkirakan yang membebani dollar AS tuirun.

Namun, antusiasme para trader dan investor diredakan pada hari Kamis oleh retorika yang hawkish dari para pejabat Federal Reserve AS. Para pejabat the Fed mengatakan bahwa ekonomi AS perlu masuk ke dalam resesi selama beberapa saat lamanya agar supaya dapat sepenuhnya menekan turun inflasi yang problematik. Pernyataan para pejabat the Fed ini membuat dollar AS berbalik menguat yang menambah tekanan turun terhadap minyak mentah WTI.

Penurunan Masih Akan Berlanjut?

Harga minyak mentah WTI kelihatannya rentan jatuh pada saat minggu perdagangan yang baru dimulai. Pada hari terakhir perdagangan minggu lalu, hari Jumat, grafik WTI berjangka menunjukkan grafik “contango” untuk pertama kalinya dalam satu tahun. Grafik contango terjadi apabial harga di pasaran berjangka lebih tinggi daripada harga di pasar spot, yang sering disebabkan karena ketidakseimbangan supply-demand dalam jangka pendek. Bagi pasar minyak mentah, hal ini berarti kondisi yang sangat bearish.

Pada hari-hari terakhir minggu lalu, banyak pejabat the Fed yang berbicara dan memberikan komentar. Pesan-pesan yang dibawakan oleh para pejabat the Fed bernada hawkish yang mendorong naik dollar AS yang pada gilirannya menekan harga minyak mentah turun.

Beberapa komentar dari para pejabat the Fed pada minggu lalu yang harus digali termasuk komentar dari wakil ketua the Fed Lael Brainard bahwa “walaupun the Fed telah melakukan banyak hal, the Fed masih mempunyai pekerjaan tambahan untuk dilakukan”. Gubernur the Fed Christopher Waller juga mencatat bahwa “satu laporan tidak bisa menjadi tren.” Dan Presiden the Fed St. Louis James Bullard memberikan peringatan bahwa the Fed akan masih harus menaikkan tingkat suku bunga kunci paling sedikit 5.25%. Meskipun demikian the Fed dikenal sebagai yang cepat berubah nadanya.

Berita – berita dari bank sentral utama dunia telah membantu menenangkan penurunan dari yields treasury AS dan mendorong naik dollar AS. Kombinasi dari pengetatan moneter global dengan naiknya dollar AS kembali, bekerjasama menekan turun harga minyak mentah, meskipun sudah ada usaha dari anggota – anggota OPEC untuk mengurangi produksi ke depannya.

Support & Resistance

Support” terdekat menunggu di $78.19 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $77.30 dan kemudian $76.28. “Resistance” yang terdekat menunggu di $79.80 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke $81.22 dan kemudian $82.93.

Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting

Editor: Asido.