(Vibiznews – Forex) Setelah bergerak sideways di sekitar 1.1300, EUR/USD mengalami kenaikan pada minggu terakhir dari perdagangan di tahun 2021, namun kehilangan momentum setelah berhasil naik ke atas 1.1350 sehingga turun kembali ke arah 1.1300. Namun pada perdagangan selanjutnya menutup tahun 2021 EUR/USD kembali berhasil naik ke atas 1.1350 lagi ke 1.1368 karena melemahnya USD.
Kemanakah EUR/USD bergerak pada tahun 2022?
Pergerakan EUR/USD 2021
Pasangan matauang EUR/USD memulai tahun 2021 pada bulan Januari, diperdagangkan di sekitar 1.2250.
Pada awal bulan Februari, EUR/USD sempat turun kekerendahan tahunan di 1.1950 karena terus menguatnya dollar AS. Namun berhasil bangkit naik ke atas 1.2000 pada akhir bulan Februari di sekitar 1.2140.
Pada awal bulan Maret, EUR/USD kembali tertekan sampai ke posisi terendah selama 14 pekan di 1.1910. Pada akhir Maret malah sempat turun ke bawah 1.18, disekitar 1.1793.
Pasangan matauang EUR/USD sempat jatuh ke level terendah sejak awal April di 1.1808 pada awal perdagangan sesi AS hari Jumat, namun setelah itu berhasil bangkit kembali setelah keluarnya laporan NFP AS dengan angka umum penambahan pekerjaan lebih baik daripada yang diperkirakan sehingga sempat mengangkat naik dollar AS. Namun kenaikan dollar AS tidak dapat berlangsung lama dengan perincian laporan NFP menunjukkan angka yang bervariasi dengan naiknya tingkat pengangguran. Hal ini hanya menyebabkan EUR/USD berhasil naik melewati 1.1850 ke 1.1865.
Pada minggu ke dua Agustus, EUR/USD terus turun ke 1.1676 kerendahan tahunan, setelah terpukul oleh laporan risalah pertemuan FOMC yang membangkitkan kenaikan USD. Penurunan EUR/USD bertambah dalam dengan Jerman melaporkan angka tertinggi di dalam kasus coronavirus harian dalam tiga bulan.
Memasuki minggu pertama bulan Oktober, EUR/USD melanjutkan penurunannya ke 1.1561, namun EUR/USD berhasil naik kembali ke 1.1626 pada akhir minggu.
Pada minggu pertama bulan November, EUR/USD kembali jatuh ke 1.1520 karena pernyataan ECB yang dovish dan kembali menguatnya dollar AS karena keluarnya laporan NFP AS yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Pada minggu kedua, turun lebih jauh ke 1.1436, level terendah sejak Januari 2020 karena naiknya CPI AS ke ketinggian selama lebih dari 30 tahun. Pada minggu ketiga, melanjutkan penurunannya ke kerendahan baru pada 2021 mendekati 1.1185, dengan menguatnya kembali USD karena arus safe-haven dan munculnya kembali ketakutan akan virus corona di Eropa. Namun pada minggu ke-empat, EUR/USD berhasil berbalik naik dan memelihara momentum pemulihannya di 1.1314, dengan pasar meragukan prospek kebijakan pengetatan dari the Fed dengan munculnya varian baru virus corona membangkitkan keprihatinan bahwa pemulihan ekonomi akan kehilangan tenaganya.
Kondisi 2021:
Tahun 2021 merupakan tahun yang penuh dengan gejolak dan dollar AS mengambil banyak keuntungan dari kondisi ini. Dolar AS mengakhiri tahun 2021 dengan catatan yang kuat yang disebabkan oleh keputusan dari Federal Reserve AS yang mulai melakukan tapering.
Bank sentral AS ini tidak sendirian dalam melakukan langkah pengetatan dan juga bukan merupakan bank sentral yang pertama melakukannya. Bank sentral Kanada dan Selandia Baru merupakan yang pertama mengumumkan langkah pengetatan. Bank of England bahkan sudah lebih dahulu menaikkan tingkat suku bunga sementara Federal Reserve AS baru mencanangkan akan melakukannya pada tahun 2022. Sementara itu bank sentral Uni Eropa, European Central Bank (ECB) merupakan diantara bank sentral yang terbelakang dalam melakukan pengetatan, masih menunggu dan melihat-lihat (wait and see).
Inflasi
Pandemik coronavirus yang memukul dunia pada bulan Maret 2020 masih terus berlangsung sepanjang tahun 2021, walaupun ada perspektif ekonomi yang lebih baik pada tahun 2021. Pendistribusian vaksin membawa harapan bersamaan dengan kembalinya ekonomi. Namun, pembukaan kembali ekonomi dan aktifitas bisnis lainnya, jalan menuju normal, ternyata membawa naik harga-harga ke ketinggian selama beberapa dekade di seluruh dunia. Isu rantai supply, pada saat mesin global dengan perlahan mulai bergerak, ternyata jauh lebih curam daripada yang diantisipasikan. Permintaan dari para konsumen atau harapan akan naiknya permintaan jauh melampaui supply dengan tidak kelihatan kapan atau bagaimana bisa memenuhinya.
Sikap ECB
Bank-bank sentral dari seluruh dunia telah berusaha menenangkan spekulasi akan inflasi yang tinggi yang berlangsung terus menerus, dengan menyebutnya sebagai “temporarily”, dan membuat proyeksi bahwa harga akan perlahan-lahan stabil ke level yang lebih pantas pada tahun 2022.
Namun jangan salah, inflasi yang panas adalah sangat nyata dan tidak dapat disembunyikan. Setelah setahun, the Fed AS akhirnya mengakui akan tekanan kenaikan harga yang berlangsung terus menerus.
Sementara itu para pembuat kebijakan di Eropa tetap menyangkal inflasi yang panas ini dengan mengatakan bahwa inflasi di level yang tinggi ini hanya berlangsung tinggi untu sementara waktu.
Presiden European Central Bank (ECB) Lagarde tetap mendesak bahwa kenaikan inflasi hanya jangka pendek yang akan turun pada tahun depan. Mundur ke bulan Juli 2021, petunjuk ke depan dari ECB menyebutkan tiga kondisi yang perlu dipenuhi sebelum ECB akan menaikkan tingkat suku bunga, yang sampai sekarang belum terpenuhi.
Dewan yang berkuasa di ECB menyebutkan tiga kondisi yang harus dipenuhi sebelum menaikkan tingkat suku bunga. Pertama, inflasi harus jauh melewati 2%. Kedua, inflasi yang tinggi perlu terus stabil sampai akhir dari proyeksi. Ketiga, “underlying inflation” harus juga naik konsisten dengan stabilnya inflasi di atas 2% dalam jangka menengah.
Harapan muncul pada bulan September, dengan bank sentral memutuskan untuk memperlambat kecepatan pembelian assets di bawah Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP). Namun Lagarde memberikan catatan bahwa pengurangan kecepatan tersebut bukanlah berarti tapering melainkan hanyalah “Kaliberasi-Ulang”. Pembelian assets di bawah PEPP akan terus berlangsung sampai akhir Maret 2022 dengan total nilai sebesar €1.85 juta.
Pada pertemuan final tahun ini, Lagarde mempertahankan sikapnya yang berhati-hati. “Meskipun terjadi kenaikan inflasi sekarang ini, outlook untuk inflasi dalam jangka menengah tetap tenang dan dengan demikian tiga kondisi sebagai syarat menaikkan tingkat suku bunga sangat tidak mungkin bisa dipenuhi pada tahun depan. Meskipun pada saat yang bersamaan, wakil Presiden ECB Luis de Guindos mengatakan bahwa fase inflasi yang naik lebih tinggi saat ini bisa berlangsung lebih lama daripada yang semula dipikirkan.
Sikap the Fed AS
Bertolak belakang dengan “kaliberasi ulang” dari ECB, Federal Reserve AS mulai menjalankan tapering atas program pembelian assets sehubungan dengan pandemik. Pada pertemuan bulan November, para pembuat kebijakan mencatat bahwa pemulihan ekonomi sudah cukup untuk mulai mengurangi dukungan keuangan. Para pejabat the Fed juga menyatakan keprihatinan akan seberapa lama inflasi akan terus tetap tinggi. Jumlah pembelian obligasi dikurangi sebanyak $15 miliar per bulan yang selanjutnya ditingkatkan menjadi sebanyak $30 per bulan.
Meskipun optimis dengan pemulihan ekonomi AS, para pembuat kebijakan di AS prihatin dengan tekanan kenaikan harga. Kepala the Fed Powell dan Treasury Secretary Janet Yellen di depan Senat pada bulan Desember mengejutkan pasar dengan berkata bahwa sekarang adalah waktunya untuk menghapus perkataan “transitory” dalam menggambarkan mengenai inflasi yang sedang berlangsung sekarang. Selain itu mereka juga mengumumkan akan mempercepat tapering dari pembelian obligasi.
Di dalam “statement”-nya setelah selesai pertemuan FOMC bulan Desember, the Fed mengumumkan bahwa bank sentral AS ini akan meningkatkan kecepatan tapering menjadi $30 miliar per bulan dari sebelumnya $15 miliar per bulan. Perubahan ini akan membuat program pembelian assets bank sentral AS akan berakhir pada awal tahun 2022.
Pernyataan dari FOMC AS agak mengejutkan dengan mengatakan akan ada tiga kali kenaikan tingkat bunga pada tahun 2022 dan bahwa inflasi AS sedang naik namun mengatakan akan balik turun lagi pada bulan-bulan yang akan datang.
Seberapa Besarkah Kemajuan Ekonomi?
Mandat dari bank sentral adalah menjaga agar inflasi tetap di bawah kontrol. Bagi AS ditambah lagi dengan memaximumkan employment.
Mempertahankan kestabilan harga adalah usaha yang gagal pada tahun 2021. Inflasi tahunan area euro berada di 4.1% pada bulan Oktober 2021, naik dari 3.4% pada bulan September, dan ini adalah tingkat inflasi yang tertinggi sejak Juli 1991. Di AS, tingkat inflasi tahunan naik membumbung tinggi ke 6.2% pada bulan Oktober, level tertinggi sejak November 1990.
Mengenai employment, menurut laporan dari European Commission report on Employment and Social Developments Quarterly Review dari September 2021,“ekonomi Uni Eropa dan pasar tenaga kerja telah mulai pulih dari badai pandemik Covid – 19 dengan employment dan pengangguran sudah hampir sama tingkatnya dengan kondisi seperti sebelum terjadi krisis coronavirus.”
Eurostat memperkirakan bahwa dari 14.312.000 manusia di Uni Eropa, sebanyak 12.045.000 berada di area euro dan menganggur pada bulan Oktober 2021.
Sementara itu, AS telah menambah 210.000 pekerjaan baru pada bulan November 2021, yang berarti masih kurang sekitar 4 juta posisi ke level sebelum pandemik. Menurut statistik, angka yang menganggur di tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan saat ini sebanyak 5,9 juta.
Meskipun demikian, progress ekonomi AS selama paruh pertama tahun 2021 lebih cepat daripada Uni Eropa, sementara kecepatan pemulihan di Eropa baru mulai naik pada kuartal kedua dan ketiga. Kecepatan vaksinasi yang lebih cepat dan stimulus fiskal yang lebih besar dari AS dibandingkan negara-negara lain menyebabkan dollar AS menjadi lebih kuat dibandingkan rival utama – rival utamanya.
Ekonomi AS bertumbuh dengan kecepatan 4.9% pada kuartal ketiga dari 2021, sementara ekonomi Uni Eropa bertumbuh dengan kecepatan 3.7% dalam periode yang sama.
Outlook 2022
Isu Rantai Supply Global
Hal yang bisa berdampak negatip terhadap pergerakan harga EUR/USD adalah problem rantai supply global.
Mandat yang diberikan kepada para bank sentral adalah menjaga perekonomian sedemikian sehingga inflasi berada di bawah kontrol. Kenyataannya, mempertahankan stabilitas harga sudah menjadi tantangan yang tidak bisa diatasi oleh para bank sentral utama dunia pada tahun 2021.
Inflasi di Amerika Serikat saat ini berada pada level 6.8% setahun, yang tertinggi selama 39 tahun lamanya.
Inflasi di zona Euro berada pada level 4.9% setahun, yang tertinggi sejak dimulainya Uni Eropa pada tahun 1999.
Inflasi di Jerman berada pada level 5% setahun, yang tertinggi selama 29 tahun.
Inflasi di Inggris sekarang berada pada level 5.1% setahun, level tertinggi sejak bulan September 2011. Inflasi Inggris saat ini sudah lebih dari dua kali lipat dari target BoE sebesar 2%.
Kenaikan harga-harga ini disebabkan karena terjadinya disrupsi dalam rantai supply akibat lockdown dan restriksi yang diberlakukan pemerintah tiap-tiap negara dalam rangka mengatasi pandemik Covid – 19.
Diperkirakan kenaikan harga ini tidak akan bisa dengan cepat diselesaikan sekalipun pada tahun 2022 bank sentral serempak mulai menaikkan tingkat bunganya. Sebagai akibatnya inflasi akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang cukup lama.
Kemana Arah dari Bank Sentral AS & Uni Eropa?
Pada hari Rabu, 15 Desember 2021, Federal Reserve AS mengumumkan keputusan kebijakan moneternya, sementara European Central Bank (ECB) memberikan hal yang sama pada hari Kamis, 16 Desember 2021.
The Fed meningkatkan kecepatan tapering menjadi $30 miliar per bulan dari sebelumnya $15 miliar per bulan yang akan dimulai sejak Januari 2022. Perubahan ini akan membuat program pembelian assets bank sentral AS akan berakhir lebih cepat daripada yang direncanakan sebelumnya yaitu pada awal tahun 2022, yang berarti kenaikan tingkat bunga yang lebih cepat juga. Dot-plot dari the Fed menunjukkan akan ada tiga kali kenaikan tingkat bunga pada tahun 2022 dan tiga kali lagi pada tahun 2023.
Proyeksi inflasi juga dinaikkan menjadi 5.6% untuk tahun 2021 dan 2.6% untuk 2022, naik dari sebelumnya 4.2% dan 2.2% sebelumnya. Sementara GDP sekarang diproyeksikan berada pada 4% pada tahun 2022, naik dari sebelumnya 3.8%, dan untuk tahun 2023 bertumbuh sebesar 2.2%, turun dari 3.5% pada bulan September.
Sebaliknya, ECB memberikan konfirmasi akan mengakhiri Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) pada bulan Maret 2022 sebagaimana dengan yang sebelumnya telah diantisipasikan. Dewan gubernur ECB juga memutuskan untuk memperbesar Assets Purchase Program mereka menjadi €40 miliar per bulan pada kuartal kedua 2022 dan menjadi €30 pada kuartal ketiga, untuk memkompensasi sebagian penghentian pembelian obligasi bulanan sebanyak €60 miliar melalui PEPP.
Bank sentral Eropa ini juga memperkirakan inflasi di Eropa akan meningkat dari 2.6% pada tahun ini menjadi 3.2% pada berikutnya. Namun kenaikan harga selanjutnya akan jatuh dan menyentuh 1.8% pada tahun 2023 dan tetap berada pada level tersebut pada tahun 2024, sementara perkiraan pertumbuhan GDP pada tahun 2022 diturunkan menjadi 4.2% dari sebelumnya 4.6%.
Arah dari bank sentral AS, the Fed, berseberangan dengan bank sentral Uni Eropa (ECB). Bertolak belakangnya kebijakan moneter the Fed dengan ECB telah menciptakan kecenderungan sentimen bearish yang signifikan terhadap euro.
ECB masih mempertahankan bahwa tidak akan ada kenaikan tingkat bunga pada tahun 2022, sekalipun ada beberapa anggota ECB yang meminta untuk kenaikan tingkat bunga apabila inflasi telah naik secara material jauh di atas dari target 2% untuk periode waktu yang tertentu yang berlangsung terus menerus. Sementara itu, pasar sudah memperhitungkan di dalam perhitungan harga akan kenaikan tingkat bunga dari the Fed sebanyak tiga kali pada tahun 2022.
Pandemik Menjadi Endemik?
Vaksin yang dijalankan selama tahun 2021 telah membantu mengurangi pasien di rumah sakit dan kematian secara dramatis. Meskipun segala usaha telah dijalankan, pandemik belum berakhir di tahun 2021 dan akan masih terbawa ke tahun 2022. Dunia sedang belajar untuk hidup bersama dengan virus. Satu hal yang dipelajari selama 2021 adalah bahwa lockdown dan restriksi perjalanan hanya bisa mengurangi kecepatan penularan dengan sangat sedikit. Sementara berhentinya ekonomi karena lockdown dan restriksi perjalanan telah menjadi beban berat yang harus diseret dalam memajukan ekonomi sampai sekarang.
Virus corona masih terus menghasilkan varian-varian yang baru, dan varian baru yang muncul sering mengganggu kemajuan pemulihan ekonomi. Penemuan varian terbaru adalah Omicron yang melanda dunia pada akhir tahun 2021 menjelang memasuki tahun 2022. Omicron dikatakan jauh lebih menular dibandingkan dengan varian Covid – 19 yang pernah ada sebelumnya. Namun berita baiknya adalah varian Omicron ini jauh kurang mematikan dibandingkan dengan varian pendahulunya. Sentimen pelaku pasar membaik setelah 3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya. Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.
Hal ini menebarkan harapan bahwa ini bisa berarti permulaan dari berakhirnya pandemik, menjadi tinggal endemik. Dan ini sesuai dengan pola evolusi dari virus yang telah diselidiki secara historis, yang akan melemah dengan berjalannya waktu.
Setiap merebaknya wabah baru akan menjadi positip bagi dollar AS sehingga akan menurunkan EUR/USD, sementara setiap ditemukan pengobatan yang lebih baik dan semakin efisiennya vaksin yang diberikan, hal ini akan membebani dollar AS yang safe-haven, sehingga akan menaikkan EUR/USD.
Bagaimana dengan USD?
Dengan harapan berakhirnya pandemik, maka prospek pemulihan ekonomi AS juga semakin meningkat. Ditambah lagi dengan rencana the Fed sebagaimana yang terlihat di dalam “dot-plot” dari the Fed yang akan menaikkan tingkat bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2022, maka pada tahun 2022 indeks dollar AS akan meneruskan kenaikannya. Dorongan naik USD akan dimulai pada kuartal kedua 2022 dimana program pembelian assets obligasi treasury AS akan berakhir pada akhir bulan Maret 2022. Kemungkinan the Fed akan menaikkan tingkat bunganya pada tiap kuartal setelah kuartal pertama 2022 yang membuat USD akan terus menguat sampai pada akhir tahun 2022.
Lihat: USD: Review 2021 & Outlook 2022
Support & Resistance
Secara keseluruhan, pada tahun 2022, EUR/USD cenderung turun dengan “support” terdekat menunggu di 1.1250 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1000 dan kemudian 1.0750. “Resistance” terdekat menunggu di 1.1460 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1690 dan kemudian 1.2000.
Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting
Editor: Asido