(Vibiznews – Forex) Ada perbedaan yang menyolok di dalam Inggris memasuki tahun 2021 dengan tahun 2022. Pada saat mulai memasuki tahun 2021, Inggris memiliki keuntungan yang besar dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Inggris telah lebih dahulu menyuntikkan banyak vaksin ke penduduk negerinya jauh di atas dari rekan-rekan negara barat lainnya. Memasuki tahun 2022, kebanyakan negara di dunia sudah mendapatkan vaksin sehingga Inggris tidak lagi memiliki keuntungan tersendiri. Lalu bagaimana pergerakan Sterling vs Dolar AS pada tahun 2022 ini?
Pergerakan GBP/USD 2021
Memasuki awal tahun 2021 pada minggu pertama bulan Februari, tanggal 10 Februari 2021, GBP/USD diperdagangkan di ketinggian beberapa tahun sejak 2018 di level 1.3855 ditengah terus melemahnya dollar AS karena memudarnya pembicaraan mengenai stimulus dan cepatnya kampanye vaksin di Inggris.
Kenaikan Sterling didukung oleh terus turunnya angka kasus baru Covid – 19 dan kematian di Inggris. Sementara kampanye vaksin terus berlangsung dengan kecepatan penuh.
Setelah turun dari 1.3742 ke 1.3687 memasuki awal minggu pertama bulan November 2021, GBP/USD turun tajam ke 1.3500 karena BoE mengecewakan pasar dengan tidak menaikkan tingkat bunganya, GBP/USD semakin terbebani dan melanjutkan penurunannya ke 1.3491 karena menguatnya dollar AS dan keluarnya laporan NFP AS di 531.000 yang lebih tinggi daripada yang diperkirakan di 425.000.
Memulai minggu yang baru hari Senin 6 Desember 2021, di 1.3245, GBP/USD sempat turun ke bawah menembus 1.32, namun pada hari Rabu 8 Desember, berhasil naik kembali ke atas menembus 1.32, ke sekitar 1.3228, dengan melemahnya USD karena kekuatiran terhadap inflasi akibat keluarnya data CPI AS yang mengkuatirkan.
GBP/USD naik sempat naik ke level tertinggi dalam dua minggu ke arah 1.3350 di sekitar 1.3323 setelah BoE pada hari Kamis tanggal 16 Desember, mengumumkan bahwa mereka menaikkan tingkat bunga sebanyak 15 basis poin menjadi 0.25% setelah pertemuan bank sentral Inggris bulan Desember, sebelum akhirnya terkoreksi normal ke 1.3310.
Kondisi 2021:
Pandemik Coronavirus
Pandemik coronavirus yang memukul dunia pada bulan Maret 2020 masih terus berlangsung sepanjang tahun 2021, walaupun ada perspektif ekonomi yang lebih baik pada tahun 2021. Pendistribusian vaksin membawa harapan bersamaan dengan kembalinya ekonomi. Namun, pembukaan kembali ekonomi dan aktifitas bisnis lainnya, jalan menuju normal, ternyata membawa naik harga-harga ke ketinggian selama beberapa dekade di seluruh dunia. Isu rantai supply, pada saat mesin global dengan perlahan mulai bergerak, ternyata jauh lebih curam daripada yang diantisipasikan. Permintaan dari para konsumen atau harapan akan naiknya permintaan jauh melampaui supply dengan tidak kelihatan kapan atau bagaimana bisa memenuhinya.
Inflasi
Federal Reserve AS mulai menjalankan tapering atas program pembelian assets sehubungan dengan pandemik. Pada pertemuan bulan November, para pembuat kebijakan mencatat bahwa pemulihan ekonomi sudah cukup untuk mulai mengurangi dukungan keuangan. Para pejabat the Fed juga menyatakan keprihatinan akan seberapa lama inflasi akan terus tetap tinggi. Jumlah pembelian obligasi dikurangi sebanyak $15 miliar per bulan yang selanjutnya ditingkatkan menjadi sebanyak $30 per bulan.
Meskipun optimis dengan pemulihan ekonomi AS, para pembuat kebijakan di AS prihatin dengan tekanan kenaikan harga. Kepala the Fed Powell dan Treasury Secretary Janet Yellen di depan Senat pada bulan Desember mengejutkan pasar dengan berkata bahwa sekarang adalah waktunya untuk menghapus perkataan “transitory” dalam menggambarkan mengenai inflasi yang sedang berlangsung sekarang. Selain itu mereka juga mengumumkan akan mempercepat tapering dari pembelian obligasi.
Di dalam “statement”-nya setelah selesai pertemuan FOMC bulan Desember, the Fed mengumumkan bahwa bank sentral AS ini akan meningkatkan kecepatan tapering menjadi $30 miliar per bulan dari sebelumnya $15 miliar per bulan. Perubahan ini akan membuat program pembelian assets bank sentral AS akan berakhir pada awal tahun 2022.
Pernyataan dari FOMC AS agak mengejutkan dengan mengatakan akan ada tiga kali kenaikan tingkat bunga pada tahun 2022 dan bahwa inflasi AS sedang naik namun mengatakan akan balik turun lagi pada bulan-bulan yang akan datang.
Ekonomi AS & Inggris
Mandat dari bank sentral adalah menjaga agar inflasi tetap di bawah kontrol. Bagi AS ditambah lagi dengan memaximumkan employment.
AS telah menambah 210.000 pekerjaan baru pada bulan November 2021, yang berarti masih kurang sekitar 4 juta posisi ke level sebelum pandemik. Menurut statistik, angka yang menganggur di tenaga kerja yang menginginkan pekerjaan saat ini sebanyak 5,9 juta. Ekonomi AS bertumbuh dengan kecepatan 4.9% pada kuartal ketiga dari 2021, sementara ekonomi Uni Eropa bertumbuh dengan kecepatan 3.7% dalam periode yang sama.
Inflasi di Inggris sekarang berada di 5.1% per tahun, level tertinggi sejak bulan September 2011. Inflasi Inggris saat ini sudah lebih dari dua kali lipat dari target BoE sebesar 2%. Pasar tenaga kerja Inggris kuat dengan tingkat employment naik ke 75.5% sementara tingkat pengangguran turun ke 4.2%. Selain itu, pertumbuhan di dalam upah rata-rata tahunan termasuk bonus naik ke 4.9%. The Office for National Statistics Inggris melaporkan bahwa GDP tahunan Inggris bertumbuh sebesar 6.8% pada kuartal ketiga, yang adalah lebih baik daripada yang diperkirakan pasar sebesar 6.6%.
Outlook Sterling 2022
Sementara pandemik bersifat global, isu lainnya yang bisa menggerakkan pasar bersifat lokal seperti isu Brexit, pergerakan fiskal, dan kebijakan moneter dari BoE. Bullishnya BoE saat ini bisa saja bersifat sementara dan menjadi boomerang.
Berikut ini adalah faktor yang menggerakkan Sterling pada tahun 2022:
Brexit
Brexit telah menjadi cerita yang tidak pernah berakhir. Kapankah Inggris secara resmi keluar dari Uni Eropa? Jawabannya seharusnya di bulan Januari 2020. Dan Januari 2021 adalah berakhirnya periode transisi. Kenyataannya, telah lebih dari 5 tahun setelah referendum selesai, isu Brexit masih terus ada. Secara umum, apabila tidak ada kabar baru mengenai Brexit, itu adalah kabar baik mengenai Brexit.
Isu pertama Brexit adalah mengenai Protokol Irlandia Utara. Skenario terbaik di dalam protokol Irlandia Utara ini adalah London dan Brusel sama-sama berdamai memecahkan masalahnya yang akan mendorong naik poundsterling sedikit. Skenario terburuk adalah Inggris memakai Artikel 16 berupa tindakan sepihak menunda kesepakatan Brexit. Diantara kedua skenario tersebut, tahun 2022 bisa mengulangi skenario 2021 dimana berlangsung terus pembicaraan yang tidak pernah selesai dengan berita-berita yang tidak pernah memuaskan dari kedua belah pihak. Hal ini akan mengerosi kekuatan dari Sterling.
Isu kedua Brexit adalah mengenai Fishing Right. Hal lain di dalam pertikaian Brexit pada tahun 2021 adalah mengenai hak mencari ikan. Meskipun ini hanya industri yang kecil namun Perancis dan Inggris kelihatannya suka bertikai mengenai topik yang tinggi emosinya ini. Persoalannya adalah kurangnya forum internasional untuk mencairkan ketidaksetujuan minor. PM Johnson dan koleganya membuang waktu berharga di pertemuan G-20 dan NATO hanya untuk berdiskusi mengenai isu yang seharusnya bisa dipecahkan di dalam pembicaraan regular. Namun Brexit berarti tidak ada forum untuk memecahkan topik yang sedemikian sebelum akhirnya menjadi bola salju. Pada tahun 2022 apabila tidak ditemukan mekanisme baru yang disepakati bersama yang bisa positip bagi Sterling, maka Sterling akan bisa tenggelam.
Isu ketiga Brexit adalah mengenai “equivalence”. Regulasi keuangan Inggris adalah “equivalence” dengan Uni Eropa, yang membuat perusahaan-perusahaan hanya memiliki satu peraturan, bukan dua. Namun, kesepakatan Brexit hanya fokus pada barang-barang, bukan jasa seperti jasa keuangan. Akibatnya hal-hal mengenai jasa keuangan belum diatur sama sekali. Walaupun 2021 masih mengurusi isu Brexit yang minor dan lebih kepada berperang melawan Covid, tahun 2022 bisa jadi Inggris sudah akan berjalan sendiri. Kehilangan “equivalence” akan bisa membuat negara ini kurang menarik bagi investasi sementara mempertahankan status sekarang akan menimbulkan kesukaran di dalam Partai Konservatif yang berkuasa. Investor lebih memilih “equivalence”, dan setiap ada keraguan mengenai ini akan bisa membebani Sterling.
Fiskal
PM Boris Johnson telah berjanji untuk memperbaiki status ekonomi dan menaikkan levelnya. Johnson kelihatannya sangat ingin untuk mereformasi “social care” dan bahkan menaikkan pajak yang didukung penuh oleh Menteri Keuangan Rishi Sunak. Parlemen telah menyetujui kenaikan pajak payroll pada tahun 2021 dan bisa mengambil langkah-langkah lebih jauh pada tahun 2022.
Dengan menaikkan biaya orang kaya untuk mendorong maju “social welfare” dan National Health Service, Johnson berusaha untuk melakukan kebijakan yang popular pada tahun 2022 untuk mengalihkan perhatian dari skandal yang sedang menimpa dirinya selama tahun 2021.
Bagi para investor, dinaikkannya pajak untuk mendanai skema-skema bantuan keuangan yang popular bagi orang miskin adalah mengecewakan dan akan menambah tekanan terhadap Poundsterling.
Bank of England
GBP/USD berada dalam tekanan bearish yang kuat dan diperdagangkan di sekitar 1.3500, pada hari Kamis 4 November 2021, setelah BoE memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunga tidak berubah di 0.1% sementara memandang rendah keprihatinan akan inflasi. Menguatnya dollar AS secara luas memberikan beban tambahan terhadap Poundsterling.
BoEWatch Tool dari CME Group menunjukkan bahwa pasar telah memperhitungkan di dalam harga 55% kemungkinan BoE akan menaikkan tingkat bunga sebesar 15 poin, yang menunjukkan bahwa andaikan BoE menaikkan tingkat bunga sebanyak 15 poin saja, hal ini tidak cukup untuk mendorong naik pounsterling. Apalagi sekarang BoE tetap mempertahankan tingkat bunganya tidak berubah. Otomatis memberikan tekanan bearish yang kuat terhadap poundsterling.
Sementara itu, kepala the Fed Jerome Powell mengatakan bahwa mereka akan mulai melakukan proses tapering terhadap pembelian asset bulanan mereka bulan ini. Mulai bulan ini, mereka akan mengurangi pembelian bulanan obligasi pemerintah sebanyak $15 miliar tiap bulan sehingga proses tapering senilai $120 miliar ini akan berakhir dalam 8 bulan, yaitu pada bulan Juni 2022.
Setelah tidak jadi menaikkan tingkat bunga pada bulan November, banyak orang kehilangan kepercayaan kepada Gubernur Bank of England Andrew Bailey. Pounsterling juga turun tajam setelah keputusan ini dan sampai sekarang belum balik pulih sepenuhnya.
GBP/USD naik sempat naik ke level tertinggi dalam dua minggu ke arah 1.3350 di sekitar 1.3323 setelah BoE pada hari Kamis tanggal 16 Desember, mengumumkan bahwa mereka menaikkan tingkat bunga sebanyak 15 basis poin menjadi 0.25% setelah pertemuan bank sentral Inggris bulan Desember, sebelum akhirnya terkoreksi normal ke 1.3310.
The Monetary Policy Committee mengadakan pemungutan suara dengan 8 – 1 mendukung kenaikan tingkat bunga. Silvana Tenreyro adalah satu-satunya anggota dewan aktif MPC yang menolak kenaikan tingkat bunga.
Di tahun 2022, kelihatannya Bailey dan koleganya memilih untuk menunggu data dari pasar tenaga kerja setelah berakhirnya skema cuti dan bisa menunjuk kepada varian dari virus Covid jika mereka memutuskan untuk hanya memperketat kebijakan moneter secara moderat pada tahun 2022. Secara jangka panjang, memberikan lebih banyak dukungan ekonomi akan bisa positip bagi Pounsterling.
Pada tahun 2022, BoE bisa jadi akan menaikkan biaya pinjaman untuk melawan inflasi dan untuk menghentikan kenaikan harga-harga property di Inggris.
Di tengah naiknya kasus Covid – 19 di Inggris, BoE tetap memutuskan menaikkan tingkat bunganya. Kelihatannya BoE telah memilih melampaui ketakutan akan pandemik dan mengkonsentrasikan pada data inflasi. Inflasi di Inggris sekarang berada di 5.1% per tahun, level tertinggi sejak bulan September 2011. Inflasi Inggris saat ini sudah lebih dari dua kali lipat dari target BoE sebesar 2% dan dengan inflasi diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, BoE kemungkinan terpaksa bertindak untuk menaikkan tingkat bunga kembali. Kemungkinan BoE akan menaikkan kembali tingkat bunga sebanyak 25 basis poin dalam pertemuan tanggal 2 Februari 2022 dan dengan kemungkinan kenaikan kembali pada bulan Maret atau bulan Mei. Dengan BoE sekarang teguh untuk memperketat kebijakan moneter, GBP/USD memiliki ruang untuk naik pada kuartal pertama 2022.
Ekonomi Inggris tidak memanas seperti ekonomi AS dan bahkan bisa mendapatkan badai dari Brexit maupun Pengetatan Fiskal. Menaikkan tingkat bunga dengan terlalu cepat akan bisa berbalik menjadi boomerang oleh karena mencekik pemulihan ekonomi sebelum waktunya. Pada paruh pertama tahun 2022, menguatnya dollar AS karena ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga oleh the Fed, masih bisa menutup kelemahan dari kenaikan tingkat bunga di Inggris, namun selanjutnya, pertumbuhan ekonomi Inggris yang lebih lemah bisa menghantui Pounsterling dan memaksa BOE untuk berbalik arah.
Covid – 19
Pada tahun 2022, penyakit yang pertamakali ditemukan pada tahun 2019 kemungkinan masih akan tetap ada di dalam agenda meskipun diperkirakan hanya menjadi gangguan yang minor, bukan menjadi isu mayor. Setiap merebaknya wabah baru akan menjadi positip bagi dollar AS, sementara setiap ditemukan pengobatan yang lebih baik dan semakin efisiennya vaksin yang diberikan, hal ini akan membebani dollar AS yang safe-haven.
Mekanisme ini sudah mulai terlihat setiap ada gelombang covid dan berita-berita yang melegakannya pada tahun 2021. Dolar AS memiliki korelasi yang lebih baik dengan yields obligasi dalam hal matauang mayor. Sebaliknya terhadap saham-saham korelasinya negatip.
Bagaimana dengan USD?
Dengan harapan berakhirnya pandemik, maka prospek pemulihan ekonomi AS juga semakin meningkat. Ditambah lagi dengan rencana the Fed sebagaimana yang terlihat di dalam “dot-plot” dari the Fed yang akan menaikkan tingkat bunga sebanyak tiga kali pada tahun 2022, maka pada tahun 2022 indeks dollar AS akan meneruskan kenaikannya. Dorongan naik USD akan dimulai pada kuartal kedua 2022 dimana program pembelian assets obligasi treasury AS akan berakhir pada akhir bulan Maret 2022. Kemungkinan the Fed akan menaikkan tingkat bunganya pada tiap kuartal setelah kuartal pertama 2022 yang membuat USD akan terus menguat sampai pada akhir tahun 2022.
Lihat: USD: Review 2021 & Outlook 2022
Support & Resistance
Secara tehnikal, kekuatan bearish menguasai pergerakan GBP/USD pada tahun 2022. Level 1.3150 akan menjadi level support yang kritikal. Apabila GBP/USD bergerak turun dengan cepat ke 1.3150, RSI akan jatuh ke bawah 30 – memasuki kondisi oversold. Akibatnya cenderung akan melanjutkan penurunan ke 1.2830 dan bisa mencapai 1.2680.
Sebaliknya apabila GBP/USD berhasil naik, maka level 1.34 akan menjadi level resistance yang kuat yang apabila berhasil di tembus, GBP/USD cenderung melanjutkan kenaikannya ke 1.3595 dan akhirnya bisa mencapai 1.4.
Kesimpulan:
Isu Brexit yang masih menggantung, bersamaan dengan pengetatan fiskal dan moneter yang prematur bisa membuat Sterling cenderung turun dalam jangka panjang. Pada kuartal pertama dan kedua 2022, GBP/USD bisa naik dengan BoE lebih dahulu menaikkan tingkat bunga. Tetapi pada kuartal ketiga dan keempat, GBP/USD akan bisa mengalami tren turun yang signifikan, mengakhiri tahun 2022, dengan pada akhirnya giliran the Fed AS menaikkan tingkat bunganya.
Ricky Ferlianto/VBN/Managing Partner Vibiz Consulting
Editor: Asido