Rekomendasi GBP/USD Awal 2023: Bisakah Mengatasi Rintangan Naik Menembus 1.2100?

547

(Vibiznews – Forex) GBP/USD diperdagangkan dalam rentang yang sempit di bawah 1.2100 dan berusaha naik menembus resistance yang kritikal dengan kenaikan yang cukup lumayan pada hari perdagangan terakhir di tahun 2022 dengan naik dari 1.2050 ke 1.2091, berhasil menembus resistance kuat di 1.2075. Bisakah GBP/USD melanjutkan kenaikannya pada awal tahun 2023 ini menembus 1.2100 atau malah turun ke bawah 1.2000?

Apa yang Terjadi pada Minggu Lalu?

Memulai minggu perdagangan yang baru pada minggu lalu di 1.2050, GBP/USD mengakhiri minggu lalu dengan kenaikan ke 1.2091. Kenaikan sudah dimulai dari sejak hari Senin dan Selasa ke 1.2087. Pada hari Rabu sempat naik ke 1.2120 sebelum akhirnya terkoreksi kembali ke 1.2050 dan bertahan sampai hari Kamis. Pada hari Jumat berhasil menembus resistance 1.2075 dan naik ke 1.2091 ditengah melemahnya dollar AS. Namun kenaikan selanjutnya terhenti karena dollar AS berbalik mulai menguat kembali.

Pergerakan GBP/USD Harian Minggu Lalu

Hari Senin, GBP/USD berhasil mendapatkan daya tarik dan naik ke atas 1.2050 diperdagangkan di sekitar 1.2087. Jelang data papan tengah yang akan dirilis oleh AS, dollar AS berjuang untuk mengumpulkan kekuatannya di tengah turunnya yields obligasi sehingga membantu pasangan matauang ini naik sedikit.

GBP/USD berhasil menghapus sebagian dari kerugian hariannya setelah sempat turun menyentuh 1.2000 pada awal perdagangan hari Rabu. Outlook secara tehnikal menunjukkan bahwa pasangan matauang ini memiliki kecenderungan bullish.

Pada hari Selasa, kenaikan yields obligasi AS yang tajam membantu dollar AS kuat menghadapi rival-rivalnya sehingga menekan GBP/USD turun. Namun pada hari Rabu pagi pasangan matauang ini berhasil naik dengan indeks saham berjangka AS diperdagangkan naik sehingga menekan dollar AS turun dan pada gilirannya membuat GBP/USD naik.

Hari ini tidak ada data makro ekonomi dari Inggris. Dari AS akan dikeluarkan data Pending Home Sales bulan November.

Hari Rabu, GBP/USD jatuh tajam setelah gagal untuk bertahan di atas resistance yang kritikal di 1.2120 pada jam perdagangan sesi New York Rabu malam kemarin. GBP/USD turun mendekati 1.2020, sebelum akhirnya berhasil naik sedikit kembali dan saat ini diperdagangkan di sekitar 1.2050.

Sentimen pasar pada hari Rabu sangat bearish, dimulai dengan aksi jual terhadap S&P 500 setelah pemerintah AS mengumumkan test Covid secara mandatori bagi para pendatang dari Cina karena penghentian lockdown oleh pemerintah Cina dengan kecepatan yang kencang telah mempercepat jumlah infeksi di Cina. Saham-saham AS telah mengalami penurunan terus menerus sebelum tahun ini berakhir dan memasuki tahun yang baru dengan para partisipan pasar telah beralih ke sentimen yang “risk-off”.

Penurunan di dalam angka Pending Home Sales AS gagal mempengaruhi indeks dollar AS. Data Pending Home Sales AS bulan November keluar di – 37.8% dibandingkan dengan yang diperkirakan di – 36.7% dan dibandingkan dengan angka sebelumnya di – 37.0%.

Hari Kamis, GBP/USD berusaha rebound pada awal perdagangan sesi Asia dan berhasil naik menembus 1.2050 diperdagangkan di sekitar 1.2060.

Poundsterling Inggris berhasil memperoleh daya tariknya dengan indeks dollar AS jatuh turun ke dekat porsi yang lebih rendah dari rentang harga trading mingguan di sekitar 103.60.

Pemulihan yang tajam di dalam indeks saham S&P500 setelah jatuh selama dua hari mengalami aksi jual, merefleksikan pemulihan atas minat terhadap resiko pada hari terakhir perdagangan menutup tahun 2022. Sementara itu, yields treasury AS berhenti naik dan turun ke 3.82%.

Sementara itu, data ekonomi yang keluar dari AS, menunjukkan ada sedikit kenaikan di dalam klaim pengangguran mingguan AS. Kenaikan klaim pengangguran AS ini membebani dollar AS.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan data ekonomi Initial Jobless Claims untuk minggu yang berakhir pada tanggal 24 Desember yang naik ke 225.000. Angka ini 9000 di atas dari rekor minggu lalu, sekalipun masih sesuai dengan yang diperkirakan. Sementara itu, klaim yang berkelanjutan naik menjadi 1.7 juta, angka yang paling tinggi sejak bulan Februari.

Hari Jumat, Poundsterling berhasil mengkapitalisir kelemahan dollar AS pada hari Jumat, hari terakhir perdagangan tahun 2022. GBP/USD berhasil menembus resistance 1.2075 dan naik ke 1.2091 ditengah melemahnya dollar AS, namun kenaikan selanjutnya tertahan dengan berhentinya penurunan indeks dollar AS pada jam perdagangan sesi AS.

Dollar AS sempat tertekan turun terhadap rival – rival utamanya di G7 setelah rilis klaim pengangguran mingguan AS yang mengecewakan. Indeks dollar AS turun 0.33%, ke 103.634. Penurunan indeks dollar AS memberikan kekuatan bagi GBP/USD untuk naik menembus 1.2075.

Namun dalam jam perdagangan selanjutnya kenaikan EUR/USD dibatasi oleh berhentinya kelemahan dollar AS. Indeks dollar AS mulai berbalik naik dan diperdagangkan di 103.655 dengan keluarnya data ekonomi PMI Chicago bulan Desember yang muncul di 44.9 yang lebih tinggi dari yang diperkirakan di 40 dan Wall Street dibuka turun dengan saham – saham berjangka AS tumbang karena tidak ada katalisator fundamental yang mendukung.

Perang Rusia – Ukraina

Salah satu penyebab jatuhnya GBP/USD adalah perang Rusia – Ukraina. Ekonomi Inggris terpukul keras oleh karena invasi Ukraina yang terjadi pada bulan Februari tahun lalu. Barat merespon dengan sanksi yang keras terhadap Rusia, dengan Moskow menolak tetap diam dan memangkas supply gas ke Eropa dan Inggris. Harga energi naik bagaikan spiral mendorong tingkat inflasi naik ke ketinggian multi dekade secara global. Dengan ekonomi AS relatif kurang tergantung kepada Rusia dibandingkan dengan ekonomi Inggris, perang Ukraina – Rusia memukul GBP lebih keras dari pada USD. Menurut Office for National Statistics (ONS), tingkat inflasi Inggris naik ke ketinggian 41 tahun di 11.1% pada bulan Oktober dibandingkan dengan 10.1% pada bulan September. Sementara Consumer Price Index (CPI) AS hanya naik sampai 7.7% YoY di bulan Oktober, melambat peningkatannya dibandingkan dengan yang diperkirakan sebesar 8.0% dan merupakan angka inflasi tahunan yang paling rendah sejak bulan Januari.

Selain itu, sanksi Inggris terhadap para komandan militer Rusia dan para pebisnis Iran, dan juga permintaan dari otoritas Pertahanan Inggris untuk penambahan dana, juga menahan para pembeli GBP/USD.

Kekacauan Politik Inggris

Hal lain yang menyebabkan Poundsterling Inggris jatuh adalah kekacauan politik di Inggris. Krisis yang semakin dalam akan naiknya biaya hidup di Inggris membuat PM Inggris Boris Johnson diganti oleh Liz Truss. PM baru Liz Truss membuat kesalahan dengan  mini budgetnya yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Kwasi Kwarteng yang sempat mengoyang pasar keuangan dunia, yang menyebabkan Liz Truss diganti oleh bekas Menteri Keuangan Rishi Sunak. Kesalahan Liz Truss menyebabkan pasangan  matauang GBP/USD sempat jatuh ke level terendah dalam 37 tahun di 1.0339 pada tanggal 26 September 2022.

Memulai minggu perdagangan yang baru di tahun 2023, GBP/USD langsung tertekan turun karena hal – hal negatip yang terjadi di Inggris, diantaranya adalah kondisi politik di Inggris. PM Inggris Rishi Sunak merencanakan untuk merombak sistem pemeliharaan anak-anak yang ditujukan untuk menyelamatkan uang para orang tua dan membantu mereka kembali ke tempat pekerjaan. Pada saat yang bersamaan, ada pemogokan buruh di Inggris dengan The Times melaporkan bahwa PM Inggris berpikir perserikatan buruh Inggris akan kehabisan dana dan harus mundur namun perserikatan buruh menolak klaim dari Sunak dan menuduh pemerintah melakukan sabotase.

Divergensi Kebijakan Moneter AS – Inggris  

Dengan inflasi terus tinggi berkelanjutan baik di AS maupun di Inggris, Federal Reserve AS relatip lebih agresif dalam memerangi inflasi sementara Inggris menghadapi resiko resesi yang mengintai, yang menyebabkan Bank of England (BoE) menganut pendekatan yang berhati-hati di dalam jalur kebijakan pengetatan, sehingga terjadi divergensi dalam kebijakan the Fed – BoE.

Federal Reserve melakukan perlombaan yang paling agresif untuk menaikkan tingkat bunga dalam empat dekade, menaikkan sebanyak tujuh kali dalam setiap pertemuan berturut-turut untuk pertama kalinya sejak 2005. The Fed baru pernah menaikkan tingkat suku bunga 4.25% dalam setahun sejak tahun 1980. Bank sentral AS pada pertemuan bulan Desember, menaikkan tingkat bunga 50 bps sehingga membawa tingkat bunga benchmark AS ke 4.25% – 4.50% tertinggi sejak awal 2008.

Sebaliknya Bank of England (BoE) mengakui bahwa outlook ekonomi Inggris sangat buruk. Bank sentral Inggris memperkirakan terjadinya resesi di Inggris di kuartal ketiga tahun 2022, yang akan berlangsung sampai pertengahan tahun 2024, menyebabkan ekonomi Inggris menciut sebesar 2.9%. Mencoba dengan keras untuk mempertahankan keseimbangan antara naiknya inflasi dan melambatnya ekonomi, BoE menganut pendekatan bertahap dalam menaikkan tingkat bunga selama tahun 2022. BoE hanya menaikkan tingkat bunga sebesar 50 bps di bulan Desember setelah menaikkan 75 bps di bulan November, yang menghasilkan total kenaikan tingkat bunga sebesar 325 bps.

Dengan perbedaan ini, maka GBP/USD akan melalui perjalanan yang sulit pada awal 2023.

Pergerakan di Awal Tahun

Awal tahun 2023 ini, Risalah pertemuan FOMC the Fed yang akan keluar pada hari Rabu dan juga laporan perkembangan employment AS – Non-Farm Payrolls (NFP) – bulan Desember yang akan keluar pada hari Jumat akan menjadi penggerak harga yang krusial.

Risalah pertemuan FOMC yang hawkish kemungkinan bisa memicu kenaikan kembali dollar AS. Begitu juga apabila angka NFP yang keluar memberikan semangat, maka bisa memicu naiknya kembali dollar AS.

Support & Resistance

“Support” terdekat menunggu di 1.2000 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.1933  dan kemudian 1.0823. “Resistance” terdekat menunggu di 1.2167 yang apabila berhasil dilewati akan lanjut ke 1.2226 dan kemudian 1.2320.

Ricky Ferlianto/VBN/Head Research Vibiz Consulting

Editor: Asido